INFEKSI TORCH
(Toxoplasma, Orther disease, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus)
Oleh:
Septia Julifar Syamsul Huda SKM
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan upaya
seluruh potensi bangsa Indonesia, bagi masyarakat, swasta maupun pemerintah
untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga
merupakan Tujuan Pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium
Development Goals (MDGs) yang dicetuskan WHO (World Health Organization)
pada tahun 2000. Indonesia termasuk salah satu dari 189 negara yang menyepakati
8 (delapan) tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yang pencapaianya
dicanangkan paling lambat pada tahun 2015 (Sitepu, 2011).
Indonesia menargetkan pada tahun 2015 Angka
Kematian Bayi (AKB) diturunkan menjadi 170 bayi per 10.000 kelahiran. Berdasarkan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997, Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia adalah 46 bayi per 1.000 kelahiran kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2007 menjadi 35 bayi per 1.000 kelahiran. Bila dirincikan
157.000 bayi meninggal dunia pertahun atau 430 bayi meninggal per hari. Hal ini
menunjukka n bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sekarang ini
merupakan kematian bayi tertinggi di negara ASEAN (Sitepu, 2011).
Penanganan kesehatan reproduksi juga
dilakukan pengelolaan dan meningkatkan potensi reproduksi manusia, sehingga
mengangkat kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dalam ruang lingkup
kesehatan, reproduksi dapat mengalami gangguan, yang mengakibatkan kegagalan
fungsi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan bayi sehat. Salah satu dari
penyebab yang mempengaruhi adalah infeksi TORCH (Toxoplasma, Orther disease, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex
Virus). Infeksi ini jika terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan abortus, lahir mati, premature atau kelainan kongenital
berupa hydrocephalus, mikrophtalmia,
mikrosephalus, dan endophtalmia.
Jika infeksi terjadi pada akhir kehamilan dapat menyebabkan retardasi mental, retinokoroiditis, dan lesi pada organ
tubuh (Sitepu, 2011).
Di Indonesia sering dijumpai bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital seperti hydrocephalus, kejang, korioretinitis, hepatospenomegali dan
lain-lain. Kelainan kongenital merupakan penyebab penting terjadinya
abotus/keguguran, lahir mati atau kematian segera setelah lahir (perinatal).
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan beberapa saat setelah
kelahiran bayi. Kelainan kongenital pada bayi
baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula
beberapa kelainan kongenital yang terjadi secara bersamaan yang disebut
kelainan kongenital multiple (Sitepu,
2011).
Data di Amerika Serikat pada tahun 2006
menyatakan 15%-30% wanita mempunyai antibodi terhadap toxoplasma. Menurut
Sunaryo (2006), infeksi TORCH di Indonesia pada kehamilan menunjukkan
prevalensi cukup tinggi, berkisar antara 5,5% sampai 84%. Beberapa penelitian
di Indonesia memperoleh, dari ibu yang menderita Toxoplasmosis, sebanyak 56% bayi dapat menderita Toxoplasmosis kongenital bila ibu
tersebut tidak diberi pengobatan selama kehamilan. Infeksi TORCH oleh Cornain
dan kawan – kawan (1994) pada 67% wanita kasus infertilitas didapatka sebanyak
10,3 Toxoplasma, 13,8% positif Rubella, 13,8% positif infeksi CMV (Sitepu,
2011).
Prevalensi toxoplasmosis di Jakarta sebesar 61,6%, Bandung 74,5%, Surabaya
55,5%, Yogyakarta 55,4%, Denpasar 23,0%, dan Semarang 44,0%. Insiden kelainan
bawaan di Indonesia tahun 2009 berkisar 15 per 1.000 kelahiran. Angka kejadian
ini akan menjadi 4 – 5% bila bayi diikuti terus sampai berusia 1 tahun. Menurut
Maryuni (2009) angka kejadian kelainan kongenital dibeberapa rumah sakit di
Indonesia yaitu RSCM Jakarta tahun 1975 – 1979 sebanyak 11,61 per 1.000 kelahiran hidup dan RS Pirngadi
Medan tahun 1977 – 1980 sebanyak 3,3 per 1.000 kelahiran hidup (Sitepu, 2011).
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan di atas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui gambaran
tentang infeksi TORCH (Toxoplasma, Orther
disease, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus).
BAB
II
KASUS
A. Toxoplasmiasis
Kasus 1
Tuan Awu berusia 32 tahun dan baru menikah dua
bulan. Suatu hari penglihatannya tiba-tiba kabur sebelah, kalau dilihat
kebelakang bagian dari penglihatannya yang hilang, apakah mungkin terkena
katarak? Istri Tuan Awu berkata mungkin kurangan vitamin A karena Tuan Awu
tidak begitu suka sayur dan jarang makan buah. Berdasarkan hasil tes darah
menunjukkan tuan awu terkena toxoplasmosis,
penyakit ini menyerang retina mata selain otak, retina matanya ada yang
rusak.
Kasus
2
Seorang putra Ibu Koes mengalami cacat mental
sedangkan anak Nyonya Ran ukuran kepalanya dua kali lebih besar atau hidrosefalus dibanding anak normal, keduanya
dipastikan akibat terkena toxoplasmosis
selagi hamil. Selagi hamil Ibu Koes tidak memelihara kucing, sedangkan Nyonya
Ran memelihara kucing tetapi Nyonya Ran suka makan sate kambing dan selalu
setengah matang.
(Krafty, 2012).
B. Cytomegalovirus (CMV)
Kasus 3
Nyonya Citra menderita infeksi CMV sejak tiga
tahun yang lalu tetapi pada saat ini infeksi tersebut belum dapat disembuhkan
dan menetap sepanjang hidup dengan selogan "sekali terinfeksi tetap
terinfeksi". Namun terdapat kehawatiran dari Nyonya Citra untuk diturunkan
penyakit yang diderita kepada janin yang sedang dikandungnya (Suromo, 2007).
BAB III
REVIEW
A.
Toxoplasma
Bad Obstetric History
atau sejarah obstetrik yang buruk (BOH) merupakan kurang baiknya janin
hasil dalam dua atau lebih berturut-turut spontan aborsi, kematian neonatal
dini, bayi lahir mati, kematian janin,
retardasi mental pertumbuhan intrauterin
dan cacat bawaan. Penularan dari ibu melalui infeksi utero pada
tahap kehamilan untuk kehamilan berulang. Infeksi TORCH (Toxoplasma, Orther disease, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus) merupaka penyebab utama BOH.
Infeksi TORCH pada wanita biasanya bersifat asimtomatik dan
kronis. Kondisi sosial
dan ketidakmampuan dalam bereproduksi
yang dapat menyebabkan kehamilan
berulang, keguguran, biaya pengobatan dan morbiditas tinggi membuat infeksi TORCH merupakan penyebab utama
keprihatinan dikalangan masyarakat.
Prevalensi infeksi TORCH bervariasi
dari satu geografis daerah ke daerah lainnya,
tes sensitif dan spesifik banyak tersedia untuk
serologi diagnosis kompleks TORCH
dengan uji ELISA bertujuan untuk antibodi IgM terhadap infeksi ini sangat
sensitive dan spesifik.
Peranan penting dalam
infeksi TORCH adalah kehamilan yang mengalami keguguran dan kejadian pada
pasien dengan BOH (Bad Obstetric History). Dengan
ketekunan memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan dapat menurunkan angencysted
bentuk toxoplasma
pada infeksi uteri yang kronis
dan
mencegah pecah pada plasent sehingga menyebabkan
infeksi bayi pada trimester
pertama dan sering terjadi keguguran berulang. Dalam studi Toxoplasma gondii, dikenal istilah etiological
agen dalam kehamilan terbuang sebanyak 14,66% pada ibu hamil dengan BOH. Transmisi toxoplasma terjadi selama fase akut pada ibu yang infeksi dan antibodi
IgM, antibodi IgM ditemukan sebanyak 27,27% dari kasus dengan
aborsi berulang.
Ebrahimpour et al. di Tabriz melaporkan anti-Toxoplasma IgG dalam 100% ibu dan
neonatus. Terdapat perbedaan dari
studi karena terdapat perbedaan geografis
dalam prevalensi toxoplasmosis. Kaur et al di India melaporkan IgG
yang positif untuk Toxoplasma gondii di 11,6% ibu
dan direkomendasikan bahwa tes skrining untuk TORCH termasuk toxoplasmosis. Namun, sebuah studi
Irlandia terdeteksi sangat beberapa tes positif dalam sampel disaring dan tes
skrining dianggap tidak layak.
(Surpam
et al, 2006).
B. Rubella
Infeksi ini juga dikenal dengan campak jerman dan sering
diderita anak-anak. Rubela yang
dialami pada trimester pertama kehamilan dan 90% menyebabkan kebutaan, tuli,
kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan keguguran. Ibu hamil
disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit campak Jerman.
Ibu hamil dapat mencegahnya dengan melakukan vaksinasi rubela. Perlindungannya mencapai 100%. Infeksi Rubella
ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah
bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus rubella dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda.
(Golalipour
et al, 2009).
C. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus merupakan
keluarga Virus Herpes, Infeksi CMV disebabkan
oleh Virus Cytomegalo dan
virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Cytomegalovirus
dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan merupakan
salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
CMV dan HSV dikenal memiliki rute
intrauterin transmisi dengan signifikan mortalitas dan morbiditas. Penelitian ini
menunjukkan seropositivity sebesar
5.33% untuk CMV IgM tertentu pada wanita dengan BOH. Dalam studi seropositivity
lainnya dari 3% sampai
12,9% disarankan agar kehamilan dapat
mengaktifkan kembali virus laten yang mengarah ke lebih lanjut reproduksi
wastages. Tingkat seropositivity HSV
IgM antara BOH pasien dalam penelitian kami adalah 8.66% mirip dengan apa yang
telah dilaporkan sebelumnya.
(Mahalakshmi
et al, 2008).
D.
Herpes Simpleks Virus
Virus herpes terdiri dari 2 jenis, yaitu
herpes simplex 1 (HSV-1) dan herpes simplex virus 2 (HSV 2). Penularan biasanya
terjadi pada kontak seksual pada orang dewasa. HSV 1 juga bisa ditularkan
melalui kontak sosial pada masa anak-anak. Prevelansi HSV 2 lebih tinggi pada
kelompok HIV positif dan mereka yang melakukan hubungan seks tanpa kondom.
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf otonom.
Bayi paling berisiko tertular herpes
neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes simpleks pada akhir masa
kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular belum memiliki
antibodi terhadap virus, sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat lahir.
Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada kemungkinan yang lebih
tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.
Berdasarkan jurnal "Possible
role of TORCH agents in congenital malformations in
Gorgan, northern Islamic Republic of
Iran" menunjukkan bahwa tidak ada hasil
yang positif untuk HSV tipe II terlihat dalam penelitian ini dibandingkan dengan
Ebrahimpour tim di Tabriz, yang menunjukkan positif untuk HSV tipe I dan
antibodi II IgG dalam semua (40 kasus) ibu. Perbedaan ini bisa terjadi karena
metode berbeda laboratorium dan perbedaan-perbedaan sosial. Kaur et al melaporkan prevalensi
7% untuk HSV tipe II antibodi IgG di India. Perbedaan-perbedaan ini memerlukan
penyelidikan lebih lanjut. (Surpam
et al, 2006)
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Toxoplasmiasis
Pada
kasus 1
Katarak
kongenital merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun dan penyebab kebutaan pada bayi yang
cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Jika pasien
positif terkena katarak kongenital maka harus segera dioperasi agar fungsi
penglihatan dapat berkembang secara normal dan diikuti dengan pemasangan lensa
intraokuler.
Penyebab utama gangguan penglihatan dan
kebutaan pada 1318 anak menghadiri sekolah untuk orang buta di India adalah
kekurangan vitamin A, anomali kongenital okular, mewarisi distrofi retina dan katarak. Dalam sebuah studi
oleh Angra, penyebab katarak non traumatis dalam 366 anak secara turun temurun
(25%), sindrom rubella bawaan (CRS) (15%) dan belum ditentukan (51%). Dalam
studi lain oleh Johar et al12, pada anak katarak non-traumatik di India bagian
barat, 7,2 persen secara turun temurun, 4,6 persen karena CRS, 15 per katarak
sekunder dan 73 persen yang belum ditentukan.
Persentase bayi yang menurun positif IgM selama tahun pertama kehidupan
sampai
pada satu tahun dan sebagian besar bayi yang IgM negative. Tidak
adanya antibodi terhadap agen etiologi pada pasien katarak kongenital mungkin
karena infeksi primer lensa akan berada di serat lensa sentral pada tahap
ketika aparat imunologi belum mencapai kematangan untuk bereaksi terhadap virus
antigen dan sistem kekebalan tubuh berkembang telah dianggap sebagai diri
antigen. Pada beberapa kasus sporadis 20-23% di India terdapat toxoplasmsosis bawaan dan tidak terdapat
laporan
yang diterbitkan pada prevalensi pada pasien katarak kongenital. Namun,
penelitian ini melaporkan deteksi DNA Toxoplasma gondii pada 32,7% dari aspirasi lensa
dari pasien penderita katarak bawaan.
Antibodi IgG pada bayi baru lahir yang berasal ibu dan dapat
bertahan hingga 6 bulan. Dalam studi ini sebagai antibodi
untuk obat tidak dianalisis dalam serum ibu tetapi gejala klinis dengan adanya antibodi IgG
terhadap Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus pada bayi tidak dapat dianalisis. Diagnosis prenatal infeksi kongenital didasarkan pada ultrasonografi,
amniosentesis dan pengambilan sampel darah janin. Deteksi IgM atau IgA antibodi
terhadap agen infeksi pada bayi sangat sensitif untuk diagnosis infections
bawaan. Diagnosis infeksi kongenital didasarkan pada demonstrasi serologis IgM,
namun antibodi IgM tidak spesifik sebagai sintesis antibodi sering tertunda
dan mungkin tidak dimulai sampai beberapa bulan setelah lahir pada 25%
pada situasi tertentu.
Sindrom rubella merupakan penyebab penting dari ketulian, penyakit jantung,
katarak, keterbelakangan mental dan berbagai gejala sisa permanen lainnya di
children. Prevalensi dari CRS pada bayi cacat bawaan adalah 12 % pada 199.125 dan
bervariasi 0,6-34,5 persen selama periode 1998-200226. Beberapa studi
yang dilakukan oleh Angra & Moghan menyebutkan bahwa 485 pasien katarak kongenital prevalensi
katarak rubella berdasarkan serologi dan isolasi virus adalah 11,3 persen. Manifestasi dari CRS
dapat dideteksi lebih awal dari kelainan jantung, gangguan pendengaran dan
retardasi mental pada bayi baru lahir sehingga diagnosis dini mengarah pada
pengobatan dini dan manajemen yang lebih baik dari anak-anak yang terinfeksi.
(Mahalakshmi et al,
2008).
Pada
kasus 2
Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit
zoonosis, disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii. Pada
manusia, infeksi toksoplasmosis
selalu menghantui pada kaum wanita dan terutama ibu-ibu yang sedang hamil.
Apabila infeksi toksoplasmosis
terjadi secara kongeital dapat menyebabkan akibat pada bayi berupa perkapuran, korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefalus, gangguan psikologis, gangguan
perkembangan mental pada anak setelah lahir dan kejang-kejang. Pada hewan, toksoplasmosis banyak menimbulkan
kerugian ekonomi yang tidak kalah pentingnya, karena dapat menyebabkan abortus,
kematian dini dan kelainan kongenital. Dalam hal ini, hewan memegang peranan
yang sangat penting sebagai salah satu bentuk penularan.
Manusia
dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii
dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis kongenital, transmisi toxoplasma kepada janin terjadi melalui
plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil. Pada
toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau
kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista atau trofozoit Toxoplasma gondii. Tercemarnya alat-alat
untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan
makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran Toxoplasma gondii.
Pada
orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang
dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan
hewan terkontaminasi atau dagingnya dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi
yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja
di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti juru
masak. Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor
penderita toksoplasmosis laten kepada
resipien yang belum pernah terinfeksi Toxoplasma
gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang bekerja
dengan binatang percobaan yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii yang hidup. Infeksi dengan Toxoplasma gondii juga dapat terjadi waktu mengerjakan
autopsi.
(Siregar,
2012).
B. Cytomegalovirus (CMV)
Infeksi
CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim.
Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan sosial
ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang dewasa, menunjukkan hasil
pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Masih banyak lagi
infeksi organ yang disebabkan dan tuli karena
CMV antara lain menyerang mata yaitu retinitis
atau chorioretinitis yang dapat
menyebabkan juling (strabismus),
katarak, gangguan virus, dapat pula sampai timbul kebutaan. CMV juga dapat
menyerang telinga, umumnya disebabkan karena infeksi kongenital dengan gejala
klinik nyata sampai terjadi ketulian (sensorineural
deafness) yang timbul di kemudian hari.
Deteksi Ibu dengan
seronegatif 6 bulan sebelum konsepsi, pada ibu hamil berpeluang untuk
terinfeksi primer saat hamil. Tes IgG perlu dilakukan sekurang-kurangnya 2 x
yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan kehamilan. Bila hasil negatif maka tindakan lanjut
dapat ditunda bila didapatkan serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu
dan prenatal bayi dapat ditegakkan. Reinfeksi sering terjadi ketika hamil,
penetapan muatan virus dapat dipakai untuk mengetahui risiko transmisi
vertikal.
CMV
memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan sel inang,
kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam vakuole di sitoplasma, lalu
selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel
inang. Dalam waktu cepat setelah itu, ekspresi gen immediate early (IE)
spesifik RNA (ribonucleic acid) atau transkrip gen alfa (α) dapat
dijumpai tanpa ada sintesis protein virus de novo atau replikasi DNA
virus. Ekspresi protein ini adalah esensial untuk ekspresi gen virus berikutnya
yaitu gen early atau gen β yang menunjukkan transkripsi kedua dari RNA.
CMV tidak menghentikan sintesis protein inang, bahkan pada awalnya meningkatkan
sintesis protein inang. Hal ini menunjukkan bahwa replikasi dan perakitan CMV,
tergantung dari beberapa enzim inang.
Riwayat
infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus diekskresi melalui
beberapa tempat, ekskresi menetap beberapa minggu, bulan, bahkan tahun sebelum
virus hidup laten. Episode infeksi ulang sering terjadi, karena
reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan virus lagi sampai
bertahun-tahun. Infeksi ulang juga dapat terjadi eksogen dengan strain lain
dari CMV.
Infeksi
CMV dapat terjadi setiap saat dan menetap sepanjang hidup. Virus hidup dormant
dalam sel inang tanpa menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti
common cold. Namun, infeksi yang bersifat ringan ini bukan berarti diam
dalam sepanjang kehidupan individu. Reaktivasi dapat terjadi berbulanbulan atau
bertahun-tahun setelah infeksi primer, dan sering terjadi reinfeksi endogen,
karena ada replikasi virus. Replikasi virus merupakan faktor risiko penting
untuk penyakit dengan manifestasi klinik infeksi CMV. Penyakit yang timbul
melibatkan peran dari banyak molekul baik yang dimiliki oleh CMV sendiri maupun
molekul tubuh inang yang terpacu aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi
CMV.
Lokasi
hidup virus pada infeksi CMV yang berjalan laten, sukar diketahui. CMV dapat
hidup di dalam bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas, leukosit
polimorfonukleus, makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik, limfosit T
( CD4+ , CD8+ ), limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit dan lainlain.
Dengan demikian berarti CMV menyebabkan infeksi sistemik dan menyerang banyak
macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan, paru, saluran cerna, hati,
kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau sistem syaraf
pusat. Virus dapat ditemukan dalam saliva , air mata, darah, urin, semen,
sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi
yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama, sehingga
bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi CMV pada
infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama.
Respons imun seseorang
memegang peran penting untuk meniadakan atau eliminasi virus yang telah
menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang baik (imunokompeten),
infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi, namun penyakit dapat menjadi berat
bila individu berada dalam keadaan immature (belum matang), immunosuppressed
(respons imun tertekan) atau immunocompromised (respons imun lemah),termasuk
ibu hamil dan neonatus,21 penderita HIV (human immunodeficiency virus),
penderita yang mendapatkan transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan
dan yang menderita penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang
tertekan atau lemah, tidak atau kurang atau belum mampu membangun respons baik
seluler maupun humoral yang efektif, sehingga dapat mengakibatkan nekrosis atau
kematian jaringan yang berat, bahkan fatal. Respons seperti ini timbul lebih
cepat pada infeksi sekunder atau infeksi ulang.
(Suromo,
2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Golalipour,1 B. Khodabakhshi 2
and E. Ghaemi. 2009. Possible Role
of TORCH Agents in Congenital Malformations in Gorgan, Northern Islamic
Republic of Iran. La
Revue de Santé de la Méditerranée orientale, Volume 15, No 2 2009.
Krafty, kitty. 2012. Toxoplasmosis:
Bayi Cacat, Mata Rabun, dan Sate Setengah Matang. http://kittykrafty.com/toxoplasmosis-bayi-cacat-mata-rabun-dan-sate-setengah-matang/.
Diakses pada tanggal 9 April 2013.
Mahalakshmi, K. Lily Therese, U. Devipriya, V. Pushpalatha,
S. Margarita & H.N. Madhavan. 2008. Infectious Aetiology of Congenital Cataract
Based on TORCHES Screening in a Tertiary Eye Hospital in Chennai, Tamil Nadu,
India. Journal of Medical Research
131 page 559-564.
MS Sadik, Fatima, K Jamil, C Patil. 2012. Study of
TORCH Profile in Patients with Bad Obstetric History. Research Article Biology and Medicine, Volume 4 Issue 2 page 95-101 ISSN: 09748369.
Rajendra
B Surpam, Usha
P Kamlakar, RK Khadse, MS Qazi, Suresh V Jalgaonkar. 2006. Serological Study for TORCH Infections
in Women with Bad Obstetric History. J
Obstet Gynecol India Vol. 56, No. 1 : January-February 2006 Page 41-43.
Siregar,
Rika Yuniar. 2012. Gambaran Kejadian Toxoplasmosis di Yogyakarta. Buletin
Laboratorium Veteriner Vol : 12 No : 2
Tahun 2012.
Sitepu, Vilino Melda.2011Karakteristik Penderita Hydrochepalus Rawat Inap Di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2005-2009.FKM USU.Medan
Suromo, lisyani Budipradigdo. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus serta Kegunaan Deteksi Secara
Laboratorik. Pidato Pengukuhan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
misi kak, mau tanya. saya akan membuat skripsi tentang tokso, dimanakah saya bisa mendapatkan data - data kasusnya?
BalasHapus