Selasa, 28 Januari 2014

PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA SECARA TERPADU

PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA SECARA TERPADU
oleh : Septian Julifar Syamsul Huda SKM

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia (Kemenkes RI, 2011).
Dalam rangka pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat. Di dalam GMP ditargetkan 80% penduduk terlindungi dan penderita mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Dan melalui Roll Back Malaria Partnership ditekankan kembali dukungan tersebut. Karena pentingnya penanggulangan Malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria (Kemenkes RI, 2011).
Dalam pengendalian malaria, yang ditargetkan penurunan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No 293/MENKES/SK/IV/2009. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030. Status Indonesia masih tahap pertama yaitu pada eliminasi malaria di DKI, Bali dan Barelang Binkar pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2011).
Dari tahun 2006 sampai 2009 kejadian luar biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/ kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung) dengan jumlah total penderita sebanyak 1.869 orang dengan jumlah kematian sebanyak 11 orang (Kemenkes 2011 dalam Arsin, 2012).
Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat (Kemenkes 2011 dalam Arsin, 2012).
Keadaan seperti itu perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya.

B.   Tujuan
Mengetahui cara pengendalian malaria secara terpadu





BAB II
ISI


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Vector dari penyakit ini adalah nyamuk Anopheles sp (Harijanto, 2000).
Vektor malaria adalah nyamuk Anopheles, dengan ciri khas menungging saat hinggap atau menghisap darah. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup sempurna terdiri dari telur (1-2 hari), jentik (6-8 hari), kepompong (1-2 hari) dan nyamuk (2-3 bulan). Di dalam program pemberantasan malaria yang utama dilakukan adalah pemberantasan vektor. Dalam hal ini supaya mendapatkan hasil yang maksimal, perlu didukung oleh data penunjang yang menerangkan tentang seluk-beluk vector yang berperan. Untuk menentukan metode pemberantasan yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan serta perilaku vektor yg bersangkutan.
            Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.374 tahun 2010, Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan sosial budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor dan program.

Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) :
1.    Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian.
2.    Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vector.
3.    Melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.

            Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar managemen dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga. Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1.    Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local (evidence based).
2.    Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3.    Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4.    Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Pengendalian vektor terpadu dilaksanakan secara bersama dari beberapa metode, meliputi pengendalian fisik, biologi, kimia dan pemberdayaan masyarakat (Kementerian Kesehatan). Program pengendalian malaria secara terpadu yang lebih rinci meliputi pengendalian secara biologi, fisika, kimia, dengan pengaturan pola tanam, dengan perundang-undangan/kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat (Marbaniati, 2010).

1.    Pengendalian malaria secara biologi
   
       Gambar 2.1. Ikan gambusia                               Gambar 2.2. Ikan pancax

Pengendalian biologi dapat berupa penebaran ikan dan Bacillus thuringiensis serta predator larva lainnya (Kementerian Kesehatan). beberapa agent biologis yang digunakan seperti predator misalnya pemakan jentik (Clarviyorous fish) seperti gambusia, guppy dan panchax (ikan kepala timah). Selain secara kimiawi dan secara hayati untuk pencegahan penyakit malaria dapat juga dilakukan dengan jalan pengelolaan lingkungan hidup (environmental management), yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup (environmental modification) sehingga larva nyamuk Anopheles tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, selain itu kegiatan lain mencakup pengubahan kadar garam, pembersihan tanaman air atau lumut dan lain-lain (Hiswani, 2004).
Selain itu, ada juga parasit Romanomermis iyengari. Merupakan organisme yang termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang menjadi inangnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Suwasono, 1997).

2.    Pengendalian malaria dengan pengaturan pola tanam
Gambar 2.3. Musim penenaman padi
Salah satu cara untuk menekan perkembangan penyakit malaria adalah dengan memperbaiki pola tanam. Dipilih pola tanam padi dan palawija, karena ditinjau dari strategi pengadan pangan/pakan dan usaha peningkatan pendapatan petani merupakan alternatif terbaik, terutama  dalam usaha pengendalian vektor malaria. Kedua jenis komoditi ini, yaitu padi dan palawija, mempunyai bentuk dan ekologi yang jauh berbeda, begitu pula hama dan penyakitnya. Apabila kedua tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam, akan menekan populasi hama dan vektor malaria karena habitatnya tidak sesuai dengan perkembangan populasi hama/ vektor malaria tersebut, apalagi bila ditunjang dengan cara bercocok tanam dengan teknik yang baik. Dengan demikian akan tercapai suatu keseimbangan biologi bila hama/penyakit dari kedua jenis komoditi tersebut hidup berdampingan pada batas-batas yang tidak membahayakan tanamannya sendiri.
Keseimbangan biologi ini sangat dipengaruhi oleh :
a.    Tingkat toleransi tanaman. Hal ini tergantung pada hubungan antara tanaman dengan hama dan penyakit yang berpengaruh terhadap kepekaan atau ketahanan tanaman. Hal-hal tersebut antara lain : varietas, cara bercocok tanam, rotasi, pola tanam dan musim claim setahun.
b.    Penanaman padi atau satu jenis tanaman terus-menerus sepanjang tahun akan menyebabkan terjadinya serangan hama dan penyakit malaria yang cukup berat. Hal ini disebabkan karena keadaan ekologi, habitat dan tersedianya cukup makanan bagi hama/vektor sehingga mendorong perkembangan populasi hama dan vektor penyakit tersebut.
c.    Penggunaan pestisida yang tidak terkendali; akan menyebabkan serangan hama/penyakit lain yang tadinya bukan merupakan hama. Hal ini karena predator dan parasit yang menjaga keseimbangan alam ikut termusnahkan. Belum lagi persoalan pencemaran lingkungan makin banyak di Tahun Kasus Annual Parasite Incidence PELITA I 1972 (Marbaniati, 2010).

3.    Pengendalian malaria secara fisik.
Pengendalian fisik dapat berupa penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air, pengeringan sawah secara berkala setidaknya setiap dua minggu sekali dan pemasangan kawat kasa pada jendela (Kementerian Kesehatan).

4.    Pengendalian malaria secara kimia
Pengendalian kimia dapat menggunakan kelambu berinsektisida, indoor residual spray, repellent, insektisida rumah tangga dan penaburan larvasida (Kementerian Kesehatan).
a.    Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan cara menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET (N,N-diethyl-mtoluamide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan membranous (Soedarto, 1992).
b.    Penaburan Larvasida
Pemberantasan nyamuk Anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk, yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen, temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk (Hiswani, 2004).
c.    Kelambu berinsektisida/ LLINs
Menurut WHO dalam Guideline for Laboratory and Field Testing of LLINs adalah kelambu  berinsektisida  (kelambu yang sudah dilapisi racun serangga) buatan pabrik yang diharapkan dapat mempertahankan aktifitas biologi sampai jumlah minimum dari standar WHO untuk pencucian, dan periode waktu minimum di bawah  kondisi lapangan. LLINs diharapkan dapat mempertahankan aktifitas biologinya minimal 20 kali pencucian menurut standart WHO di bawah kondisi Laboratorium dan tiga yang direkomendasikan penggunaannya dalam kondisi  lapangan. Bahan dasar pembuatan kelambu LLINs yang beredar di Indonesia terdiri dari  dua jenis, yaitu polyester dan polyethylene.

1)    Bentuk dan Ukuran
 
Gambar 2.4. kelambu berinsektisida

Bentuk kelambu yang umum digunakan adalah empat persegi panjang. Ukurannya bervariasi tergantung jumlah pemakainya. Banyak program yang menggunakan model dan ukuran buatan Thailand karena harganya yang relatif murah. Ukuran singel adalah 8,76 m2, double 10,20 m2; family 11,64 m2 dan X-family 14,52 m2. Ukuran kelambu bervariasi antara negara yang satu dengan lainnya tergantung ukuran, model  tempat tidur dan kasur.
2)    Bahan Kelambu
Bahan yang biasa dipakai untuk kelambu adalah nilon, poliester, katun dan politen. Politen jarang digunakan karena mudah terbakar sehingga kurang aman penggunaannya. Kelambu celup permetrin dari bahan poliester dan nilon mempunyai daya bunuh nyamuk anophelini yang lebih tinggi dibandingkan dari katun yang di beri dosis yang sama. Umumnya kelambu berwarna putih, tapi warna lain kadang-kadang lebih disukai terutama warna-warna yang tidak cepat memperlihatkan kotor.

3)    Ukuran dan Jumlah Lubang
Lubang-lubang (mesh) pada kelambu selain berperan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kelambu juga berperan sebagai penghalang fisik bagi nyamuk agar tidak masuk ke dalam kelambu. Ukuran lubang pada kelambu harus disesuaikan agar nyamuk tidak dapat lolos masuk. Ukuran lubang yang disarankan adalah 1,2 – 1,5 mm dengan jumlah lubang 5-6 setiap 1 cm. Ukuran lubang kurang dari 1,2 mm menyebabkan sirkulasi udara di dalam kelambu tidak baik, sedangkan bila lebih besar dari 1,5 mm dapat menyebabkan nyamuk masuk, apalagi bila konsentrasi insektisida yang digunakan tidak tepat.
Insektisida yang paling umum digunakan sebagai bahan pencelup kelambu adalah dari golongan piretroid sintetik. Beberapa jenis grup insektisida piretroid sintetik yang sering digunakan sebagai bahan pencelup kelambu adalah: permetrin, lamda sihalotrin, sipermetrin, deltametrin, pirimiposmetil dan alpa-metrin. Insektisida golongan piretroid sintetik efek residunya tahan sampai 6 bulan pada kelambu yang tidak dicuci dan aman bagi pencelup dan penggunanya. Piretroid sintetik diketahui mempunyai dua efek terhadap serangga yaitu dapat membunuh serangga dengan cepat dan mengganggu susunan sarafnya sehingga menyebabkan kelumpuhan.
Piretroid sintetik yang biasa dipro-duksi dapat dalam bentuk emulsifiable concentrate (ECs), wettable powder (WP) dan suspension concentrate (SC). Dari ke-tiga jenis formula tersebut, jenis ECs adalah yang paling sering digunakan sebagai bahan pencelup kelambu. Formula ini akan membentuk emulsi bila di campur dengan air. Selain itu formula ECs mempunyai sifat adhesi yang baik terhadap bahan kelambu dan tidak menyebabkan timbulnya residu yang berbentuk bubuk.
Untuk menilai toksisitas dan keamanan kelambu yang di celup insektisida, perlu dibedakan antara keamanan bagi orang yang tidur di bawah kelambu dan keamanan bagi orang yang mencelup kelambu dengan insektisida. Mengingat pencelupan kelambu sering dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman, perhatian harus diberikan terhadap resiko bila bekerja dengan ECs. Dianjurkan menggunakan sarung tangan dan usaha pencegahan lain agar emulsi tidak menciprati kulit atau mata.
Beberapa piretroid seperti delta-metrin dan lamda sihalotrin dapat menye-babkan sensitisasi pada kulit dan mukosa. Jika kelambu celup telah kering dan pelarut insektisida telah menguap, biasa-nya kelambu aman digunakan.
Penelitian yang dilakukan Miller dkk, terhadap penggunaan kelambu celup insektisida piretroid menunjukkan tidak ada efek samping yang bermakna pada kelompok orang-orang yang tidur dengan kelambu celup. Dari 216 hanya 4,5% yang memperlihatkan keluhan yaitu dua orang merasa sesak napas, empat orang pusing-pusing, dan empat orang mual-mual.
Pemakaian insektisida yang terus-menerus dalam waktu lama dan pemakaian yang luas dapat menyebabkan timbulnya resistensi. Kemungkinan resis-tensi juga dapat terjadi pada kelambu celup permetrin, walaupun bukti terhadap resistensi nyamuk anophelini terhadap piretroid biasanya kurang kuat.
4)    Daya Tahan
Nilon, poliester dan politen dengan kualitas baik (dari benang yang tebal dan kuat) lebih tahan dari katun. Kelambu de-ngan denier 100 (menunjukkan berat yang mengacu pada kekuatan) lebih tahan robek. Kelambu dengan denier yang lebih rendah lebih cepat rusak.

5)    Teknik Pencelupan Kelambu  
Teknik pencelupan kelambu berhubungan dengan keadaan lokal pada waktu melakukan pencelupan kelambu dan orang-orang yang melakukannya. Ada beberapa teknik pencelupan kelambu, pada dasarnya sebagai berikut:
a)      Gunakan kelambu yang betul-betul bersih.
b)      Hitung luas kelambu yang akan dice-lup.
c)      Hitung jumlah air yang diperlukan un-tuk merendam kelambu yang disesuai-kan dengan ukuran dan bahan kelambu.
d)      Campur insektisida dengan air sehingga didapat konsentrasi larutan insektisida yang diinginkan.
e)      Rendam kelambu dengan cara ditekan-tekan sampai larutan insektisida terse-rap seluruhnya oleh kelambu.
f)       Keringkan kelambu dengan posisi horizontal untuk mencegah mengalir-nya cairan yang telah terserap oleh kelambu.
g)      Setelah hampir kering, kelambu dapat di gantung pada tempat yang teduh sampai benar-benar kering.
h)      Kelambu yang telah kering kemudian langsung di gantung di atas tempat tidur.
6)    Efek kelambu celup terhadap  vektor
Efek kelambu celup terhadap vektor berhubungan dengan dosis efektif insektisida pada kelambu. Dosis efektif merupakan kuantitas bahan aktif insektisida per luas permukaan bahan kelambu yang dapat memberi efek repelen, iritan atau efek bunuh terhadap serangga. Dosis efektif dipengaruhi oleh :
1.    Dosis target (g/m2).
2.    Bahan kelambu (komposisi serat, kete-balan, berat, struktur dan jumlah serat per cm2, dll).


3.    Formula insektisida; dan
4.    Metoda pencelupan.
Penelitian laboratorium yang dilakukan Hossain dkk terhadap nyamuk uji Anopheles gambiae yang dipapar dengan kelambu celup permetrin berdosis 0,4 gr/m2 menunjukkan hasil semua nyamuk masih bertahan hidup. Tetapi ketika dosisnya ditingkatkan sampai 5 gr/m2 seluruh nyamuk uji mati. Pada nyamuk Aedes aegypti, dosis 2,5 gr/m2 memberikan hasil lebih dari 50% nyamuk mati. Hossain dkk juga menyimpulkan bahwa nyamuk Aedes aegypti lebih rentan terhadap kelambu celup permetrin dari pada Anopheles gambiae yang lebih rentan dari pada Culex quinque fasciatus.
Penelitian yang dilakukan Sutjah-jono dkk menunjukkan bahwa efek residu permetrin 500 mg/m2 pada kelambu nilon masih efektif setelah 6 bulan digantung pada gubuk percobaan. Masa aktivitas residu dipengaruhi oleh penggunaan apakah secara terus-menerus atau jarang dan adanya debu. Charlwood dkk pada penelitiannya di Papua New Guinea dengan mengumpulkan nyamuk selama 25 malam berturut-turut sebelum pemakaian kelambu permetrin dan 21 malam setelah pemakaian mendapatkan hasil bahwa setelah pemakaian kelambu celup permetrin, populasi gigitan Anopheles farauti menurun dari rata-rata 689 menjadi 483 per orang-malam dan siklus peletakan telur (oviposition) menjadi tidak teratur, walaupun kemampuan bertahan hidup tidak secara bermakna dipengaruhi.
Kerentanan terhadap insektisida dan prilaku nyamuk (waktu dan tempat menggigit/menghisap darah (indoor/outdoor), antropofilik/zoofilik dan tempat istirahat dapat mempengaruhi keberhasilan kelambu celup dalam memberi perlindungan terhadap gigitan nyamuk atau dalam menurunkan insiden atau morbiditas penyakit.
7)    Aspek epidemiologi kelambu celup
Secara epidemiologi, kelambu celup permetrin menurunkan episode klinik malaria, densitas parasitemia, insiden dan prevalensi malaria dan kematian anak yang berumur di bawah lima tahun. Keuntungan lain penggunaan kelambu ini adalah perlindungan dari gigitan organisme lain seperti kalajeng-king, centipedes, beetles, ticks dan lalat. Penelitian di Afrika dan Asia telah menunjukkan bahwa kelambu celup permetrin dapat menurunkan angka masuk rumah, menghisap darah, istirahat dan sporozoit dari nyamuk Anopheles dan meningkatkan angka kematian dan pengusiran nyamuk. Penelitian di Republik Benin menunjukkan bahwa pemakaian kelambu celup permetrin menurunkan risiko episode demam sampai 34% pada anak-anak yang tinggal di area malaria.
Meskipun kelambu celup dapat mengurangi insiden dan mortalitas malaria pada beberapa daerah endemi malaria, beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa di daerah malaria dengan endemisitas yang lebih tinggi (hiperendemi dan holo-endemi) penggunaan kelambu celup memberikan hasil yang berbeda.
Kurang berperannya penggunaan kelambu celup pada daerah malaria dengan transmisi yang tinggi mungkin berhubungan dengan kapasitas vektor, yaitu terdapat perubahan besar pada kapasitas vektornya, sehingga kelambu celup hanya memberikan efek yang kecil. Berdasarkan hal tersebut, penanggulangan malaria di daerah endemi malaria dengan transmisi tinggi selain dengan melakukan penanggulangan vektor juga perlu dikombinasi dengan cara lain misalnya dengan pengobatan terhadap penderita.
Perlu pengorganisasian yang baik dengan mengikutsertakan peran masyarakat secara langsung agar program pengendalian malaria dengan strategi kelambu celup berhasil. Adanya petugas kesehatan dan lembaga kesehatan masyarakat merupakan kunci keberhasilan program penggunaan kelambu celup. Pemuka masyarakat, pemimpin sekolah dan organisasi pekerja sosial dapat dijadikan sukarelawan untuk memotivasi masyarakat berpartisipasi dalam program pengendalian malaria (Harminarti, 2008).
d.    Indoor Residual Spraying  (IRS)
Gambar 2.5. kegiatan indoor residual spraying

Pengendalian vektor yang tidak selektif, seperti penggunaan DDT dan obat pembasmi serangga lain, bukan lagi merupakan strategi yang direkomendasikan. Dengan adanya keuangan dan sumber daya manusia, dikombinasikan dengan potensi resistensi vektor dan kepedulian terhadap lingkungan, penyemprotan residual dalam rumah harus digunakan hanya di dalam situasi yang khusus atau saat risiko tinggi. DDT sedang dihapus bertahap oleh karena penggunaan tersebar luas di lingkungan, dan menghasilkan tekanan ekonomi dan politis.

Indikator epidemiologi digunakan untuk memutuskan apakah penerapan penyemprotan residual dalam rumah harus ditinjau kembali untuk dipertimbangkan pola  transmisi, yang bervariasi pada waktu dan area yang berbeda. Lokasi utama yang dijadikan perimbangan untuk penyemprotan adalah pada unit operasional  yang sekecil mungkin, dengan target penyemprotan kondisinya baik. Ukuran-ukuran untuk memutuskan apakah untuk start atau stop operasi penyemprotan adalah juga diperlukan. Suatu analisa informasi epidemiological mengijinkan penyemprotan untuk ditargetkan ke rumah jika resiko transmisi di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi, seperti lokasi dekat tempat berkembangbiak utama nyamuk itu.
Beberapa kriteria untuk aplikasi pengendalian selektif malaria dengan indoor residual spraying: hal yang perlu dipertimbangkan dalam indoor residual spraying adalah potensi terjadinya resistensi terhadap insektisida dan kerusakan lingkungan. Cara ini hanya direkomendasikan bagi area/daerah yang benar-benar memiliki prioritas tinggi untuk dilakukan indoor residual spraying.
Pada tempat di mana dilakukan indoor residual spraying, maka area harus tergambar jelas mana yang harus dicakup dan frekuensi serta waktu aplikasi harus ditentukan dengan baik dan benar. Ketika suatu penyemprotan dilakukan, maka harus ada kriteria yang jelas untuk selang waktu tertentu baru kemudian dapat dilakukan pengembangan penyemprotan di area baru, untuk keberlanjutan penyemprotan dan untuk mengatur jarak waktu penyemprotan. Program penyemprotan juga harus benar-benar cost-effective.
Ukuran area yang akan disemprot harus cukup besar untuk mencakup seluruh wilayah yang terkena dampak. Ruang penyemprotan harus diulang 2-4 kali pada interval dari 3-5 hari dalam jangka waktu 1 hingga 2 minggu, dimulai segera setelah wabah dinyatakan. Ruang penyemprotan harus dilakukan secara menyeluruh di bawah pengawasan teknis ketat dalam hal dosis, ukuran partikel dan kepadatan. Ruang penyemprotan harus dilakukan bila nyamuk dewasa aktif, yaitu dalam waktu sebelum tengah hari. Ruang penyemprotan harus diarahkan atau dipusatkan di dalam ruangan.
Banyak vektor malaria adalah endophilic, beristirahat di dalam rumah setelah mengambil makan darah. Nyamuk ini sangat rentan terhadap kontrol melalui penyemprotan residu dalam ruangan (IRS). Seperti namanya, IRS melibatkan lapisan dinding dan permukaan lain dari sebuah rumah dengan sisa insektisida. Selama beberapa bulan, insektisida akan membunuh nyamuk dan serangga lain yang datang dalam kontak dengan permukaan ini. IRS tidak secara langsung mencegah orang dari gigitan nyamuk. Sebaliknya, biasanya membunuh nyamuk setelah mereka makan, jika mereka datang untuk beristirahat di permukaan yang telah disemprot, sehingga IRS mencegah penularan infeksi ke orang lain. Agar efektif, IRS harus diterapkan pada proporsi yang sangat tinggi dari rumah tangga di suatu daerah (biasanya> 70%).
IRS dengan DDT dan dieldrin adalah metode pengendalian malaria utama yang digunakan selama Kampanye Pemberantasan Malaria Global (1955-1969).  Keberhasilan IRS dalam mengurangi kasus malaria di Afrika Selatan lebih dari 80% telah menghidupkan kembali minat pada alat pencegahan malaria ini. Hal ini juga menyulut kembali perdebatan mengenai mungkin atau tidak DDT harus memiliki tempat dalam pengendalian malaria. Dengan dukungan dari Global Fund untuk memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria serta Presiden Malaria Initiative, beberapa negara telah memulai program IRS-banyak menggunakan DDT di gudang mereka-insektisida untuk pengendalian malaria.

Metode ini menggunakan aplikasi residual insektisida (secara aktif melawan insekta dewasa). Cara ini suitable untuk vektor yang memiliki waktu istirahat cukup panjang pada tempat peristirahatan. Pada pengendalian malaria, metode ini dilakukan indoor. Residual spraying menggunakan hand-compression sprayer atau knapsack motorised sprayer yang diaplikasikan saat malam atau pagi hari (Suwasono, 1997).

5.    Pengendalian malaria dengan perundang-undangan/kebijakan
Salah satu kebijakan tentang malaria adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI NO 293 Tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria. Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.







BAB III
PENUTUP


Simpulan
Program pengendalian malaria secara terpadu meliputi:
1.    Pengendalian biologi yaitu dengan penebaran ikan dan Bacillus thuringiensis serta predator larva lainnya
2.    Pengendalian fisik dapat berupa penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air, pengeringan sawah secara berkala setidaknya setiap dua minggu sekali dan pemasangan kawat kasa pada jendela
3.    Pengendalian kimia dapat menggunakan kelambu berinsektisida, indoor residual spray, repellent, insektisida rumah tangga dan penaburan larvasida
4.    Pengendalian dengan pola tanam diantaranya yaitu dengan memilih pola tanam padi dan palawija karena kedua jenis komoditi ini mempunyai hama dan penyakitnya yang berbeda. Apabila kedua tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam, akan menekan populasi hama dan vektor malaria.
5.    Pengendalian dengan perundang-undangan/ kebijakan diantaranya yaitu kebijakan eliminasi malaria.








DAFTAR PUSTAKA

Arsin. Andi Arsunan. 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena Press. Makassar.

Harijanto, P.N. 2000. Malaria. EGC. Jakarta.

Harminarti, Nora. 2008. Kelambu Celup Permetrin. repository.unand.ac.id/430/1/Hal_01_Permetrin_-_Judul.doc. Diakses tanggal 10 Mei 2013.

Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/1/fkm-hiswani11.pdf. Diakses  tanggal 14 Mei 2013.

Kementerian Kesehatan. Vektor Malaria dan Cara Pengendaliannya. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Vektor_Malaria_1.pdf. Diakses tanggal 7 Mei 2013.

Kementerian Kesehatan. 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan volume 1. Jakarta.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.

Soedarto. 1992. Entomologi kedokteran. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.

Suwasono, Hadi. 1997. Berbagai Cara Pemberantasan Larva Anopheles sp. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.



1 komentar:

  1. Ada beberapa solusi alami yang dapat digunakan dalam pencegahan dan menghilangkan diabetes secara total. Namun, satu-satunya aspek paling penting dari rencana pengendalian diabetes adalah mengadopsi gaya hidup sehat Kedamaian Batin, Nutrisi dan Diet Sehat, dan Latihan Fisik Reguler. Keadaan kedamaian batin dan kepuasan diri sangat penting untuk menikmati kesehatan fisik yang baik dan atas semua kesejahteraan. Kedamaian batin dan kepuasan diri adalah kondisi pikiran yang adil. Orang dengan penyakit diabetes sering menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif. Saya didiagnosis menderita diabetes pada tahun 2000. Sedang bekerja merasa sangat lelah dan mengantuk. Saya meminjam glukometer dari rekan kerja dan diuji pada 760. Segera pergi ke dokter saya dan dia memberi saya resep seperti: Insulin, Sulfonamides, tetapi saya tidak bisa mendapatkan penyembuhan daripada mengurangi rasa sakit dan menghilangkan rasa sakit lagi. Saya menemukan nama kesaksian wanita Comfort online bagaimana Dr Akhigbe menyembuhkan HIV-nya dan saya juga menghubungi dokter dan setelah saya minum obatnya seperti yang diperintahkan, saya sekarang benar-benar bebas dari diabetes oleh dokter jamu Akhigbe. Jadi pasien diabetes yang membaca kesaksian ini untuk menghubungi emailnya drrealakhigbe@gmail.com atau Nomornya +2348142454860 Ia juga menggunakan ramuan herbalnya untuk penyakit seperti: Gigitan SPIDER, SCHIZOPHRENIA, LUPUS, DEMAM BERDARAH, MALARIA, INFEKSI EKSTERNAL, UMUM DINGIN, DASAR GABUNGAN, DASAR BAYAM, GERAKAN, STROKE, STROKE TUBERKULOSIS, PENYAKIT PERUT. ECZEMA, PROGERIA, MAKAN GANGGUAN, INFEKSI RESPIRATORI RENDAH, DIABETIKA, HERPES, HIV / AIDS,; ALS, DIARRHEA KABEL, KABEL, KANKER, MENINGITIS, HEPATITIS A DAN B, THYROID, ASCEMA, PENYAKIT HARI, KABUPATEN. AUTISM, NAUSEA Muntah ATAU DIARE, PENYAKIT GINJAL, EREKSI LEMAH. MATA TWITCHING MENSTRUATION PAINFUL ATAU IRREGULAR. Akhigbe adalah pria yang baik dan dia menyembuhkan semua tubuh yang datang kepadanya. di sini adalah email drrealakhigbe@gmail.com dan Nomornya +2349010754824

    BalasHapus