PENDIDIKAN
KESEHATAN MASYARAKAT
Septian Julifar Syamsul Huda S.KM
A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran
di kelas, tetapimerupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan
saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran
pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat
secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya
sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah
lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik
adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan
berhasil bila sasaranpendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat)sudah
mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan
masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan
sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan
sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan
sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit
dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan
sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau
tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health
Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan
khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini
dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal :
dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk
rehabilitasi (Rehabilitation)misal : dengan memulihkan kondisi cacat
melalui latihan-latihan tertentu.
C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and
counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih
intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien
dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan
sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku
tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau
belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang
akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila
belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan
apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas
metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran
yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran
kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu
penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan,
pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih
tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan
diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi
berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai
dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis,
sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun,
baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1
pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah
lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap
mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2
pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan
lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok
kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan
kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang
peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter
puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai
pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi
sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok.
Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco
(penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian
lagi berperan sebagai nara
sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah
tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa . Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari
Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan
melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan
bentuk pendidikan kesehatan massa .
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter
atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa . Contoh : ”Praktek
Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV
juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa . Sinetron Jejak sang elang di Indosiar
hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik
dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara
penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa .
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan,
spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa . Contoh : Billboard
”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
D. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam
menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat
peraga. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas)
macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu
tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang
mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi,
field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan,
kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang
efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk
melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar
lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk
meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan
pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh
sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak
menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang
lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata,
sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan
bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan
informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui,
kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang
diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip
dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi
misalnya gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka,
dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ;
piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual
aids) ; televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ;
kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang
pesan yang akan diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat
dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang
baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan /
penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap
sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan /
informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur,
tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat
bantu belajar dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar
dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan
alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat
untuk bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil
menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan
sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah. Apabila
kita tidak mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-lembaran flip
chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart
tersebut mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung
dengan alatnya. Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan
film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta
huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat
yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari
simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan
dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh
pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar
pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan
kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna
menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah
alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media
pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran
(channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat
atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan
(media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan
(bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan
dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat,
isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet
tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ;
pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk
buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya
berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah,
mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi
pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di
tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan
informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron,
sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau
cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya
jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat
umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi
kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada
lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan
bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah
respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini
disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif
tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang
kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent
behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional
respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang
bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan darah
meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat
menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena
senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons,
adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu.
Perangsang semacam ini disebutreinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu
mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan,
kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan
lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan
lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui,
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya
sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan
penyakit(health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan
penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan
melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik
pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan
fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition
behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital
bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap
makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan
makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan
kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini
seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan
air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan
sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health behavior),
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior),
yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang
merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya
atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah
penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role
behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping
berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan
suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal,
yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit
tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang
menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di
atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif
mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap
kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas
dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu
sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua
sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku
mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt
behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil
”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (rasa, lihat,
dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain
menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap
belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif
terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada
fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan
anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor
dukungan(support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau
mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah
masing-masing domain perilaku
Merubah Pengetahuan
|
Merubah Sikap
|
Merubah Praktik
|
Ceramah
|
Diskusi Kelompok
|
Latihan sendiri
|
Kuliah
|
Tanya Jawab
|
Bengkel kerja
|
Presentasi
|
Role Playing
|
Demonstrasi
|
Wisata Karya
|
Pemutaran film
|
Eksperimen
|
Curah pendapat
|
Video
|
|
Seminar
|
Tape Recorder
|
|
Studi kasus
|
Simulasi
|
|
Tugas baca
|
|
|
Simposium
|
|
|
Panel
|
|
|
Konferensi
|
|
|
5. Tiga faktor pokok yang
melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Predisposing, berupa pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
b. Faktor Enabling/pemungkin, berupa
ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
c. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat,
berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.
F. Perubahan perilaku dan proses belajar
1. Teori stimulus dan transformasi
Teori stimulus -
respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi
yang telahmemperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang
berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri
subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam (
black box). Belajar adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan
tanggapan - tanggapan dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus,
makin memperkaya tanggapan pada subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif,
menyatakan bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana
setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain
metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan,
repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi,
ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social
learning)
a. Teori belajar sosial dan tiruan
dari Millers dan Dollard
1) Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang
sama dan dengan barang yang sama.
2) Tingkah laku tergantung (macthed
dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang
dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga
mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain
waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang
dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (copying
behavior)
Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah
dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap
isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah
laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu dan masa
yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan
dijadikan patokan si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa
yang akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura dan
Walter
1) Efek modeling (modelling effect),
yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai
dengan tingkah laku model.
2) Efek menghambat (inhibition) dan
menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai
dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan
tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang
dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation effect),
yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih
mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Kepustakaan :
Ali, Zaidin. 2000. Dasar-dasar pendidikan
kesehatan masyarakat, ed. 1.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta
: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar