IN THE PUBLIC HEALTH’S CENTER KEMBARAN II,
BANYUMAS RESIDENCE)
Septian Julifar
S.H1, Dwi Sarwani S.R2, Elviera Gamelia3
Alumni
Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK Unsoed1
Jurusan
Kesehatan Masyarakat FKIK Unsoed2
Jurusan
Ilmu Gizi FKIK Unsoed3
Abstract
Tuberculosis is
an infected disease cause by Mycobacterium
tuberculosis. Indonesia was ranked the fourth largest incident tuberculosis
cases in the world. Pulmonary tuberculosis control that one was efforts
the treatment done during 6 months. The
process of treatment needs adherence for successful the treatment. There are so
many cases about not successful tuberculosis treatment found and that cause by
adherence treatment of tuberculosis. The purpose of this study was to determine
the factors associated with adherence treatment of tuberculosis in the public
health’s center Kembaran II. The method used is an analytical method with a
cross-sectional approach. Research sample was 42 tuberculosis sufferers during
treatment period. The analysis data used
the chi-square test for univariate and bivariate analysis. Result of the
research clarify that factors associated with adherence were knowledge
(p=0,002), health employee roles (p=0,002), and treatment observed roles
(p=0,002). While the attitude, motivation, and affordability to health care was
not shown to be associated with adherence treatment of tuberculosis. The
suggestion from this research is to increase the adherence by gave the
illumination, gave the information and special noticed from the health employee
to the tuberculosis sufferer.
Keywords :
Tuberculosis, Adherence treatment, complete treatmen
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal (Adnani dkk 2008). Salah satu cara untuk mewujudkannya
adalah dengan melakukan upaya penanggulangan penyakit menular seperti HIV/AIDS,
Malaria, dan Tuberkulosis. Penyakit Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehtan masyarakat di dunia, penyakit ini banyak menyerang kelompok
usia kerja produktif, sebagian besar dari kelompok sosial ekonomi rendah (WHO,
2007).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan kedua di
dunia setelah AIDS sebagai penyebab kematian. Satu orang penderita memiliki
potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam waktu 1 tahun. Kebanyakan kasus
berada di Asia tenggara, Afrika dan Pasifik Barat (masing-masing sebanyak 35%,
30%, dan 20%) (WHO, 2012).
Indonesia saat ini berada pada rangking keempat negara dengan beban
Tuberkulosis tertinggi di dunia. Menurut Riskesdas 2010 kesakitan Tuberkulosis menyebar
diseluruh Indonesia. Periode Prevalence
Tuberkulosis pada tahun 2009/2010 (725/100.000 penduduk). Riskesdas (2010) juga
menyebutkan bahwa prevalensi
Tuberkulosis di Jawa Tengah sebesar 687/100.000 penduduk (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).
Kejadian kasus penyakit Tuberkulosis sangat terkait dengan bagaimana
pengobatan Tuberkulosis tersebut berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan
dan anjuran yang diberikan saat pengobatan berlangsung. Menurut Innes, et All,
(2006)
Pengobatan penyakit Tuberkulosis sangat erat hubungannya dengan kepatuhan
pengobatan, kedua hal tersebut saling berhubungan dan berkaitan, kepatuhan
seorang penderita Tuberkulosis dapat dilihat dari bagaimana ia rutin meminum
obat secara teratur, memeriksakan dahak sesuai aturan yang telah dianjurkan,
dan mengambil obat serta memeriksakan kesehatannya ke pelayanan kesehatan
setiap bulannya. Pengobatan Tuberkulosis dimonitor melalui program Direct
Observe Treatment, Short-Cource (DOTS). Strategi DOTS ini merupakan usaha WHO
untuk memberantas penyakit TB. Strategi ini terdiri atas lima komponen utama
yakni adanya komitmen politik, tersedianya pelayanan pemeriksaan mikroskopik,
terjaminnya penyediaan obat yang merata dan tepat waktu, adanya sistem
monitoring yang baik, dan adanya program pengawasan keteraturan minum obat
disertai jaminan agar setiap pasien pasti minum obat sampai tuntas. (Harahap F,
2008).
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2012) menyebutkan bahwa prevalensi
BTA positif Tuberkulosis di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 sebesar
83/100.000 penduduk sedangkan insidensi kasus Tuberkulosis BTA positif sebesar
74,7/100.000 penduduk. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas angka prevalensi kasus Tuberkulosis di
Puskesmas II Kembaran merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 203/100.000
penduduk.
Berdasarkan pada latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis (TB)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Pendekatan
cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor resiko atau variabel bebas yang meliputi faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap dan motibasi), faktor pemungkin
(Keterjangkauan jarak), faktor penguat (peran Petugas kesehatan dan peran PMO) dengan
kepatuhan pengobatan tuberkulosis, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat yang sama (Notoatmodjo, 2005).
Sampel penelitian
adalah 42 orang responden yaitu penderita tuberkulosis yang sedang
menjalani pengobatan pada bulan oktober 2012 sampai maret 2013 dengan cara
wawancara responden. Analisis data
secara univariat untuk mengetahui distribusi karakteristik responden, kemudian
analisis data bivariat dengan uji chi
square untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1.
Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata responden berumur
40,267 tahun dengan umur temuda 8 tahun dan umur tertua 80 tahun. Jenis kelamin
sebagian besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak 24 responden (57,1%).
Pendidikan responden sebagian besar adalah SD yaitu sebanyak 33 responden
(78,6%). Pekerjaan sebagian responden buruh yaitu buruh 12 responden (28,6%)
dan Sebagian responden tidak bekerja 14 responden (33,3%). Pengetahuan
responden sebagian besar baik 22 responden (52,4%), sikap responden sebagian
besar baik yaitu sebanyak 22 responden (52,4%). Sebagian responden memiliki
motivasi tinggi 30 responden (71,4%). Sebagian besar responden 35 responden
(83,3%) menyatakan keterjangkauan jarak
mudah. Sebanyak 27 responden (64,3%) menyatakan petugas kesehatan
berperan, dan 31 responden (73,8%) menyatakan PMO memiliki peran. Sebanyak 28 orang (66,7%) patuh dalam
menjalani pengobatan
Tabel 1.
Karakteristik Subjek Penelitian
No
|
Karakteristik Subjek Penelitian
|
Tahun
|
1.
|
Umur
a
Mean
b
Standar Deviasi
c
Minimum
d
Maksimum
|
40,267
19,67
7
8
|
No
|
Karakteristik Subjek Penelitian
|
Frekuensi
|
(%)
|
2.
|
Jenis Kelamin
a.
Laki-laki
b.
Perempuan
|
18
24
|
42,9
57,1
|
3.
|
Pendidikan
a.
SD
b.
SMP
c.
SMA
|
33
4
5
|
78,6
9,5
11,9
|
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
|
Pekerjaan
a.
Tidak Bekerja
b.
Buruh
c.
IRT
d.
Pegawai
e.
Petani
f.
Wiraswasta
Pengetahuan
a. Kurang baik
b. Baik
Sikap:
a.
Tidak Mendukung
b.
Mendukung
Motivasi
a.
Rendah
b.
Tinggi
Keterjangkauan Jarak
a.
Sulit
b.
Mudah
Peran Petugas Kesehatan
a.
Tidak berperan
b.
Berperan
Peran PMO
a.
Tidak Berperan
b.
Berperan
Kepatuhan
a.
Tidak Patuh
b.
Patuh
|
14
12
8
1
6
1
20
22
20
22
12
30
7
35
15
27
11
31
14
28
|
33,3
28,6
19,0
2,4
14,3
2,4
47,6
52,4
47,6
52,4
28,6
71,4
16,7
83,3
35,7
64,3
26,2
73,8
33,3
66,7
|
2.
Analisis Bivariat
Tabel
2. Hasil Analisis Bivariat
No.
|
Variabel
|
Nilai p
|
Keterangan
|
1.
|
Pengetahuan
|
0,002
|
Berhubungan
|
2.
|
Sikap
|
0,585
|
Tidak
Berhubungan
|
3.
|
Motivasi
|
0,067
|
Tidak
Berhubungan
|
4.
|
Keterjangkauan
Jarak
|
0,197
|
Tidak
Berhubungan
|
5.
|
Peran
Petugas Kesehatan
|
0,002
|
Berhubungan
|
6.
|
Peran
PMO
|
0,002
|
Berhubungan
|
Tabel 2 menunjukkan ada 3 variabel yang terbukti
berhubungan dengan kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis yaitu
pengetahuan, peran petugas kesehatan dan peranPMO. Sedangkan sikap, motivasi
dan keterjangkauan jarak terbukti tidak berhubungan dengan kepatuhan pengobatan
penderita tuberkulosis.
B.
Pembahasan
1.
Faktor-faktor
yang Terbukti Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan
Pengobatan Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,002 hal
ini menunjukkan bahwa terbukti ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dewi,
G. I (2010), yang menyatakan terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan
dengan kepatuhan minum obat TB Paru di BKPM Pati dengan nilai p = 0,000 dan
penderita dengan pengetahuan yang kurang memiliki peluang untuk tidak patuh
minum obat sebesar 3,857 kali.
Menurut WHO (2002), Pengetahuan dapat diartikan
sebagai kumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh dari proses belajar
selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,
baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan, pengetahuan tentang suatu objek
dapat diperoleh dari pengalaman guru, orang tua, teman, buku dan media massa.
Dapat disimpulkan dari teori tersebut
bahwa pengetahuan penderita tuberkulosis dapat menjadi guru yang baik
bagi dirinya, dengan pengetahuan yang baik maka informasi yang dimiliki akan
semakin banyak dan mempengaruhi kepatuhan penderita tersebut dalam menjalani
pengobatan.
b. Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan
Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,002 hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan
kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis. Peran petugas kesehatan dalam
penelitian ini merupakan persepsi penderita tuberkulosis mengenai tindakan yang dilakukan oleh seorang petugas
kesehatan yang berkaitan dengan penyakit tuberkulosis yang meliputi penyuluhan
dan pengobatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perdana
(2008), yang menyatakan ada hubungan antara persepsi terhadap perawat terhadap
kepatuhan berobat. Gambaran kesalahan pasien mengapa tidak datang berobat
dikarenakan aspek kesalahan petugas kesehatan yang gagal meyakinkan pasien
untuk berobat secara teratur sampai tuntas. Berdasarkan penelitian Atkins. S,
et al (2011) di Afrika Selatan, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis adalah peran petugas
kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2003b), perilaku atau pelayanan
yang baik dari petugas kesehatan dapat menyebabkan perilaku positif terhadap
pelayanan kesehatan dan penderita mau untuk kembali beobat. Perilaku yang baik
oleh petugas kesehatan kepada penderita tuberkulosis misalnya, sikap ramah
petugas, penderita segera diobati dan tidak menunggu lama di ruang tunggu,
setiap mengambil obat diperiksa dokter, penderita dihargai datang ke pelayanan
kesehatan, diberi penjelasan tentang pentingnya pengobatan yang teratur, petugas berempati pada pasien..
c. Hubungan Peran PMO dengan Kepatuhan Pengobatan
Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,002 hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan pengobatan
penderita tuberkulosis. Hasil ini sesuai dengan penelitian Setiyowati (2004),
yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara PMO dengan kepatuhan berobat
pada penderita TB paru di Kabupaten Pekalongan. Penelitian Perdana (2008) juga
menyatakan ada hubungan antara PMO dengan kepatuhan berobat penderita TB paru.
Menurut Depkes RI, (2011). Salah satu komponen DOTS
adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. Peran PMO sangat
penting untuk keberhasilan pengobatan. PMO yang ditunjuk biasanya adalah orang
yang tinggal satu rumah atau orang yang tinggal dalam Dasa Wisma. Peran PMO
ialah mengetahui tanda-tanda orang yang terkena tuberkulosis, memberi
penyuluhan kepada penderita untuk minum obat secara teratur selama 6 bulan,
mengingatkan penderita untuk menelan obat dan mengingatkan penderita untuk
mengambil obat.
2. Faktor-faktor yang Terbukti Tidak Berhubungan
dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
a. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Pengobatan
Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,585 hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Dewi, G. I (2010), yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap dengan kepatuhan minum obat TB Paru di BKPM Pati dengan nilai p =
0,001 dan penderita dengan sikap yang kurang atau tidak mendukung memiliki
peluang untuk tidak patuh minum obat sebesar 3,444 kali.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada
hubungan sikap dengan kepatuhan. Sikap seseorang dipengaruhi oleh orang lain,
khususnya orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang status
sosialnya lebih tinggi, orang yang dianggap lebih tahu. Media massa misalnya
televisi, radio, dan surat kabar juga sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap
seseorang. Media massa membawa pesan yang berisi sugesti yang dapat menjadi
opini seseorang, sehingga hal itu menjadi landasan kognitif terbentuknya sikap
(Isnanda, 2007).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa 72,7 % responden dari 42 responden
menunjukkan sikap yang mendukung kepatuhan. Sebagian responden bersikap tidak
mendukung terhadap kepatuhan adalah 12 responden (60%). Hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sikap merupakan faktor
predisposisi yang mempengaruhi terbentuknya perilaku atau tindakan seseorang.
Seseorang yang mempunyai sikap yang mendukung terhadap kesehatan akan
berperilaku mendukung kesehatan yang baik pula (Notoatmodjo, 2005).
b. Hubungan
Motivasi dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,067 hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ivanti (2010), menunjukkan ada hubungan antara
motivasi dengan kepatuhan berobat dengan
nilai p = 0,000, sehingga
bermakna secara statistik atau ada hubungan yang signifikan antara motivasi
dengan kepatuhan berobat.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada
hubungan motivasi dengan kepatuhan. Motivasi merupakan keadaan dalam diri
individu yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Ivanti, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76,7% dari 42
responden memiliki motivasi tinggi dan patuh untuk menjalani pengobatan
tuberkulosis. Sebagian besar responden 71,4% atau 30 responden sudah memiliki
motivasi yang tinggi. Sebagian besar menyatakan motivasi timbul dari adanya
dukungan keluarga sehingga mereka merasa bertanggung jawab untuk patuh dalam
menjalani pengobatan tuberkulosis. Dukungan keluarga dan rasa tanggung jawab
merupakan hal yang mempengaruhi motivasi (Ivanti, 2010).
c. Hubungan Keterjangkauan Jarak dengan
Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p= 0,197, hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan
pengobatan penderita tuberkulosis. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Perdana (2008), menunjukkan ada hubungan antara jarak dengan
kepatuhan berobat penderita TB Paru.
Hasil penelitian ini menyatakan tidak ada hubungan
keterjangkauan jarak dengan kepatuhan. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori yang menyebutkan bahwa resiko untuk terjadinya drop out dan
ketidakpatuhan berobat pada masyarakat yang akses fasilitas kesehatan sangat
jauh dan sulit dijangkau 2 kali lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan
masyarakat yang akses ke fasilitas kesehatan dekat (Depkes RI, 2011).
Hasil penelitian ini menyatakan 71,4% dari 42
responden memiliki keterjangjauan jarak yang mudah ke pelayanan kesehatan dan
patuh dalam menjalani pengobatan tuberkulosis. Sebagian besar responden
menyatakan keterjangkauan jarak mudah ke pelayanan kesehatan yaitu 83,3%.
Sebagian besar responden menyatakan jarak bukan masalah untuk menjalani pengobatan
tuberkulosis karena banyaknya alat transportasi, keadaan jalan yang mendukung,
jarak rumah yang dekat, akses yang mudah ke puskesmas.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Karakteristik
Responden penelitian : umur rata-rata responden yaitu 40,29 tahun, 57,1 % berjenis
kelamin perempuan, 78,6 % berpendidikan tamat SD, dan 33,3% tidak bekerja.
2. Hasil
analisis univariat didapat hasil :
Distribusi Responden adalah : 52,4%
memiliki pengetahuan yang baik, 52,4% memiliki sikap mendukung, 71,4% memiliki
motivasi yang tinggi, 83,3% memiliki keterjangkauan jarak yang mudah ke
pelayanan kesehatan, 64,3% berperan petugas kesehatan, dan 73,8% PMO berperan.
3. Hasil
penelitian menunjukkan bahwasanya ada hubungan antara pengetahuan, peran
petugas kesehatan dan peran PMO dengan kepatuhan pengobatan penderita
tuberkulosis di wilayah Puskesmas II Kembaran.
4. Hasil
penelitian menunjukkan bahwasanya tidak ada hubungan antara sikap, motivasi dan
keterjangkauan jarak dengan kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis di
wilayah Puskesmas II Kembaran
B. Saran
1. Bagi
Penderita
a Perlu
ditingkatkan pengetahuan dengan cara mencari tahu informasi mengenai penyakit
tuberkulosis salah satunya dengan bertanya kepada petugas kesehatan.
b Mengikuti
penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan.
c Perlu
meningkatkan kesadaran pada penderita tuberkulosis untuk meningkatkan kepatuhan
dalam pengobatan, agar pengobatan berjalan dengan baik dan menyeluruh.
2. Bagi
Puskesmas II Kembaran
a. Meningkatkan
kerjasama lintas sektoral dengan masyarakat dan pemerintah untuk pemberantasan
penyakit tuberkulosis.
b. Meningkatkan
kualitas SDM kesehatan dengan mengirim para tenaga kesehatan yang ada di
puskesmas untuk menjalani pelatihan agar informasi dapat dimengerti dan dapat
menyampaikannya dengan baik kepada masyarakat.
c. Memberi
perhatian khusus kepada para penderita tuberkulosis dalam masa pengobatannya
agar para penderita patuh dalam pengobatannya serta tidak terjadi drop out dan
gagal pengobatan.
d. Memberikan
informasi dan perhatian lebih mengenai tuberkulosis kepada PMO agar dapat terus
memberikan informasi dan mendampingi penderita dalam masa pengobatannya.
3. Bagi
peneliti lanjutan
a. Mengingat
penelitian ini bersifat cross sectional, di mana pegambilan data untuk variabel
dependen dan independen pada waktu bersamaan, sehingga hubungan sebab akibat
belum diketahui secara pasti. Maka untuk mendukung kesempurnaan hasil
penelitian ini sebaiknya ada penelitian lain pada masa mendatang secara kohort.
Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan menghasilkan data yang lebih
sempurna untuk pengembangan upaya pemberantasan penyakit TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, H dan Mahastuti A.
2008. Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit TBC Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangmojo II Kabupaten GunungKidul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.
http://skripsistikes.files?2008/08/21.pdf. Diakses 11 Mei 2013.
Atkins, S, et Al. 2011. Lay
health worker supported tuberculosis treatment adherence in South Africa: an
interrupted time-series study. Health Journal http://www.id.pdfsb.com diakses 5
April 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan
Daerah 2010 (RISKESDAS 2010). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/downloads/TabelRiskesdas2010.pdf.
Diakses tanggal 5 April 2013.
Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi
Ketiga. Depkes RI : Jakarta.
Dewi, G. I. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru di BPKPM Pati. Skripsi.
Jurusan Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.
Harahap F. 2008, Strateggi Penanggulangan TBC dengan DOTS.http://pulmonologi.fk.ui.ac.id.
Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Innes, J.A., Reid, P.T., 2006. Tuberculosis. Respiratory Disease.
Dalam: Boon N.A.,
thed. Churchill
Livingstone Davidson’s Principle &
Practice of Medicine. 20Elsevier: 695-702.
Isnanda. C. D. 2007. Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru
dengan Kepatuhan dalam Program Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Teladan Medan. Jurnal Kesehatan. http://www.id.pdfsb.com. diakses 5 April 2013.
Ivanti, R. 2010. Pengaruh Karakteristik dan Motivasi Penderita
Tuberkulosis Paru Terhadap Kepatuhan Berobat di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara.
Notoatmodjo. 2003b. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
_____________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka
Cipta.
Jakarta.
Perdana, P. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Skripsi.
Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta.
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2012.
WHO. 2002. Education For Health: Manual Of Health Education In Primary
Health Care. Penerjemah: Ida Bagus Tjitsara. ITB. Bandung.
___________. 2007. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National
Programes second edition (WHO/TB/98.240).
___________. 2012. Global Tuberculosis Control 2012.
http://www.who.int/topics/ statistics/data/for/indonesia/htm. Di akses tanggal
16 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar