Selasa, 28 Januari 2014

SJSN NO 40 th 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 40 TAHUN 2004 

TENTANG 

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

  

Menimbang :  
a.  bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan 
dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya 
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur;   
b.  bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan 
Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;   
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, 
perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja;   
         
Mengingat :  
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), ayat (2), dan Ayat (3), dan Pasal 34 ayat 
(1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;   
         
Dengan Persetujuan Bersama 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
dan 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
MEMUTUSKAN : 
         
Menetapkan :  
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL   
         
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:   
1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh 
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.   
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program 
jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.   
3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang 
berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang 
menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.  
4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan 
sosial.   
5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan 
orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.   

6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk 
menyelenggarakan program jaminan sosial.   
7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan 
himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan 
Penyelenggaraan Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan 
pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.   
8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.   
9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota 
keluarganya.   
10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, 
dan/atau Pemerintah.   
11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan 
dalam bentuk lain.   
12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah 
atau imbalan dalam bentuk lainnya.   
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang 
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja ditetapkan dan dibayar menurut 
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk 
tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan /atau jasa yang 
telah atau akan dilakukan.  
14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk 
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan  dari rumah menuju tempat kerja atau 
sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.   
15. Cacat adalah keadaan berkurangnya atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya 
anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang 
atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.   
16. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk 
melakukan pekerjaan.   
         
BAB III 
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN 
Pasal 2 
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas 
manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.   
         
Pasal 3 
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya 
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.   
         
Pasal 4 
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :   
a.  kegotong-royongan;  
b. nirlaba;  
c.  keterbukaan;  
d. kehati-hatian;  
e.  akuntabilitas;  
f.  portabilitas;  
g. kepesertaan bersifat wajib;   

h. dan amanat , dan   
i.  hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk 
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.   
         
BAB III 
BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL 
Pasal 5  
1. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.  
2. Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada 
dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang 
ini.   
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :   
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);   
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri 
(TASPEN); 
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia (ASABRI); dan   
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);        
4. Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada 
ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.  
           
BAB IV 
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL 
Pasal 6 
Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang-Undang ini 
dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.   
           
Pasal 7 
1.  Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.   
2.  Dewan Jaminan Sosial nasional berfungsi merumuskan kebijakan umumdan 
sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.  
3.  Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas :   
a.  melakukan kajian dan penelitian yang  berkaitan dengan penyelenggaraan 
jaminan sosial;  
b.  mengusulkan kebijakan investasi dana Jaminan Sosial nasional ; dan   
c.  mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan 
tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.             
4.  Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi 
penyelenggaraan program jaminan sosial.   
           
Pasal 8           
1.  Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri 
dari unsur Pemerintah, tokoh dan / atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, 
organisasi pemberi kerja, dan organisasi pekerja.   
2.  Dewan Jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh Ketua merangkap anggota dan 
anggota lainnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.   
3.  Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah.   
4.  Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dibantu oleh 
Sekretariat Dewan yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan 
diberhentikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional .   

5.  Masa jabatan anggotan Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan 
dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.   
6.  Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional harus 
memenuhi syarat sebagai berikut :   
a.  Warga Negara Indonesia;   
b.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;   
c.  sehat jasmani dan rohani;   
d.  berkelakuan baik;   
e.  berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 
(enam puluh) tahun pada saat menjadi anggota;   
f.  lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);   
g.  memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;   
h.  memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan sosial; dan   
i.  tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah 
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.   
           
Pasal 9           
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta 
masukkan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.   
           
Pasal 10           
Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana 
dimaksud dalam Paal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Presiden.   
           
Pasal 11           
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat berhenti atau diberhentikan sebelum 
berakhir masa jabatan karena :   
a.  meninggal dunia;   
b. berhalangan tetap;  
c.  mengundurkan diri;   
d. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).   

Pasal 12           
1.  Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diusulkan 
oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan sosial.   
2.  Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan 
Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.  
           
BAB V 
KEPESERTAAN DAN IURAN 
Pasal 13           
1.  Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai 
peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program 
jaminan sosial yang diikuti.   
2.  Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Presiden.   
           



Pasal 14           
1.  Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta 
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.   
2.  Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin 
dan orang tidak mampu.   
3.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) diatur lebih lanjut 
dengan Peraturan Pemerintah.   
           
Pasal 15           
1.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Wajib memberikan nomor idntitas tunggal 
kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.   
2.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan 
kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.   
           
Pasal 16           
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program 
jaminan sosial yang diikuti.   
           
Pasal 17           
1.  Setiap peserta wajib membayar iuran  yang besarnya ditetapkan berdasarkan 
persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.   
2.  Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran 
yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.   
3.  Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk 
setiap jenis program secara berkala sesuai degan perkembangan sosial, ekonomi dan 
kebutuhandasar hidup yang layak.   
4.  Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu 
dibayar oleh Pemerintah.   
5.  Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh 
Pemerintah untuk program jaminan kesehatan,   
6.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut 
dengan Peraturan Pemerintah.   
           
BAB VI 
PROGRAM JAMINAN SOSIAL 
Bagian Kesatu 
Jenis Program Jaminan Sosial 
Pasal 18           
Jenis program jaminan sosial meliputi :   
a.  jaminan kesehatan;   
b.  jaminan kecelakaan kerja;   
c.  jaminan hari tua;   
d.  jaminan pensiun; dan   
e.  jaminan kematian.   






Bagian Kedua 
Jaminan Kesehatan 
Pasal 19           
1.  Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi 
sosial dan prinsip ekuitas.   
2.  Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta 
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi 
kebutuhan dasar kesehatan.   
           
Pasal 20           
1.  Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau 
iurannya dibayar oleh Pemerintah.   
2.  Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.   
3.  Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi 
tanggungannya dengan penambahan iuran.   
           
Pasal 21          
1.  Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak 
seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.   
2.  Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum 
memperoleh pekerjaaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.   
3.  Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh 
Pemerintah.   
4.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih 
lanjut dengan Peraturan Presiden.   
           
Pasal 22 
1.  Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan 
kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, 
termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.   
2.  Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta 
dikenakan urun biaya.  
3.  Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.  
           
Pasal 23           
1.  Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada 
fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan 
Badan Penelenggara Jaminan Sosial.   
2.  Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat 
diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial.   
3.  Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat 
guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan 
Sosial wajib memberikan Kompensasi.   
4.  Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan 
di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.   
5.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut 
dalam Peraturan Presiden.  


Pasal 24           
1.  Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan 
berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi 
fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.   
2.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas 
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak 
permintaan pembayaran diterima.   
3.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, 
sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk 
meningkatkan efisiensi dan efektivitas   
           
Pasal 25 
Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh 
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.   
           
Pasal 26 
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan 
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.   
           

Pasal 27 
1.  Besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan 
persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung 
bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.   
2.  Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah 
ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.   
3.  Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan 
berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.   
4.  Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.  
5.  Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta 
batas upah sebagaimana pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.   
           
Pasal 28 
1.  Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin 
mengikutsertakan anggota keluarga yang wajib membayar tambahan iuran.   
2.  Tambahan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam 
Peraturan Presiden.   

Bagian Ketiga 
Jaminan kecelakaan Kerja 
Pasal 29 
1.  Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip 
asuransi sosial.  
2.  Jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.   
           
Pasal 30 
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.   
           


Pasal 31 
1.  Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa 
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat 
berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.   
2.  Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus 
kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai 
dengan tingkat kecacatan.  
3.  Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja 
dikenakan urun biaya.   
           
Pasal 32 
1.  Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) 
iberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi 
syarat dan menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.   
2.  Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat 
diberkan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial.   
3.  Dalam hal kecelakaan kerja terjadi disuatu daerah yang belum tersedia fasilitas 
kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi kebutuhan medis bagi 
peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.   
4.  Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan 
di rumah sakit diberikan kelas standar.   
           
Pasal 33 
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris, 
kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.   
           
Pasal 34 
1.  Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari 
upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.   
2.  Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah 
adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.   
3.  Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk setiap 
kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.   
4.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut 
dalam Peraturan Pemerintah.   
           
Bagian Keempat 
Jaminan Hari Tua 
Pasal 35 
1.  Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi 
sosial atau tabungan wajib.   
2.  Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta 
menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, 
atau meninggal dunia.   
           
Pasal 36 
  Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.  
           

Pasal 37 
1.  Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta 
memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.   
2.  Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran 
yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.   
3.  Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas 
tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.   
4.  Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat 
jaminan hari tua.   
5.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut 
dalam Peraturan Pemerintah.   
           
Pasal 38 
1.  Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan 
berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung 
bersama oleh pemberi kerja dan pekerja   
2.  Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan 
berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang 
ditetapkan secara berkala.   
3.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut 
dalam Peraturan Pemerintah.   
           
Bagian Kelima 
Jaminan Pensiun 
Pasal 39 
1.  Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial 
atau tabungan wajib.   
2.  Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang 
layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki 
usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.   
3.  Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.  
4.  Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.   
           
Pasal 40 
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.   
           
Pasal 41 
1.  Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai :   
a.  Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;  
b.  Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat 
penyakit sampai meninggal dunia;   
c.  Pensiun janda/duda,diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal 
dunia atau menikah lagi;   
d.  Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai 23 (dua puluh 
tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau   
e.  Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas 
waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.   
        

2.  Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun 
berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran minimal 15 (lima belas) tahun, 
kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.  
3.  Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia 
pensiun sesuai formula yang ditetapkan.   
4.  Apabila peserta meninggal dunia masa iur 15 (lima belas) tahun ahli warisnya tetap 
berhak ,mendapatkan manfaat jaminan pensiun.   
5.  Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur (lima belas) 
tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah 
hasil pengembangannya.   
6.  Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, 
bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.   
7.  Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap 
meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.   
8.  Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur 
lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.   
           
Pasal 42 
1.  Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan 
berdasarkan persentase tertentu dari  upah atau penghasilan atau suatu jumlah 
nominal tertentu yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.   
2.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh lebih lanjut dalam 
Peraturan Pemerintah.   
           
Bagian Keenam 
Jaminan Kematian 
Pasal 43 
1.  Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi 
sosial.   
2.  Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan 
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.   
           
Pasal 44 
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.   
           
Pasal 45 
1.  Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari 
kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.   
2.  Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal 
tertentu.   
3.  Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih 
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.   

Pasal 46 
1.  Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.   
2.  Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan 
berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan.  
3.  Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan 
berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.   

4.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih 
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.   
           
BAB VII 
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL 
Pasal 47 
1.  Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara 
Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, 
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.   
2.  Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.  
           
Pasal 48 
Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya 
tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.   
           
Pasal 49 
1.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar 
akuntasi yang berlaku.   
2.  Subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari 
dana prgram lain yang tidak diperkenankan.   
3.  Peserta berhak setiap saat memperoleh infromasi tentang akumulasi iuran dan hasil 
pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan 
pensiun, dan jaminan kematian.   
4.  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi skumulasi iuran 
berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta jaminan hari tua sekurang-
kurangnya sekali alam satu tahun.   
           
Pasal 50 
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan 
standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.   
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan 
Pemerintah.   
           
Pasal 51 
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 
dilakukan oleh instansi yang berwenang  sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan.   
           
BAB VIII 
KETENTUAN PERALIHAN 
Pasal 52 
1.  Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :   
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) 
yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang 
Penetapan Badan penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan 
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( 
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 nomor 14, Tambahan 
Lembaran Negara Nomor 3468);  

b. Perusahaan perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri 
(TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1981 
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi 
Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang 
Nomor 11 Tahun 1969 tentang pensiun Pegawai dan pensiun Janda/Duda 
Pegawai (Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia 
tahun1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana 
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara 
Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi 
Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);   
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 
Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi 
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan perseroan 
(persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);   
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang 
dibentuk denganPeraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan 
Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan 
Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 
16);   
  tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-Undang ini.   
2.  Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling 
lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.   
           
BAB IX 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 53 
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.   
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini 
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.   
  

Disahkan di Jakarta 
pada tanggal 19 Oktober 2004 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
ttd 
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI 
     
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 19 Oktober 2004 
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, 
TTD 
BAMBANG KESOWO 



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 150 


Salinan sesuai dengan aslinya 
Deputi Sekretaris 
Bidang Hukum dan 
perundang-undangan 
   
   
Lambock V. Nahattands 
   

PENJELASAN 
ATAS 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 40 TAHUN 2004 
TENTANG 
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL 

  

UMUM 
Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan 
pembangunan nasional telah menghasilkan banyak kemajuan, diantaranya telah 
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara 
berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat. 
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan 
berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya 
adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam 
Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia  tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin 
dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 
dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan 
semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. 
sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik 
Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk 
Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang 
menyeluruh dan terpadu.  
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang 
bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat 
Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat memenuhi kebutuhan 
dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau 
berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan 
pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.  
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa 
program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial 
bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan 
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan 
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian. 


Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana 
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan 
Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang 
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat 
wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota 
keluarganya. 
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik 
Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya 
telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 
(ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan 
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. 
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. 
Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu, 
pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan 
perlindungan yang adil dan memadai kepada  para peserta sesuai dengan manfaat 
program yang menjadi hak peserta.  
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan 
Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan 
sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau 
kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap 
peserta. 
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :  
Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong 
dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk 
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang 
berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-
royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan 
rakyat Indonesia. 
Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) 
bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan 
jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana 
amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan peserta. 
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-
prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana 
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 
Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang 
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah 
Negara Kesatuan Republik Indonesia.  
Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh 
rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib 
bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi 
rakyat dan pemerintah serta kelayakan  penyelenggaraan program. Tahapan pertama 
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat 
menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional 
dapat mencakup seluruh rakyat. 
Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan 
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka 
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 

Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini 
adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk 
kepentingan peserta jaminan sosial. 
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional 
yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan 
hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. 
Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-
Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang 
sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai 
dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.  

  
PASAL DEMI PASAL 

Pasal 1 
Cukup Jelas. 

Pasal 2 
Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas 
manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang 
efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga asas 
tersebut dimaksudkan utnuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta.  

Pasal 3 
Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang 
agar dapat hidup layak, demi  terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat 
Indonesia. 

Pasal 4 
Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan 
antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan 
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau 
penghasilannya. 
          Prinsip  nirlaba  dalam  ketentuan  ini  adalah  prinsip  pengelolaan  usaha  yang 
mengutamakan penggunaan hasil  pengembangan dana untuk memberikan manfaat 
sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.  
          Prinsip  keterbukaan  dalam  ketentuan  ini  adalah  prinsip  dalam  ketentuan  ini 
adalah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap 
peserta.  
          Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan dana secara 
cermat, teliti, aman, dan tertib. 
          Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan program dan 
pengelolaan keuangan yang akurat  dan dapat dipertanggungjawabkan. 
          Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan jaminan yang 
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah 
Negara Kesatuan Republik Indonesia.  
          Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan 
seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.    


          Prinsip  dana  amanat  dalam  ketentuan  ini  adalah  bahwa  iuran  dan  hasil 
pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-
besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial. 
          Prinsip  hasil  pengelolaan  dana  Jaminan  Sosial  Nasional  dalam  ketentuan  ini 
adalah hasil dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan 
peserta jaminan sosial.  

Pasal 5 
Ayat (1) 
Cukup Jelas 

Ayat (2) 
Cukup Jelas 

Ayat (3) 
Cukup Jelas 

Ayat (4) 
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut ketentuan ini dimaksudkan 
untuk menyesuaikan dengan dinamika perkembangan jaminan sosial dengan tetap 
memberi kesempatan kepada Badan Penyelenggara  Jaminan Sosial yang telah ada/atau 
yang baru, dalam mengembangkan cakupan kepesertaan dan program jaminan sosial. 

Pasal 6 
Cukup jelas 

Pasal 7 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Huruf a 
Kajian dan penelitian yang dilakukan dalam ketentuan ini antara lain penyesuainan 
masa transisi, standar opersional dan prosedur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, 
besaran iuran dan manfaat, pentahapan   kepesertaan dan  perluasan program, 
pemenuhan hak peserta, dan kewajiban Badan Penyelenggara  Jaminan Sosial.  

Huruf b 
Kebijakan investasi yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah penempatan dana 
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, optimalisasi hasil, keamanan dana, dan 
transparansi. 

Huruf c 
Cukup jelas. 




Ayat (4) 
Kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi dalam ketentuan ini dimaksudkan 
untuk menjamin   terselenggaranya program jaminan sosial, termasuk tingkat kesehatan 
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 

Pasal 8 

Ayat (1) 
Jumlah 15 (lima belas) orang anggota dalam ketentuan ini terdiri dari unsur 
pemerintah 5 (lima) orang , unsur   tokoh dan/ atau ahli 6 (enam) orang, unsur 
organisasi pemberi kerja 2 (dua) orang, dan unsur organisasi pekerja   2 (dua) orang 
Unsur pemerintah dalam ketentuan ini berasal dari departemen yang bertanggung jawab 
di bidang keuangan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, dan kesejahteraan rakyat 
dan/atau bidang pertahanan dan keamanan,  masing-masing 1 (satu) orang.   
                 Unsur ahli dalam ketentuan ini meliputi ahli di bidang asuransi, keuangan, 
investasi, dan aktuaria. 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Cukup jelas 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Ayat (5) 
Cukup jelas 

Pasal 9 
Cukup jelas 

Pasal 10 
Cukup jelas 

Pasal 11 
Cukup jelas 

Pasal 12 
Cukup jelas 

Pasal 13 
Cukup jelas 

Pasal 14 
Ayat (1) 
            Frasa "secara bertahap" dalam ketentuan ini dimaksudkan agar memperhatikan 
syarat-syarat kepesertaan dan program  yang dilaksanakan dengan memperhatikan 
kemampuan anggaran negara, seperti diawali dengan program  jaminan kesehatan.  


Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 15 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
              Informasi yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup hak dan kewajiban 
sebagai peserta, akun pribadi secara berkala minimal satu tahun sekali, dan 
perkembangan program yang diikutinya. 

Pasal 16 
Cukup jelas 

Pasal 17 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
             Yang dimaksud pembayaran iuran secara berkala dalam ketentuan ini adalah 
pembayaran setiap bulan.  

Ayat (3) 
Cukup jelas 

Ayat (4) 
              Fakir  miskin  dan  orang  yang  tidak  mampu  dalam  ketentuan  ini  adalah 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Ayat (5) 
Cukup jelas 

Ayat (6) 
Cukup jelas 

Pasal 18 
Cukup jelas 

Pasal 19 
Ayat (1) 
Prinsip asuransi sosial meliputi : 
a. kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan 
muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah; 
b. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; 
c. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan; 

d. bersifat nirlaba. 

Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan 
medisnya yang tidak  terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya. 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Pasal 20 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan 
yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. 

Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain dalam ketentuan ini adalah 
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua. 
Untuk mengikut sertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberikan surat 
kuasa kepada pemberi kerja untuk menambah iurannya kepada Badan Penyelenggara 
Jaminan Sosial sebagaimana ditetapkan  dalam Undang-Undang ini.  

Pasal 21 

Ayat (1) 
Ketentuan ini memungkinkan seorang peserta yang mengalami pemutusan hubungan 
kerja dan keluarganya tetap  dapat menerima jaminan kesehatan hingga 6 (enam) bulan 
berikutnya tanpa mengangsur.  

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Cukup jelas 

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Pasal 22 
Ayat (1) 
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal ini meliputi pelayanan dan 
penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat 
inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya,  termasuk cuci darah dan 
operasi jantung. Pelayanan ersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik 
mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan 
kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta 
yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 
Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian. 


Ayat (2) 
              Jenis  pelayanan  yang  dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang 
moral hazaard (sangat dipengaruhi  selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian 
obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan  yang tidak sesuai dengan 
kebutuhan medik. 
              Urun  biaya  harus  menjadi  bagian  upaya  pengendalian,  terutama  upaya 
pengendalian dalam menerima pelayanan   kesehatan. Penetapan urun biaya dapat 
berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan, dan dibayarkan 
kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh pelayanan kesehatan. 

Ayat (3) 
Cukup jelas 

Pasal 23 
Ayat (1) 
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek 
dan fasilitas kesehatan   lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila 
kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari  instansi Pemerintah yang bertanggung 
jawab di bidang kesehatan.  

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai dengan 
hak pesera. 

Ayat (4) 
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar), dapat 
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar 
sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 
dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.  

Ayat (5) 
Cukup jelas 

Pasal 24 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Ketentuan ini menghendaki agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial membayar 
fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat 
memberikan anggaran tertentu kepada suatu  rumah sakit di suatu daerah untuk 
melayani sejumlah peserta atau membayar sejumlah tetap tertentu per kapita  per bulan 
(kapitasi). Anggaran tersebut sudah mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya 
penunjang, dan biaya obat-obatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh 
pimpinan rumah sakit. Dengan demikian,  sebuah rumah sakit akan lebih leluasa 
menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin.  


Ayat (3) 
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 
menerapkan sistem kendali  mutu dan kendali biaya termasuk menerapkan iuran biaya 
untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan. 

Pasal 25 
Penetapan daftar dan plafon harga dalam ketentuan ini dimaksudkan agar 
mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik ketersediaaan, serta efektifitas dan 
efisiensi obat atau bahan medis habis pakai. 

Pasal 26 
Cukup jelas 

Pasal 27 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Pengertian secara berkala dalam ketentuan ini adalah jangka waktu tertentu untuk 
melakukan peninjauan atau perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan. 

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Ayat (5) 
Cukup jelas 

Pasal 28 
Cukup jelas 

Pasal 29 
Cukup jelas 

Pasal 30 
Cukup jelas 

Pasal 31 
Cukup jelas 

Pasal 32 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Cukup jelas 



Ayat (3) 
Kompensasi dalam ketentuan ini dapat berbentuk penggantian uang tunai, pengiriman 
tenaga kesehatan, atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. 

Ayat (4) 
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya (kelas standar), 
dapat meningkatkan kelasnya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau 
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan 
Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.  

Pasal 33 
Cukup jelas 

Pasal 34 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Variasi besarnya iuran disesuaikan dengan tingkat risiko lingkungan kerja dimaksudkan 
pula untuk mendorong  pemberi kerja menurunkan tingkat risiko lingkungan kerjanya 
dan teciptanya efisiensi usaha. 

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Pasal 35 
Ayat (1) 

Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme 
asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja. 
Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan 
bahwa manfaat jaminan hari tua  didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan 
hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil  pengembangannya. 

Ayat (2) 
Jaminan hari tua diterimakan kepada peserta yang belum memasuki usia pensiun karena 
mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti. 

Pasal 36 
Cukup jelas 

Pasal 37 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 

Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan dana jaminan hari tua sesuai 
dengan prinsip kehati-hatian minimal setara tingkat suku bunga deposito bank 
Pemerintah jangka waktu satu tahun sehingga peserta memperoleh manfaat yang 
sebesar-besarnya.  

Ayat (3) 
Sebagian jaminan hari tua dapat dibayarkan untuk membantu peserta mempersiapkan 
diri memasuki masa pensiun.  

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Ayat (5) 
Cukup jelas 

Pasal 38 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Ayat (3) 
Yang akan diatur oleh Pemerintah adalah persentase iuran yang dibayar oleh pekerja 
dan pemberi kerja. 

Pasal 39 
Ayat (1) 
Pada dasarnya mekanisme jaminan pensiun berdasarkan asuransi sosial, namun 
ketentuan ini memberi  kesempatan kepada pekerja yang memasuki usia pensiun tetapi 
masa iurannya tidak mencapai waktu ditentukan,  untuk diberlakukan sebagai tabungan 
wajib dan dibayarkan pada saat yang bersangkutan berhenti bekerja, ditambah hasil 
pengembangannya.  

Ayat (2) 
Derajat kehidupan yang layak yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah besaran 
jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya. 

Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan manfaat pasti adalah terdapat batas minimun dan maksimum 
manfaat yang akan diterima  peserta. 

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Pasal 40 
Cukup jelas 




Pasal 41 
Ayat (1) 
Huruf a 
Cukup jelas 

Huruf b 
Cukup jelas 

Huruf c 
Cukup jelas 

Huruf d 
Manfaat pensiun anak adalah pemberian uang pensiun berkala kepada anak sebagai ahli 
waris peserta,  paling banyak 2 (dua) orang yang belum bekerja, belum menikah, atau 
sampai berusia 23 (dua puluh tiga) tahun, yang tidak mempunyai sumber penghasilan 
apabila seorang peserta meninggal dunia.  

Huruf e 
Manfaat orang tua adalah pemberian uang pensiun berkala kepada orang tua sebagai 
ahli waris peserta  lajang apabila seorang peserta meninggal dunia. 

Ayat (2) 
Ketentuan 15 (lima belas) tahun diperlukan agar ada kecukupan dari akumulasi dana 
untuk memberi jaminan pensiun sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam bentuk 
Undang-Undang ini.  

Ayat (3) 
Formula jaminan pensiun ditetapkan berdasarkan masa kerja dan upah terakhir. 

Ayat (4) 
Meskipun peserta belum memenuhi masa iur selama 15 (lima belas) tahun, sesuai 
dengan prinsip asuransi sosial, ahli waris berhak menerima jaminan pensiun sesuai 
dengan formula yang ditetapkan. 

Ayat (5) 
Karena belum memenuhi syarat masa iur, iuran jaminan pensiun diberlakukan sebagai 
tabungan wajib. 

Ayat (6) 
Cukup jelas 

Ayat (7) 
Cukup jelas 

Ayat (8) 
Cukup jelas 

Pasal 42 
Cukup jelas 


Pasal 43 
Cukup jelas 

Pasal 44 
Cukup jelas 

Pasal 45 
Cukup jelas 

Pasal 46 
Cukup jelas 

Pasal 47 
Ayat (1) 
            Yang  dimaksud  dengan  likuiditas  adalah  kemampuan  keuangan  Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi kewajibannya jangka pendek. 
             Yang  dimaksud  dengan  solvabilitas  adalah  kemampuan  keuangan  Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendek dan 
jangka panjang.  

Ayat (2) 
Cukup jelas 

Pasal 48 
Cukup jelas 

Pasal 49 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam ketentuan ini misalnya dana pensiun 
tidak dapat digunakan untuk membiayai jaminan kesehatan dan sebaliknya. 

Ayat (3) 
Cukup jelas 

Ayat (4) 
Cukup jelas 

Pasal 50 
Ayat (1) 
Cadangan teknis menggambarkan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang 
timbul dalam rangka memenuhi kewajiban di masa depan kepada peserta.  

Ayat (2) 
Cukup jelas 




Pasal 51 
Cukup jelas 

Pasal 52 
Cukup jelas 

Pasal 53 
Cukup jelas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar