oleh : Septian Julifar Syamsul Huda SKM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Malaria merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada
kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria
secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia (Kemenkes
RI, 2011).
Dalam rangka
pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah maupun sedang dilakukan
baik dalam skala global maupun nasional. Malaria merupakan salah satu indikator
dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan
penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat
dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global
Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang
harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta
diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat. Di dalam GMP
ditargetkan 80% penduduk terlindungi dan penderita mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy
(ACT). Dan melalui Roll Back Malaria
Partnership ditekankan kembali dukungan tersebut. Karena pentingnya
penanggulangan Malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global
Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria (Kemenkes RI, 2011).
Dalam pengendalian
malaria, yang ditargetkan penurunan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per
1.000 penduduk. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam keputusan
Menteri Kesehatan RI No 293/MENKES/SK/IV/2009. Pelaksanaan pengendalian malaria
menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau
sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang
terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030. Status Indonesia masih tahap
pertama yaitu pada eliminasi malaria di DKI, Bali dan Barelang Binkar pada
tahun 2010 (Kemenkes RI, 2011).
Dari tahun 2006
sampai 2009 kejadian luar biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan
walaupun kabupaten/ kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun
2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), Nangroe
Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung) dengan jumlah
total penderita sebanyak 1.869 orang dengan jumlah kematian sebanyak 11 orang
(Kemenkes 2011 dalam Arsin, 2012).
Menurut data
statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria
untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari
10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung
meningkat hingga lebih dua kali lipat (Kemenkes 2011 dalam Arsin, 2012).
Keadaan seperti itu
perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab
meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya.
B.
Tujuan
Mengetahui cara pengendalian malaria
secara terpadu
BAB
II
ISI
Malaria
adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah.Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali.Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Vector dari penyakit ini
adalah nyamuk Anopheles sp (Harijanto,
2000).
Vektor
malaria adalah nyamuk Anopheles,
dengan ciri khas menungging saat hinggap atau menghisap darah. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup
sempurna terdiri dari telur (1-2 hari), jentik (6-8 hari), kepompong (1-2 hari)
dan nyamuk (2-3 bulan). Di dalam program pemberantasan malaria yang utama
dilakukan adalah pemberantasan vektor. Dalam hal ini supaya mendapatkan hasil yang
maksimal, perlu didukung oleh data penunjang yang menerangkan tentang
seluk-beluk vector yang berperan. Untuk menentukan metode pemberantasan yang
tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan serta perilaku vektor
yg bersangkutan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.374 tahun 2010, Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan,
rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan
kelestarian keberhasilannya. Mengingat
keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan sosial budaya, maka pengendaliannya tidak hanya
menjadi tanggung jawab sektor
kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor dan program.
Keunggulan
Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) :
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai
metode atau cara pengendalian.
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih
dari satu penyakit tular vector.
3. Melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai
lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan
pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar managemen dan
pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor
Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar
sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan
terjaga. Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1.
Pengendalian
vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika
penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik
local (evidence based).
2.
Pengendalian
vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program terkait,
LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3.
Pengendalian
vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan
menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4.
Pertimbangan
vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Pengendalian
vektor terpadu dilaksanakan secara bersama dari beberapa metode, meliputi
pengendalian fisik, biologi, kimia dan pemberdayaan masyarakat (Kementerian
Kesehatan). Program pengendalian malaria secara terpadu yang lebih rinci
meliputi pengendalian secara biologi, fisika, kimia, dengan pengaturan pola
tanam, dengan perundang-undangan/kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat
(Marbaniati, 2010).
1. Pengendalian malaria secara biologi
Gambar 2.1. Ikan gambusia Gambar 2.2. Ikan pancax
Pengendalian biologi dapat berupa penebaran ikan dan Bacillus thuringiensis serta predator
larva lainnya (Kementerian Kesehatan). beberapa agent biologis yang digunakan
seperti predator misalnya pemakan jentik (Clarviyorous
fish) seperti gambusia, guppy dan panchax (ikan kepala timah). Selain
secara kimiawi dan secara hayati untuk pencegahan penyakit malaria dapat juga
dilakukan dengan jalan pengelolaan lingkungan hidup (environmental management),
yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup (environmental
modification) sehingga larva nyamuk Anopheles
tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tempat
perindukan nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, selain itu kegiatan lain
mencakup pengubahan kadar garam, pembersihan tanaman air atau lumut dan
lain-lain (Hiswani, 2004).
Selain itu, ada juga parasit Romanomermis
iyengari. Merupakan organisme yang termasuk jenis cacing Nematoda
dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang
jadi dewasa di dalam tubuh larva yang menjadi inangnya. Setelah dewasa cacing
tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh
inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Suwasono, 1997).
2. Pengendalian malaria dengan
pengaturan pola tanam
Gambar 2.3. Musim penenaman padi
Salah satu cara untuk menekan perkembangan penyakit malaria
adalah dengan memperbaiki pola tanam. Dipilih pola tanam padi dan palawija,
karena ditinjau dari strategi pengadan pangan/pakan dan usaha peningkatan
pendapatan petani merupakan alternatif terbaik, terutama dalam usaha
pengendalian vektor malaria. Kedua jenis komoditi ini, yaitu padi dan palawija,
mempunyai bentuk dan ekologi yang jauh berbeda, begitu pula hama dan
penyakitnya. Apabila kedua tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim
tanam, akan menekan populasi hama dan vektor malaria karena habitatnya tidak
sesuai dengan perkembangan populasi hama/ vektor malaria tersebut, apalagi bila
ditunjang dengan cara bercocok tanam dengan teknik yang baik. Dengan demikian akan
tercapai suatu keseimbangan biologi bila hama/penyakit dari kedua jenis
komoditi tersebut hidup berdampingan pada batas-batas yang tidak membahayakan
tanamannya sendiri.
Keseimbangan biologi ini sangat dipengaruhi oleh :
a.
Tingkat
toleransi tanaman. Hal ini tergantung pada hubungan antara tanaman dengan hama
dan penyakit yang berpengaruh terhadap kepekaan atau ketahanan tanaman. Hal-hal
tersebut antara lain : varietas, cara bercocok tanam, rotasi, pola tanam dan
musim claim setahun.
b.
Penanaman
padi atau satu jenis tanaman terus-menerus sepanjang tahun akan menyebabkan terjadinya
serangan hama dan penyakit malaria yang cukup berat. Hal ini disebabkan karena
keadaan ekologi, habitat dan tersedianya cukup makanan bagi hama/vektor
sehingga mendorong perkembangan populasi hama dan vektor penyakit tersebut.
c.
Penggunaan
pestisida yang tidak terkendali; akan menyebabkan serangan hama/penyakit lain
yang tadinya bukan merupakan hama. Hal ini karena predator dan parasit yang
menjaga keseimbangan alam ikut termusnahkan. Belum lagi persoalan pencemaran
lingkungan makin banyak di Tahun Kasus Annual Parasite Incidence PELITA I 1972 (Marbaniati,
2010).
3. Pengendalian malaria secara fisik.
Pengendalian fisik dapat berupa
penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air, pengeringan sawah secara berkala
setidaknya setiap dua minggu sekali dan pemasangan kawat kasa pada jendela
(Kementerian Kesehatan).
4. Pengendalian malaria secara kimia
Pengendalian kimia dapat menggunakan kelambu berinsektisida,
indoor residual spray, repellent,
insektisida rumah tangga dan penaburan larvasida (Kementerian Kesehatan).
a.
Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia
yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat
dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia.
Repellent digunakan dengan cara menggosokkannya pada tubuh atau
menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena itu harus memenuhi beberapa syarat
yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat atau lengket, baunya
menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada
kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan daya pengusir terhadap serangga
hendaknya bertahan cukup lama. DEET (N,N-diethyl-mtoluamide) adalah salah satu
contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar jika
mengenai mata, luka atau jaringan membranous (Soedarto, 1992).
b.
Penaburan
Larvasida
Pemberantasan nyamuk Anopheles secara kimiawi dapat dilakukan
dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk,
yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen,
temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas
dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh–tumbuhan
air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk (Hiswani, 2004).
c.
Kelambu
berinsektisida/ LLINs
Menurut
WHO dalam Guideline for Laboratory and
Field Testing of LLINs adalah kelambu berinsektisida (kelambu
yang sudah dilapisi racun serangga) buatan pabrik yang diharapkan dapat
mempertahankan aktifitas biologi sampai jumlah minimum dari standar WHO untuk
pencucian, dan periode waktu minimum di bawah kondisi lapangan. LLINs
diharapkan dapat mempertahankan aktifitas biologinya minimal 20 kali pencucian
menurut standart WHO di bawah kondisi Laboratorium dan tiga yang
direkomendasikan penggunaannya dalam kondisi lapangan. Bahan dasar
pembuatan kelambu LLINs yang beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis,
yaitu polyester dan polyethylene.
1) Bentuk dan Ukuran
Gambar 2.4. kelambu berinsektisida
Bentuk kelambu yang umum
digunakan adalah empat persegi panjang. Ukurannya bervariasi tergantung jumlah pemakainya.
Banyak program yang menggunakan model dan ukuran buatan Thailand karena
harganya yang relatif murah. Ukuran singel adalah 8,76 m2, double
10,20 m2; family 11,64 m2 dan X-family 14,52 m2.
Ukuran kelambu bervariasi antara negara yang satu dengan lainnya tergantung
ukuran, model tempat tidur dan kasur.
2) Bahan Kelambu
Bahan yang biasa dipakai
untuk kelambu adalah nilon, poliester, katun dan politen. Politen jarang
digunakan karena mudah terbakar sehingga kurang aman penggunaannya. Kelambu
celup permetrin dari bahan poliester dan nilon mempunyai daya bunuh nyamuk anophelini yang lebih tinggi
dibandingkan dari katun yang di beri dosis yang sama. Umumnya kelambu berwarna
putih, tapi warna lain kadang-kadang lebih disukai terutama warna-warna yang
tidak cepat memperlihatkan kotor.
3) Ukuran dan Jumlah Lubang
Lubang-lubang (mesh) pada
kelambu selain berperan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kelambu juga
berperan sebagai penghalang fisik bagi nyamuk agar tidak masuk ke dalam
kelambu. Ukuran lubang pada kelambu harus disesuaikan agar nyamuk tidak dapat
lolos masuk. Ukuran lubang yang disarankan adalah 1,2 – 1,5 mm dengan jumlah
lubang 5-6 setiap 1 cm. Ukuran lubang kurang dari 1,2 mm menyebabkan sirkulasi
udara di dalam kelambu tidak baik, sedangkan bila lebih besar dari 1,5 mm dapat
menyebabkan nyamuk masuk, apalagi bila konsentrasi insektisida yang digunakan
tidak tepat.
Insektisida yang paling
umum digunakan sebagai bahan pencelup kelambu adalah dari golongan piretroid
sintetik. Beberapa jenis grup insektisida piretroid sintetik yang sering
digunakan sebagai bahan pencelup kelambu adalah: permetrin, lamda sihalotrin,
sipermetrin, deltametrin, pirimiposmetil dan alpa-metrin. Insektisida golongan
piretroid sintetik efek residunya tahan sampai 6 bulan pada kelambu yang tidak
dicuci dan aman bagi pencelup dan penggunanya. Piretroid sintetik diketahui
mempunyai dua efek terhadap serangga yaitu dapat membunuh serangga dengan cepat
dan mengganggu susunan sarafnya sehingga menyebabkan kelumpuhan.
Piretroid sintetik yang
biasa dipro-duksi dapat dalam bentuk emulsifiable
concentrate (ECs), wettable powder
(WP) dan suspension concentrate (SC).
Dari ke-tiga jenis formula tersebut, jenis ECs adalah yang paling sering
digunakan sebagai bahan pencelup kelambu. Formula ini akan membentuk emulsi
bila di campur dengan air. Selain itu formula ECs mempunyai sifat adhesi yang
baik terhadap bahan kelambu dan tidak menyebabkan timbulnya residu yang
berbentuk bubuk.
Untuk menilai toksisitas
dan keamanan kelambu yang di celup insektisida, perlu dibedakan antara keamanan
bagi orang yang tidur di bawah kelambu dan keamanan bagi orang yang mencelup
kelambu dengan insektisida. Mengingat pencelupan kelambu sering dilakukan oleh
orang yang tidak berpengalaman, perhatian harus diberikan terhadap resiko bila
bekerja dengan ECs. Dianjurkan menggunakan sarung tangan dan usaha pencegahan
lain agar emulsi tidak menciprati kulit atau mata.
Beberapa piretroid
seperti delta-metrin dan lamda sihalotrin dapat menye-babkan sensitisasi pada
kulit dan mukosa. Jika kelambu celup telah kering dan pelarut insektisida telah
menguap, biasa-nya kelambu aman digunakan.
Penelitian yang dilakukan
Miller dkk, terhadap penggunaan kelambu celup insektisida piretroid menunjukkan
tidak ada efek samping yang bermakna pada kelompok orang-orang yang tidur
dengan kelambu celup. Dari 216 hanya 4,5% yang memperlihatkan keluhan yaitu dua
orang merasa sesak napas, empat orang pusing-pusing, dan empat orang mual-mual.
Pemakaian insektisida
yang terus-menerus dalam waktu lama dan pemakaian yang luas dapat menyebabkan
timbulnya resistensi. Kemungkinan resis-tensi juga dapat terjadi pada kelambu
celup permetrin, walaupun bukti terhadap resistensi nyamuk anophelini terhadap
piretroid biasanya kurang kuat.
4) Daya Tahan
Nilon, poliester dan
politen dengan kualitas baik (dari benang yang tebal dan kuat) lebih tahan dari
katun. Kelambu de-ngan denier 100 (menunjukkan berat yang mengacu pada
kekuatan) lebih tahan robek. Kelambu dengan denier yang lebih rendah lebih
cepat rusak.
5) Teknik Pencelupan Kelambu
Teknik pencelupan kelambu
berhubungan dengan keadaan lokal pada waktu melakukan pencelupan kelambu dan
orang-orang yang melakukannya. Ada beberapa teknik pencelupan kelambu, pada
dasarnya sebagai berikut:
a)
Gunakan kelambu yang betul-betul bersih.
b) Hitung luas kelambu yang
akan dice-lup.
c) Hitung jumlah air yang
diperlukan un-tuk merendam kelambu yang disesuai-kan dengan ukuran dan bahan
kelambu.
d) Campur insektisida dengan
air sehingga didapat konsentrasi larutan insektisida yang diinginkan.
e) Rendam kelambu dengan
cara ditekan-tekan sampai larutan insektisida terse-rap seluruhnya oleh
kelambu.
f) Keringkan kelambu dengan
posisi horizontal untuk mencegah mengalir-nya cairan yang telah terserap oleh
kelambu.
g) Setelah hampir kering,
kelambu dapat di gantung pada tempat yang teduh sampai benar-benar kering.
h) Kelambu yang telah kering
kemudian langsung di gantung di atas tempat tidur.
6) Efek kelambu celup
terhadap vektor
Efek kelambu celup
terhadap vektor berhubungan dengan dosis efektif insektisida pada kelambu.
Dosis efektif merupakan kuantitas bahan aktif insektisida per luas permukaan
bahan kelambu yang dapat memberi efek repelen, iritan atau efek bunuh terhadap
serangga. Dosis efektif dipengaruhi oleh :
1. Dosis target (g/m2).
2. Bahan kelambu (komposisi
serat, kete-balan, berat, struktur dan jumlah serat per cm2, dll).
3. Formula insektisida; dan
4. Metoda pencelupan.
Penelitian laboratorium yang dilakukan Hossain dkk terhadap nyamuk uji Anopheles gambiae yang dipapar dengan
kelambu celup permetrin berdosis 0,4 gr/m2 menunjukkan hasil semua
nyamuk masih bertahan hidup. Tetapi ketika dosisnya ditingkatkan sampai 5 gr/m2
seluruh nyamuk uji mati. Pada nyamuk Aedes
aegypti, dosis 2,5 gr/m2 memberikan hasil lebih dari 50% nyamuk
mati. Hossain dkk juga menyimpulkan bahwa nyamuk Aedes aegypti lebih rentan terhadap kelambu celup permetrin dari
pada Anopheles gambiae yang lebih
rentan dari pada Culex quinque fasciatus.
Penelitian yang dilakukan Sutjah-jono dkk menunjukkan bahwa efek residu
permetrin 500 mg/m2 pada kelambu nilon masih efektif setelah 6 bulan
digantung pada gubuk percobaan. Masa aktivitas residu dipengaruhi oleh
penggunaan apakah secara terus-menerus atau jarang dan adanya debu. Charlwood dkk pada penelitiannya di Papua New
Guinea dengan mengumpulkan nyamuk selama 25 malam berturut-turut sebelum
pemakaian kelambu permetrin dan 21 malam setelah pemakaian mendapatkan hasil
bahwa setelah pemakaian kelambu celup permetrin, populasi gigitan Anopheles farauti menurun dari rata-rata
689 menjadi 483 per orang-malam dan siklus peletakan telur (oviposition) menjadi tidak teratur,
walaupun kemampuan bertahan hidup tidak secara bermakna dipengaruhi.
Kerentanan terhadap insektisida dan prilaku nyamuk (waktu dan tempat
menggigit/menghisap darah (indoor/outdoor),
antropofilik/zoofilik dan tempat istirahat dapat mempengaruhi keberhasilan
kelambu celup dalam memberi perlindungan terhadap gigitan nyamuk atau dalam
menurunkan insiden atau morbiditas penyakit.
7) Aspek epidemiologi
kelambu celup
Secara epidemiologi, kelambu celup permetrin menurunkan episode klinik
malaria, densitas parasitemia, insiden dan prevalensi malaria dan kematian anak
yang berumur di bawah lima tahun. Keuntungan lain penggunaan kelambu ini adalah
perlindungan dari gigitan organisme lain seperti kalajeng-king, centipedes, beetles, ticks dan lalat.
Penelitian di Afrika dan Asia telah menunjukkan bahwa kelambu celup permetrin
dapat menurunkan angka masuk rumah, menghisap darah, istirahat dan sporozoit
dari nyamuk Anopheles dan
meningkatkan angka kematian dan pengusiran nyamuk. Penelitian di
Republik Benin menunjukkan bahwa pemakaian kelambu celup permetrin menurunkan
risiko episode demam sampai 34% pada anak-anak yang tinggal di area malaria.
Meskipun kelambu celup dapat mengurangi insiden dan mortalitas malaria pada
beberapa daerah endemi malaria, beberapa hasil penelitian lain menunjukkan
bahwa di daerah malaria dengan endemisitas yang lebih tinggi (hiperendemi dan
holo-endemi) penggunaan kelambu celup memberikan hasil yang berbeda.
Kurang berperannya penggunaan kelambu celup pada daerah malaria dengan
transmisi yang tinggi mungkin berhubungan dengan kapasitas vektor, yaitu
terdapat perubahan besar pada kapasitas vektornya, sehingga kelambu celup hanya
memberikan efek yang kecil. Berdasarkan hal tersebut, penanggulangan malaria di
daerah endemi malaria dengan transmisi tinggi selain dengan melakukan
penanggulangan vektor juga perlu dikombinasi dengan cara lain misalnya dengan
pengobatan terhadap penderita.
Perlu pengorganisasian yang baik dengan mengikutsertakan peran masyarakat
secara langsung agar program pengendalian malaria dengan strategi kelambu celup
berhasil. Adanya petugas kesehatan dan lembaga kesehatan masyarakat merupakan
kunci keberhasilan program penggunaan kelambu celup. Pemuka masyarakat,
pemimpin sekolah dan organisasi pekerja sosial dapat dijadikan sukarelawan
untuk memotivasi masyarakat berpartisipasi dalam program pengendalian malaria (Harminarti,
2008).
d.
Indoor
Residual Spraying (IRS)
Gambar 2.5. kegiatan indoor residual spraying
Pengendalian vektor yang tidak
selektif, seperti penggunaan DDT dan obat pembasmi serangga lain, bukan lagi
merupakan strategi yang direkomendasikan. Dengan adanya
keuangan dan sumber daya manusia, dikombinasikan dengan potensi resistensi
vektor dan kepedulian terhadap lingkungan, penyemprotan residual dalam rumah
harus digunakan hanya di dalam situasi yang khusus atau saat risiko tinggi. DDT
sedang dihapus bertahap oleh karena penggunaan tersebar luas di lingkungan, dan
menghasilkan tekanan ekonomi dan politis.
Indikator
epidemiologi digunakan untuk memutuskan apakah penerapan penyemprotan residual
dalam rumah harus ditinjau kembali untuk dipertimbangkan pola transmisi, yang bervariasi pada waktu dan
area yang berbeda. Lokasi utama yang dijadikan perimbangan untuk penyemprotan
adalah pada unit operasional yang
sekecil mungkin, dengan target penyemprotan kondisinya baik. Ukuran-ukuran
untuk memutuskan apakah untuk start atau stop operasi penyemprotan adalah juga
diperlukan. Suatu analisa informasi epidemiological mengijinkan penyemprotan
untuk ditargetkan ke rumah jika resiko transmisi di tempat tersebut merupakan
yang paling tinggi, seperti lokasi dekat tempat berkembangbiak utama nyamuk
itu.
Beberapa
kriteria untuk aplikasi pengendalian selektif malaria dengan indoor residual spraying: hal yang perlu
dipertimbangkan dalam indoor residual
spraying adalah potensi terjadinya resistensi terhadap insektisida dan
kerusakan lingkungan. Cara ini hanya direkomendasikan bagi area/daerah yang
benar-benar memiliki prioritas tinggi untuk dilakukan indoor residual spraying.
Pada tempat di
mana dilakukan indoor residual spraying,
maka area harus tergambar jelas mana yang harus dicakup dan frekuensi serta
waktu aplikasi harus ditentukan dengan baik dan benar. Ketika suatu penyemprotan
dilakukan, maka harus ada kriteria yang jelas untuk selang waktu tertentu baru
kemudian dapat dilakukan pengembangan penyemprotan di area baru, untuk
keberlanjutan penyemprotan dan untuk mengatur jarak waktu penyemprotan. Program
penyemprotan juga harus benar-benar cost-effective.
Ukuran area
yang akan disemprot harus cukup besar untuk mencakup seluruh wilayah yang
terkena dampak. Ruang penyemprotan harus diulang 2-4 kali pada interval dari
3-5 hari dalam jangka waktu 1 hingga 2 minggu, dimulai segera setelah wabah
dinyatakan. Ruang penyemprotan harus dilakukan secara menyeluruh di bawah
pengawasan teknis ketat dalam hal dosis, ukuran partikel dan kepadatan. Ruang
penyemprotan harus dilakukan bila nyamuk dewasa aktif, yaitu dalam waktu
sebelum tengah hari. Ruang penyemprotan harus diarahkan atau dipusatkan di
dalam ruangan.
Banyak vektor
malaria adalah endophilic,
beristirahat di dalam rumah setelah mengambil makan darah. Nyamuk ini
sangat rentan terhadap kontrol melalui penyemprotan residu dalam ruangan
(IRS). Seperti namanya, IRS melibatkan lapisan dinding dan permukaan lain
dari sebuah rumah dengan sisa insektisida. Selama beberapa bulan,
insektisida akan membunuh nyamuk dan serangga lain yang datang dalam kontak
dengan permukaan ini. IRS tidak secara langsung mencegah orang dari gigitan
nyamuk. Sebaliknya, biasanya membunuh nyamuk setelah mereka makan, jika
mereka datang untuk beristirahat di permukaan yang telah disemprot, sehingga
IRS mencegah penularan infeksi ke orang lain. Agar efektif, IRS harus
diterapkan pada proporsi yang sangat tinggi dari rumah tangga di suatu daerah
(biasanya> 70%).
IRS dengan DDT
dan dieldrin adalah metode pengendalian malaria utama yang digunakan selama
Kampanye Pemberantasan Malaria Global (1955-1969). Keberhasilan IRS dalam
mengurangi kasus malaria di Afrika Selatan lebih dari 80% telah menghidupkan
kembali minat pada alat pencegahan malaria ini. Hal ini juga menyulut kembali
perdebatan mengenai mungkin atau tidak DDT harus memiliki tempat dalam
pengendalian malaria. Dengan dukungan dari Global Fund untuk memerangi
AIDS, Tuberkulosis dan Malaria serta Presiden Malaria Initiative, beberapa
negara telah memulai program IRS-banyak menggunakan DDT di gudang
mereka-insektisida untuk pengendalian malaria.
Metode ini menggunakan aplikasi residual
insektisida (secara aktif melawan insekta dewasa). Cara ini suitable untuk
vektor yang memiliki waktu istirahat cukup panjang pada tempat peristirahatan.
Pada pengendalian malaria, metode ini dilakukan indoor. Residual spraying menggunakan
hand-compression
sprayer atau knapsack motorised sprayer yang diaplikasikan saat malam atau pagi
hari (Suwasono, 1997).
5. Pengendalian malaria dengan
perundang-undangan/kebijakan
Salah satu kebijakan tentang malaria adalah Keputusan Menteri Kesehatan
RI NO 293 Tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria. Eliminasi malaria adalah
suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah
geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah
tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan
kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Eliminasi Malaria
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor,
organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi Malaria
dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau
atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang
didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Program
pengendalian malaria secara terpadu meliputi:
1. Pengendalian
biologi yaitu dengan penebaran
ikan dan Bacillus thuringiensis serta predator larva lainnya
2. Pengendalian
fisik dapat berupa penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air, pengeringan
sawah secara berkala setidaknya setiap dua minggu sekali dan pemasangan kawat
kasa pada jendela
3. Pengendalian
kimia dapat menggunakan kelambu
berinsektisida, indoor residual spray,
repellent, insektisida rumah tangga dan penaburan larvasida
4. Pengendalian
dengan pola tanam diantaranya yaitu dengan memilih pola tanam padi dan palawija karena kedua jenis
komoditi ini mempunyai hama dan penyakitnya yang berbeda. Apabila kedua tanaman
ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam, akan menekan populasi hama
dan vektor malaria.
5. Pengendalian
dengan perundang-undangan/ kebijakan diantaranya yaitu kebijakan eliminasi
malaria.
DAFTAR PUSTAKA
Arsin.
Andi Arsunan. 2012. Malaria di Indonesia
Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena Press. Makassar.
Harijanto, P.N. 2000.
Malaria. EGC. Jakarta.
Harminarti, Nora. 2008. Kelambu Celup Permetrin. repository.unand.ac.id/430/1/Hal_01_Permetrin_-_Judul.doc. Diakses tanggal
10 Mei 2013.
Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/1/fkm-hiswani11.pdf. Diakses tanggal 14 Mei 2013.
Kementerian
Kesehatan. Vektor Malaria dan Cara
Pengendaliannya. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Vektor_Malaria_1.pdf. Diakses tanggal 7
Mei 2013.
Kementerian
Kesehatan. 2011. Epidemiologi Malaria di
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan volume 1. Jakarta.
Marbaniati,dkk.
2010. http://polatanam.wordpress.com/2008/12/24/pengaruh-pola-tanam-terhadap-insidens-malaria-di-kabupaten-banjarnegara/. Diakses tanggal 2
Mei 2013.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010
tentang Pengendalian Vektor.
Soedarto.
1992. Entomologi kedokteran. Buku
Kedokteran ECG. Jakarta.
Suwasono,
Hadi. 1997. Berbagai Cara
Pemberantasan Larva Anopheles sp. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.
Ada beberapa solusi alami yang dapat digunakan dalam pencegahan dan menghilangkan diabetes secara total. Namun, satu-satunya aspek paling penting dari rencana pengendalian diabetes adalah mengadopsi gaya hidup sehat Kedamaian Batin, Nutrisi dan Diet Sehat, dan Latihan Fisik Reguler. Keadaan kedamaian batin dan kepuasan diri sangat penting untuk menikmati kesehatan fisik yang baik dan atas semua kesejahteraan. Kedamaian batin dan kepuasan diri adalah kondisi pikiran yang adil. Orang dengan penyakit diabetes sering menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif. Saya didiagnosis menderita diabetes pada tahun 2000. Sedang bekerja merasa sangat lelah dan mengantuk. Saya meminjam glukometer dari rekan kerja dan diuji pada 760. Segera pergi ke dokter saya dan dia memberi saya resep seperti: Insulin, Sulfonamides, tetapi saya tidak bisa mendapatkan penyembuhan daripada mengurangi rasa sakit dan menghilangkan rasa sakit lagi. Saya menemukan nama kesaksian wanita Comfort online bagaimana Dr Akhigbe menyembuhkan HIV-nya dan saya juga menghubungi dokter dan setelah saya minum obatnya seperti yang diperintahkan, saya sekarang benar-benar bebas dari diabetes oleh dokter jamu Akhigbe. Jadi pasien diabetes yang membaca kesaksian ini untuk menghubungi emailnya drrealakhigbe@gmail.com atau Nomornya +2348142454860 Ia juga menggunakan ramuan herbalnya untuk penyakit seperti: Gigitan SPIDER, SCHIZOPHRENIA, LUPUS, DEMAM BERDARAH, MALARIA, INFEKSI EKSTERNAL, UMUM DINGIN, DASAR GABUNGAN, DASAR BAYAM, GERAKAN, STROKE, STROKE TUBERKULOSIS, PENYAKIT PERUT. ECZEMA, PROGERIA, MAKAN GANGGUAN, INFEKSI RESPIRATORI RENDAH, DIABETIKA, HERPES, HIV / AIDS,; ALS, DIARRHEA KABEL, KABEL, KANKER, MENINGITIS, HEPATITIS A DAN B, THYROID, ASCEMA, PENYAKIT HARI, KABUPATEN. AUTISM, NAUSEA Muntah ATAU DIARE, PENYAKIT GINJAL, EREKSI LEMAH. MATA TWITCHING MENSTRUATION PAINFUL ATAU IRREGULAR. Akhigbe adalah pria yang baik dan dia menyembuhkan semua tubuh yang datang kepadanya. di sini adalah email drrealakhigbe@gmail.com dan Nomornya +2349010754824
BalasHapus