Senin, 31 Maret 2014

TAHAPAN ANALISIS KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS

TAHAPAN ANALISIS KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS
1.       Problem Structure
A.      Pencarian Masalah
AKI di Indonesia masih tinggi,menurut data SKDI tahun 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup demikian pula angka kematian bayi juga masih cukup tinggi yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup. Penduduk Indonesia pun menurut data SKDI tahun 2002 – 2003  masih mempunyai umur harapan hidup rata – rata adalah 66 tahun baik laki – laki maupun perempuan.Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa masalah –masalah kesehatan yang ada di masyarakat terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak ternyata masih cukup tinggi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pelayanan kesehatan di masyarakat perlu terus ditingkatkan baik yang bersikap kuratif maupun promotif dan preventif serta rehabilitatif.
B.      Pendefisian Masalah
1.       What : Masalah yang terjadi adalah peningkatan peran serta puskesmas dalam upaya peningkatan dalam kuratif,promotif dan preventif,serta rehabilitatif.
2.       When : 2002/2003
3.       Where : Indonesia
4.       Why : Angka kematian yang masih tinggi
5.       How : Belum adanya peningkatan peran serta puskesmas
C.      Spesifikasi masalah
Kenaikan Angka kematian ibu dan anak yang masih cukup tinggi untuk beberapa tahun ke depan
D.      Pengenalan Masalah
1.       Ruang lingkup
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat yang menjelaskan bahwa puskesmas mempunyai 3 fungsi yaitu : 1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, 2. Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat,3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
2.       Dalam pelaksanaannya puskesmas masih menghadapai permasalahan antara lain: 1. Kegiatan yang di laksanakan puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat tetapi lebih berorientasi pada pelayanan kuratif bagi pasien yang datang ke puskesmas. 2. Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini puskesmas kurang berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan masalah dan rasa memiliki puskesmas serta belum mampu mendorong kontribusi sumber daya dari masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
3.       Cara Penyelesaian masalah
Didasari bahwa untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan salah satu azas penyelenggaraan puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat, artinya puskesmas wajib menggerakkan dan memberdayakan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, upaya promosi kesehatan puskesmas membantu masyarakat agar mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2.       Forecasting
A.      Resistensi Kebijakan
Partisipasi dari masyarakat kurang dalam menjalankan program – program yang ada di puskesmas.
B.      Konsekuensi Kebijakan
(+) Masyarakat lebih berperan aktif dalam program puskesmas
(-) Kurangnya animo dari masyarakat
C.      Trade off kebijakan
Pihak yang diuntungkan dari adanya kebijakan ini adalah Masyarakat yang sangat berperan aktif dari program – program yang diberikan oleh puskesmas,dan dari pihak puskesmas juga diuntungkan dapat dibantu oleh masyarakat setempat.
Pihak yang dirugikan adalah pemerintah karena banyaknya pengeluaran anggaran kesehatan untuk bidang promosi dan kegiatan – kegiatan yang bersifat pada pengembangan program puskesmas
3.       Rekomendasi Kebijakan
Kebijakan yang akan dilakukan harus bisa membangun kemitraan pada pihak – pihak yang terkati,seperti elemen masyarakat,pimpinan daerah setempat dana sebagainya.
4.       Monitoring Hasil Kebijakan
Monitoring Kebijakan Pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas berdasarkan  Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/ 2004. Kebijakan dimaksud juga didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman pelaksanaaan promosi kesehatan di daerah
5.       Evaluasi Kinerja Kebijakan
a.       Efektivitas
Hasil yang diinginkan dari tujuan kebijakan ini adalah meningkatnya peran serta masyarakat agar bisa melaksanakan program – program dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
b.      Efisiensi
Berdasarkan analisis dibutuhkan tenaga profesional penyuluh kesehatan masyarakat untuk mengelola promosi kesehatan di puskesmas secara profesional dan mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif dan preventif. Serta biaya yang dirasa sangat sulit ditentukan standarnya.
c.       Kecukupan
Berdasarkan alternatif program – program promosi kesehatan di puskesmas,sangat membantu untuk perubahan sikap dan perilaku masyarakat.
d.      Pemerataan
Pelaksanaan program promosi kesehatan mempunyai manfaat dan memerlukan biaya yang berbeda disetiap kelompoknya.
e.      Responsivitas
Kebijakan pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas memberikan manfaat dan hasil bukan hanya kepada beberapa kalangan / kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga diperuntukkan bagi seluruh masyarakat.s
f.        Ketepatan/kelayakan

Tujuan Kebijakan pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan Promosi kesehatan di daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,oleh,dan untuk bersama masyarakat , agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Selasa, 28 Januari 2014

Nematoda Darah dan Jaringan

Nematoda Darah dan Jaringan
Oleh : Septian Julifar Syamsul Huda SKM
BAB 1
                                                               PENDAHULUAN
                                                                             
A.    Latar belakang
Nematode yang hidup sebagai parasit di dalam darah dan jaringan dapat di bagi menjadi 3 golongan: (1) cacing filaria dan cacing dracunculus .(2) invasi larva migrans di dalam kulit, jaringan di bawah kulit dan alat-alat dalam oleh larva nematode dan (3) parasit yang jarang terdapat, di dalam jaringan hati, ginjal, paru-paru, mata dan subkutis.
Cacing Filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filarial  yang paling sering  mengeinfeksi manusia adalah Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori  (di Indonesia), dan Onchocerca volvulus. Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan jaringan dalam. Cacing betina mengeluarkan microfilaria (prelarva) yang masih mempunyai selaput telur (sarung) atau selaput terlepas (tidak bersarung). Mikrofilaria ini sangat aktif, bentuknya seperti benang dan ditemukan dalam darah perifer atau jaringan kulit.
Cara filaria menginfeksi manusia yaitu melalui gigitan vector Arthopoda. Misalnya nyamuk. Vektor ini menjadi infektif karena menelan mikrofilia yang berada dalam darah mamalia. Setiap spesies filaria  mempunyai pola siklus hidup yang kompleks. Infeksi pada manusia terjadi apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka waktu lama. Setelah terjadi pemaparan, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk terjadinya perubahan patologis nyata pada manusia.
Berdasarkan keberadaan mikrofilaria dalam sistem sirkulasi, tiap spesies mempunyai periodisitas. Bila mikrofilaria berada dalam darah pada malam hari disebut periodisitas nokturna. Microfilaria yang berada dalam darah pada siang hari disebut periodisitas diurnal. Beberapa spesies parasit bersifat nonperiodik karena microfilaria berada dalam jumlah yang tetap pada malam hari dan siang hari (Onggowaluyo, Samidjo Jangkung,2001).  


B.     Tujuan

1.      Mengetahui pengertian nematoda jaringan dan darah
2.      Mengetahui klasifikasi nematoda jaringan dan darah
  1. Mengetahui epidemologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
  2. Mengetahui morfologi, siklus hidup nematoda  jaringan dan darah
  3. Mengetahui diagnosis nematoda jaringan dan darah
  4. Mengetahui patologi dan gejala klinis nematoda  jaringan dan darah
  5. Mengetahui pencegahan, pengobatan dan pengendalian nematoda jaringan dan darah















BAB II
ISI

1. Wuchereria branchofti (filarial worm)
Description: w,brancrofti
A.Klasifikasi
Phylum            : Nemathelminthes
Class                : Nematoda
Subclass          : Secernemtea
Ordo                : Spirurida
Super famili     : Onchocercidae
Genus              : Wuchereria
Species            : Wuchereria Bancrofti
B.     Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia dapat ditemukan di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik selatan. Di belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Penyakit ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari Afrika melalui kota Charleston, Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi filiariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi daripada di desa-desa besar karena vector terpenting ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin, terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk, mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk asli.
Vektor utama di belahan Barat Dunia ialah Culex quinquefasciatus (=fatigans) dan di Pasifik Selatan Aedes polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefasciatus menggigit pada malam hari dan hidup di rumah dan di daerah kota, sedangkan nyamuk Aedes polynesiensis menggigit pada siang hari dan hidup di luar rumah dan di daerah hutan. Sekurang-kurangnya 48 spesies nyamuk termasuk Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia, merupakan vektor alami atau vektor percobaan
  Pemberian nama W. pacifica untuk filarial nonperiodik di daerah Pasifik Selatan oleh Manson-Bahr menimbulkan keraguan apakah parasit ini spesies terpisah atau suatu varietas W. bancrofti. Di daerah Pasifik Selatan filariasis nonperiodik berbeda dengan yang periodik  atas dasar pembagian geografis misalnya Fiji dan Samoa terhadap Mikronesia dan Melanesia di daerah hutan dan daerah kota. Vektor Aedes polynesiensis terhadap Culex quinquefasciatus, Anopheles farautii dan A. punctulatus, dan dalam perbedaan-perbedaan kecil pada cacing dewasanya. Periodisitas tidak berubah-ubah walaupun orang yang terkena infeksi dipindahkan ke daerah nonperiodik. Juga  terdapat bahwa suatu strain C. quinquefasciatus dari Fiji yang suseptibel terhadap mikrofilaria periodik, ternyata tahan terhadap mikrofilaria nonperiodik.
C.      Morfologi 
Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing betina berukuran 90-100x0,25 mm ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor melingkar dan dilengkapi dua spikula.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8 mikron. Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi, tetapi pada waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria. Cacing ini mempunyai periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ visceral (jantung, ginjal, paru-paru dan sebagainya).
Di daerah pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal. Di Thailand terdapat mikrofilaria dengan periodisitas subperiodik nokturna.
D.    Siklus hidup
Description: w
Untuk melengkapi siklus hidupnya, W. bancrofti membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria yang terisap bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2), dan larva stadium 3 (L-3) dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki panjang 135-375 mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa perkembangannya 0,5-5,5 hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L-1, ekor pendek membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara 6,5-9,5 hari (di toraks dan kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali, kadang-kadang ditemukan di probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.
   Apabila L-3 ini masuk ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke sistem limfatik perifer dan bermigrasi ke saluran limfe distal dan akhirnya ke kelenjar limfe dan tumbuh menjadi L-4 dan L-5 (cacing betina dewasa dan jantan dewasa). Cacing betina yang sudah matang dan gravid mengeluarkan mikrofilaria dan dapat dideteksi di darah perifer dalam waktu 8-12 bulan pascainfeksi.
E.     Diagnosis
Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang berhubungan dengan vektor di daerah emdemis dan di konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam hari. Sediaan darah tetes tebal yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk menetapkan spesies filarial dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal dan halus tipis yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright.
Untuk mengetahui infeksi ringan, dilakukan dengan cara mengambil 1 ml darah tersangka yang dicampur dengan 10 cc larutan formalin 2%. Endapan darah diambil dan diperiksa langsung atau diwarnai. Disini bias diketahui densitas mikrofilaria dalam darah.
Dalam darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan mikrofilaria. Kira-kira setelah satu tahun pascainfeksi, larva menjadi cacing dewasa dan mengeluarkan mikrofilaria. Pada bulan pertama terjadi gejala filariasis yang disertai peradangan. Pada gejala ini tidak ditemukan microfilaria dalam darah. Ada kemungkinan, pada stadium lanjut setelah terjadi gejala elephantiasis, biasanya cacing dewasa dan microfilaria sudah mati. Tes intradermal dengan menggunakan antigen Dirofilaria, reaksi ikatan komplemen, hemaglutinasi, dan flokulasi juga baik untuk diagnosis bila microfilaria sulit ditemukan dalam darah. Bila mikrofilaria W. boncrofti  dapat ditemukan dalam urin penderita kiluria, mikrofilaria ini dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Mikrofilaria akan banyak ditemukan bila urin penderita banyak mengandung cairan kiluria.


F.      Patologi dan gejala klinis
Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Cacing dewasa pada stadium akut menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dan dalam waktu 10-15 tahun menjadi obstruktif. Microfilaria tidak mengakibatkan kelainan, namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult filariasis.
Patogenesis filariasis bancrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremi, stadium akut, dan kronis. Ketiga stadium ini tidak menunjukkan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang tindih. Pada stadium akut terjadi peradangan kelanjar, limfadenitis maupun limfangitis retrograd. Dalam waktu satu tahun, peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus peradang yang umum dijumpai adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya epididimitis, funikulitis, dan orkitis. Saluran sperma mengalami peradangan hingga membengkak dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri sekali. Pada stadium kronis (menahun) gejala yang sering terjadi adalah terbentuknya hidrokel. Kadang-kadang terjadi limfedema dan elephantiasis yang mengenai daerah tungkai dan lengan, payudara, testes, dan vulva yang dapat diperbaiki dengan tindakan operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi kiluria.
G.    Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Kelompok yang mudah terserang adalah umur dewasa muda, terutama yang status social ekonominya rendah. Obat DEC kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh karena itu pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.
Preparat antinom dan arsen dapat membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan dilakukan dalam waktu yang lama. Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil karbamasin sitrat (DEC).




2.      Brugia  (Wuchereria) malayi
Description: 240px-Brugia_malayi
A.    Klasifikasi
Phylum         : Nemathelminthes
Class             : Nematoda
Subclass       : Secernemtea
Ordo             : Spirurida
Super famili : Wuchereria
Genus           : Brugia
Species        :  Brugia malayi
                      Brugia timori
B.     Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan infeksi filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah distribusinya sepanjang pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama yaitu nyamuk Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam yang bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan nyamuk tersebut di atas. Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat di daerah luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat di daerah kota dan sekitarnya.
C.     Morfologi 
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula yang panjangnya tidak sama.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177-230 mikron, letak tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai 1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. Periodisitas Brugia malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan nonperiodik. 
D.    Siklus hidup
Description: Brugia_malayi_LifeCycle
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirosrtis. Brugia Malayi yang hidup pada manusia dan mamalia lainnya ditularkan oleh Mansonia sp. Brugia timori, sedangkan yang hanya hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirostris.
Kedua cacing ini mempunyai siklus hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek bila dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereri bancrofti. Masa pertumbuhan larva di dalam tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva mengalami pergantian kulit dan berkembang menjadi L-1, L-2, dan  L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa mencapai 3 bulan. Pada tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai pola hidup yang sama seperti Wuchereria bancrofti.
E.     Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dikonfirmasi dengan menemukan mikrofilaria dalam darah perifer. Pada stadium awal, belum ditemukan mikrofilaria dalam darah perifer. Untuk mengetahui potongan cacing dewasa, dapat dilakukan pemeriksaan dari bahan biopsi kelenjar limfe yang membengkak.
Untuk keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih dalam penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.
F.      Patologi dan gejala klinis
Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering tidak menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan mikrofilaria.
Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde. Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah  penderita membengkak dan mengalami limfedema. Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul dan apabila pecah akan membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya objektif filariasis limfatik.
Berbeda dengan filariasis bancrofti, filariasis brugia tidak pernah menyerang sistem limfe alat genital. Limfedema hilang sedak telah gejala peradangan tidak ada, tetapi bila terjadi serangan berulang-ulang, lama-kelamaan pembengkakan pada tungkai tidak hilang walaupun sudah terjadi peradangan. Hal ini dapat menimbulkan elefantiasis. Organ yang sering terkena adalah kelenjar limfe tungkai, ketiak, dan lengan. Kelenjar limfe inguinal jarang terkena. Elefantiasis mengenai tungkai bawah di bawah lutut dan kadang-kadang lengan di bawah siku. Alat genital dan payudara tidak pernah terkena. Penderita mengalami hidrokel, tetapi tidak pernah terjadi kiluria.
Kadang-kadang terjadi gejala alergi, berupa asma bronkial, hipereosinofilia dan adenopati.
G.    Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya lebih berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
3.      Dracunculus medinensis

A.    Klasifikasi
Phylum            : Nemathelminthes
Class                : Nematoda
Subclass          : Onchocercidae
Ordo                : Camallanidea
Super famili     : Dracunculoidea
Genus              : Dracunculus
Species            :  Dracunculus medinensis
B.     Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Parasit terdapat pada manusia di Afrika Utara, Barat dan Tengah, di daerah barat daya Asia, timur laut Amerika Utara dan Tiongkok. Di India sebelah barat terdapat presentase tinggi dari penduduk kebanyakan berumur di bawah 20 tahun, telah terkena infeksi oleh air dari sumber air minum. Pada sumber ini tidak disediakan tali atau ember, tetapi orang masuk hingga lutut atau pergelangan kaki ke dalam air sambil mengisi tempat air mereka. Pada waktu itu cacing dewasa mengeluarkan larva-larvanya Cyclops yang mengandung parasit terambil dalam air.

C. Morfologi 
Cacing dewasa berbentuk seperti tali, silindris .Betina : 500-1200 x 0,9-17 mm, usia sampai 12-18 bulan, Jantan : 12-29 x 0,4 mm ; ujung anterior membulat , posterior agak runcing & melengkung ke ventral.Larva : filiform; 750 µ.

D.   Siklus hidup
Description: dracunculus
Cacing dewasa hidup di dalam jaringan subkutis dan kulit, dan menjadi dewasa dalam 10 minggu. Seekor cacing betina dapat hidup sampai 12-18 bulan. Di dalam waktu kira-kira satu tahun cacing betina yang pindah ke jaringan subkutis tungkai, lengan, pundak dan tubuh bagian bawah yang banyak bersentuhan dengan air. Bila waktunya untuk mengeluarkan larva, bagian kepala cacing membentuk benjolan kecil pada kulit yang berindurasi, kemudian benjolan itu menjadi vesikel dan dapat menjadi ulkus. Bila permukaan ulkus terkena air maka lekuk uterus, yang telah menjulur keluar melalui bagian anterior cacingyang pecah, mengeluarkan larva yang dapat bergerak ke dalam air.
Kontak berulang dengan air menyebabkan pengeluaran larva yang berturut-turut.
Larva rabditiform yang langsing dengan ekor berbentuk benang bergerak di dalam air dan dimakan oleh suatu spesies Cyclops. Di dalam rongga badan hospes ini larva mengalmi metamorphosis menjadi bentuk infektif di dalam waktu 3 minggu. Banyak spesies Cyclops dapat menjadi hospes yagn baik. Larca yang infektif dapat bererak aktif selama bulan pertama di dalam rongga badan Cyclops lalu menjadi inaktif dan melingkar. Biasanya hanya terdapat 1-3 ekor larva, dan bila terdapat 5 ekor akan menyebabkan kematian crustacea tersebut. Lingkaran hidup menjadi lengkap bila Copepoda ini tertelan oleh hospes difinitif bersama dengan air minum. Hospes definitive mungkin manusia, binatang peliharaan atau binatang liar yang berbulu. Larva menembus dinding alat pencernaan manusia dan masuk ke dalam jaringan ikat yang lepas.


E. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan bentuk luka setempat adanya cacing dan larva. Bentuk cacing di bawah kulit dapat dilihat dengan penyinaran cahaya. Cacing yang telah mengalami perkapuran dapat ditemukan tempatnya dengan pemeriksaan sinar Rontgen. Pengeluaran larva dapat dirangsang dengan mendinginkan daerah ulkus. Reaksi kulit, dengan memakai ekstrak cacing sebagai antigen, adalah positif pada kebanyakan penderita.
F.      Patologi dan gejala klinis
Bila cacing tidak sampai pada kulit maka akan mati dan mengalami desintegrasi,diserap atau mengalami perkapuran. Adanya di dalam jaringan mesenterium dapat menerangkan gejala psedoperitoneal dan manifestasi alergi.
Bila cacing sampai pada permukaan tubuh dilepaskan zat toksin yang menimbulkan reaksi raang seempat sebagai vesikel streil angbeisi eksudat serosa. Cacing terdapat di dalam terowongan subkutis dengan bagian anterior di bawah lepuh yang mengandung cairan kuning jernih. Kelainan ini dapat tampak dengan adanya indurasi dan endema. Vesikel dapat timbul pada tiap tempat yang dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam air, biasanya pada tungkai, pergelangan kaki dan di sela-sela jari kaki, dan sangat jarang pada lengan atau tubuh. Kontaminasi lepuh yang dapat menimbulkan abses, selulitis, ulkus yang besar dan nekrosis.
Gejala-gejala mulai tepat sebelum cacing sobek. Urtikaria, eritem, sesak nafas, muntah, gatal, pusing, merupakan gejala alergi. Gejala itu timbul biasanya  pada waktu cacing sobek, tetapi kadang-kadang timbul lagi selama pengeluaran cacing. Dikarenakan zat-zat yang dikeluarkan cacing masuk ke dalam jaringan.



G.    Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Pengobatan meliputi pengeluaran atau penghancuran cacing ini. Cara kuno dengan menggulung cacing pada sebatang kayu untuk mengelluarkannya beberapa sentimeter setiap hari masih dipakai di Asia dan Afrika. Dapat terjadi radang yang hebat dan pengelupasan jaringan bila cacing patah pada usaha tersebut. Lebih baik dilakukan operais dengan anestesi prokain, membuat insisi yang luas bila tempat cacing telah diketahui dengan sinar Rontgen dan suntikan kolargol.
Tiabendazol, sebanyak 50-100 mg/kg bb setiap hari untuk 1 hari telah dikemukakan member hasil baik terhadap Dracunculus. Niridazol (Ambilhar) 30 mg/kg, per ons setiap hari untk setiap hari, dapat menghilangkan cacing secara spontan atau memudahkan mengeluarkan secara manual. Gejala samping pengobatan ini tidak  banyak atau tidak berat. Trimelarsan juga dapat dipakai dengan hasil yang baik.
Karena faktor kurangnya pendidikan maka sukar untuk memasukkan berbagai cara pencegahan di beberapa daerah. Cara-cara kebiasaan penduduk untuk membersihkan diri, memudahkan kontaminasi air dan mengakibatkan infeksi dengan Cylcops. Untuk melindungi sumber air minum, sumur dan mata air harus dikelilingi dengan pinggiran semen, dan dilarang mandi atau mencuci di dalam air tersebut. Air yang mencurigakan harus di masak dan sebaiknya mengambil persediaan dari air yang mengalir, suatu sumber yang relatif bebas Cyclops. Pemberantasan Cyclops dapat dilakukan dengan membubuhkan klor atau kupri sulfat ke dalam persediaan air. Cacing yang belum dewasa dapat dihancurkan dengan dietilkarbamazin, bila obat ini dipakai sebagai obat pencegah.

4. Onchocerca voolvulus
A.    Klasifikasi
Phylum                   : Nemathelminthes
Class                       : Nematoda
Subclass                   : Onchocercidae
Ordo                       : Spirurida
Super famili            : Filariodea                                                                                     
Genus                     : Onchocerca
Species                    :  Onchocerca voolvulus
B.     Epidemologi, Distribusi geografis dan Kondisi penyakit terkini
Tempat perindukan vector (simulium) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air sungai yang deras. Vektor ini pun jarang berpindah tempat melampaui 2-3 mil dari perairan. Manusia merupakan sumber infeksi tunggal. Lalat ini suka menggigit manusia di tempat perindukannya. Pada hari yang cerah lalat betina hanya menggigit pada waktu pagi dan sore hari, tetapi ditempat yang rindang atau bila langit berawan dia menggigit sepanjang hari. Infeksi yang menahun sering kali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh karena itu penyakit ini dikenal dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan lalat simulium atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh tubuh.
Parasit ini banyakditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai Barat Sierra Leone menyebar ke Republik Kongo, Anggola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukkan lalat Simulium. Di Ameraka Selatan terdapat di dataran tinggi Guatemala, dan bagian timur Venezuella.
Kondisi penyakit terkini ialah onkoserkosis, river blindness, blinding filariasis.
C.     Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat; melingkat satu dengan yang lainnya seperti benang kusut dalam benjolan (tumor).Cacing betina berukuran 33,5-50 cm x 270-400 mikron dan cacing jantan 19 x 42 mm x 130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih, opalesen dan transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam jaringan subkutan, kemudian microfilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari jalan ke kulit.
D.    Siklus hidup
Hospes perantara utama ialah lalat hitam genus simulium. Bila lalat simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia maka microfilaria akan terhisapoleh lalat, masuk kedalam otot toraks. Setelah 6-8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif masuk ke dalam proboscis lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan microfilaria.
E.     Diagnosis
Klinis : adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul ( leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbitis, uveitis dan adanya mikrofilaria dalam kornea.
            Parasitologik : menemukan microfilaria atau cacing dewasa dalam benjolan subkutan.
            Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam atau pisau tajam kira-kira 2 – 5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor), microfilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan untuk menunjang diagnosis onkoserkosis.
            Ultrasonografi nodul : untuk menentukan beratnya infeksi (worm burden).
            Pelacak DNA : menggunakan teknik multiplikasi DNA (polymerase Chain Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.
            Mazotti test : dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1-24 jam untuk mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.
F.      Patologi dan gejala klinik
Ada 2 tipe onkosersiasis :
         Tipe forest dimana kelainan kulit lebih dominan
         Tipe savanna dimana kelainan mata yang dominant
Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh microfilaria yang dikeluarkan oleh cacing betina dan ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi mengenai kulit dan mata. Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa merupakan benjolan-benjolan yang dikenal sebagai onkoserkoma dalam jaringan subkutan. Ukuran benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar lemon. Letak benjolan biasanya diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga, tengkorak, siku-siku, Krista iliaka lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan kosmetik.
Kedua kelainan yang ditimbulkan oleh microfilaria lebih hebat daripada cacing dewasa karena microfilaria dapat menyerang mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optic dan retina mata. Ada beberapa anggapan tentang patologi kelainan mata, yaitu : 1) reaksi mekanik atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh microfilaria hidup, 2) toksin yang dihasilkan oleh mikrofilaria mati, 3)toksin dari cacing dewasa dan 4) penderita supersinsitif terhadap parasit. Pertama-tama gejala yang timbul ialah fotopobia, lakrimasi, blefarospasmus dan sensasi dari benda asing. Reaksi radang tidak begitu hebat bila microfilaria masih hidup daripada microfilaria pada keadaan mati. Sering ditemukan limbitis dengan pigmentasi coklat. Pada kasus menahun dapat terjadi keratitis berbintik, glaukoma,  atrofi yang berakhir pada kebutaan. Pruritic dermatitis disebabkan karena gerakan microfilaria dan toksin yang dulepaskan dalam kulit. Timbul rash yang berupa lingkaran-lingkaran papel kecil-kecil. Kemudian timbul endema kulit, kulit menebal dan terjadi likenifikasi. Kulit kehilangan elastisitasnya dan menimbulkan keadaan yang disebut hanging groin.
G.    Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Pencegahan meliputi pengeluaran benjolan, meniadakan sumber infeksi, pemberantasan fektor dan melindungi orang yang suseptibel. Kombinasi pembedahan untuk mengeluarkan cacing dewasa dan menghancurkan microfilaria dengan dietilkarbamazin mengurangi daya infeksi pengandung. Selain itu dengan pemberantasan vector tergantung pada penghancuran larva didalam air dengan larvasida. Orang melindungi dirinya dengan pakaian penutup kepala dan “repellent”.
         Invermectin merupakan obat pilihan dengan dosis 150 ug/kg badan, diberikan satu atau dua kali pertahun pada pengobatan masal. Untuk pengobatan individu, diberikan pada dosis 100-150 ug/kg berat badan dan diulangi setiap dua minggu, bulan atau 3 bulan hingga mencapai dosis total 1,8 mg/kg berat badan.
         Suramin merupkan satu-satunya obat yang membunuh cacing dewasa O.volvulus teapi jarang dipakai karena penggunaanya yang relative sulit dan toksisitasnya tinggi.
5.      Loa –loa
A.    Klasifikasi                                                      
Phylum            : Nemathelminthes
Class                : Nematoda
Subclass           : Onchocercidae
Ordo                : Spirurida
Super famili     : Filariodea     
Genus              : loa
Species            :  loa-loa
B.     Epidemologi, Distribusi geografis dan Kondisi penyakit terkini
Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat ini menyerang manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih sering ditemukan pada pria dewasa.
Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain forest ) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropic bagian Barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo sendiri, Kamerun dan Nigeria bagian Selatan.
Penyakit yang ditimbulkan adalah loaiasis atau Calabar swelling (fugitive swelling).
C.     Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 - 70 x 0,5 mm dan yang jantan berukuran 30 – 34 x 0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan microfilaria yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-paru.


D.    Siklus hidup
Mikrofilarian mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron x 6-8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin, dahak, dan kadang-kadang ditemukan di dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilarian yang beredar dalam darah dihisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilarian tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan ke hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilarian.
E.     Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan microfilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subktan.
F.      Patologi dan gejala klinik
Cacing dewasa dapat ditemukan pada seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung serta menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak sehingga menggangu penglihatan. Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewsa dan menimbulkan reaksi radang yang bersifat temporer. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan noppiting dapat menjadi sebesar telur ayam. Sering tejadi di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbul secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit.
G.    Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Cara-cara untuk melindungi penduduk meliputi pemberantasan Chrysops dengan larvisida sedapat-dapatnya, menghilangkan pengandung parasit dengan pengobatan dietilkarbamazin dan melindungi orang terhadap lalat dengan kelambu, kasa kawat dan “repellent”.
Dietilkabarmasin merupakan obat utama untuk  pengobatan loaliasis selama 40 tahun ini. Dosisnya adalah 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama 14 hari. DEC membunuh microfilaria dan cacing dewasa. Pada pemberian DEC harus diperhatikan efek sampingnya. Disamping sebagai terapi, obat ini bersifat profilaksis terhadap infeksi parasit. Saat ini mulai dicoba pengobatan dengan Ivermectin.
Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan pembedahan yang dilakukan dengan seorang yang ahli.
6.      Mansonella ozzardi
Description: MANSONELLA
A. Klasifikasi
Phylum         : Nemathelminthes
Class             : Nematoda
Subclass        : Onchocercidae
Ordo             : Spirurida
Super famili : Filariodea     
Genus           : Ozzardi
Species         :  Mansonella ozzardi
BEpidemologi, Distribusi geografis dan Kondisi penyakit terkini
Di India Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan infeksi M.Ozzardi bersifat indegenus. Vektor utama filariasis ozzardi adalah Culicoides sp.
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Fillariasis ozzardi, Mansonelliasis ozzardi.
Parasit ini terdapat di daerah Amerika Tengah dan Selatan dan beberapa pulau di Hindia Barat.
C.     Morfologi
Cacing betina dewasa berukuran 6,5-8x0,2-0,25 mm,kulitnya mempunyai kutikulum halus dan pada bagian ekor Tampak lipatan yang mengkilap. Cacing jantan berukuran 38x0,2 mm, bagian anteriormelengkung ke arah ventral dan ujungnya membesar. 
D.    Siklus hidup
Description: SIRKUS MANSONELLA
Cacing dewasa hidup di dalam rongga tubuh masenterium dan lemak alat-alat dalam. Mikrofilaria berujung runcing,tanpa sarung dan bersifat nonperiodik. Manusia meupakan hospes definitive tunggal yang diketahui. Culicoides furens ialah vektornya yang pasti, tempat larva menjadi infektif pada hari ke-6 dan pada hari ke-8 pindah ke dalam proboscis.
E.     Diagnosis
Diagnosis pasti diteggakan dengan menemukan microfilaria dalam darah. Mikrofilaria bersifat nonperiodik dan harus dibedakan dengan microfilaria spesies lainnya.
F.      Patologi dan gejala klinik
Cacing dewasa menyebabkan kerusakan ringan pada jaringan ikat peritoneum. Kadang-kadang terjadi hidrokel atau kelenjar limfe membesar. Tidak terdapat gejala tertentu yang dapat dihubungkan dengan cacing itu.
G.    Pencegahan, Pengobatan dan pengendalian
Pencegahan tergantung pada pemberantasan vektor dan perlindungan orang-orang terhadap gigigtan vektor.
      Kasus tanpa gejala tidak perlu pengobatan. Obat DEC tidak efektif untuk pengobatan filariasis ozzardi.











KESIMPULAN

          Nematoda yang hidup sebagai parasit di dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi 3 golongan : (1) Cacing filaria dan cacing dracunculus; (2) invansi larva migrans di dalam kulit; jaringan di bawah kulit dan alat-alat dalam oleh larva nematoda dan; (3) parasit yang jarang terdapat, di dalam jaringan hati, ginjal, paru-paru, mata dan subkis.
Nematoda jaringan dan darah diklasifikasikan menjadi Wuchereria branchofti (filarial worm), Brugia  (Wuchereria) malayi, Dracunculus medinensis, Onchocerca voolvulus, Loa –loa, Mansonella ozzardi.
Apabila parasit ini masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan penyakit yang serius misal Wuchereria branchofti penyakit filariasis bancrofti yang berasal dari vekto nyamuk culek, aedes, dan anopheles; Brugia  (Wuchereria) malayi penyakit filariasis malayi berasal dari vektor nyamuk anopheles ; Dracunculus medinensis penyakit ular ganas dari Israel berasal dari vektor (tetapi belu jelas diketahui hospes perantaranya) ; Onchocerca voolvulus penyakit Onchocerciasis berasal dari vektor lalat dari genus simulium ; Loa –loa penyakit loaiasis, calabar swelling berasal dari vektor lalat hitam;Mansonella ozzardi penyakit filaria ozzarddi berasal dari vektor culicoides.
                               

    




DAFTAR PUSTAKA

Harold W. Brown, 1979.Dasar Parasitologi Klinis Edisi ke 3.jakarta: PT.Gramedia
Noble, R Elmer. Noble, A Glenn.1989. Parasitologi Biologi Parasit HewanEdisi ke 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Onggowaluyo, Samidjo Jangkung. Parasitologi Medik 1. 2002. Jakarta: EGC.
http://www.resep.web.id/kesehatan/filariasis-limfatik-kaki-gajah-di-indonesia.html