Nematoda
Darah dan Jaringan
Oleh :
Septian Julifar Syamsul Huda SKM
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Nematode yang hidup sebagai parasit
di dalam darah dan jaringan dapat di bagi menjadi 3 golongan: (1) cacing
filaria dan cacing dracunculus .(2) invasi larva migrans di dalam kulit,
jaringan di bawah kulit dan alat-alat dalam oleh larva nematode dan (3) parasit
yang jarang terdapat, di dalam jaringan hati, ginjal, paru-paru, mata dan
subkutis.
Cacing Filaria mempunyai spesies 200 lebih dan
hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filarial yang paling sering mengeinfeksi manusia adalah Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori (di Indonesia), dan Onchocerca
volvulus. Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan jaringan
dalam. Cacing betina mengeluarkan microfilaria (prelarva) yang masih mempunyai
selaput telur (sarung) atau selaput terlepas (tidak bersarung). Mikrofilaria
ini sangat aktif, bentuknya seperti benang dan ditemukan dalam darah perifer
atau jaringan kulit.
Cara filaria menginfeksi manusia
yaitu melalui gigitan vector Arthopoda. Misalnya nyamuk. Vektor ini menjadi
infektif karena menelan mikrofilia yang berada dalam darah mamalia. Setiap
spesies filaria mempunyai pola siklus
hidup yang kompleks. Infeksi pada manusia terjadi apabila terkena pemaparan
larva infektif secara intensif dalam jangka waktu lama. Setelah terjadi
pemaparan, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk terjadinya perubahan patologis
nyata pada manusia.
Berdasarkan keberadaan mikrofilaria
dalam sistem sirkulasi, tiap spesies mempunyai periodisitas. Bila mikrofilaria
berada dalam darah pada malam hari disebut periodisitas
nokturna. Microfilaria yang berada dalam darah pada siang hari disebut periodisitas diurnal. Beberapa spesies
parasit bersifat nonperiodik karena microfilaria berada dalam jumlah yang tetap
pada malam hari dan siang hari (Onggowaluyo, Samidjo Jangkung,2001).
B.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian nematoda jaringan dan darah
2.
Mengetahui klasifikasi nematoda jaringan dan darah
- Mengetahui epidemologi,
distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
- Mengetahui morfologi, siklus
hidup nematoda jaringan dan darah
- Mengetahui diagnosis nematoda
jaringan dan darah
- Mengetahui patologi dan gejala
klinis nematoda jaringan dan darah
- Mengetahui pencegahan,
pengobatan dan pengendalian nematoda jaringan dan darah
BAB II
ISI
1. Wuchereria branchofti (filarial
worm)

A.Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Spirurida
Super famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Species : Wuchereria
Bancrofti
B.
Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit
terkini
Parasit ini tersebar luas di daerah
tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke Spanyol dan ke selatan
sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia dapat ditemukan di Afrika,
Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik selatan. Di
belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika
Selatan. Penyakit ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari
Afrika melalui kota Charleston, Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun
yang lalu. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan
kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena Culex quinquefasciatus
sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air
got dan bahan organik yang telah membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi
filiariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi
daripada di desa-desa besar karena vector terpenting ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di
semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin,
terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih
terlindung terhadap nyamuk, mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk
asli.
Vektor utama di belahan Barat Dunia
ialah Culex quinquefasciatus (=fatigans)
dan di Pasifik Selatan Aedes
polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefasciatus menggigit pada malam hari dan
hidup di rumah dan di daerah kota, sedangkan nyamuk Aedes polynesiensis menggigit pada siang hari dan hidup di luar
rumah dan di daerah hutan. Sekurang-kurangnya 48 spesies nyamuk termasuk Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia,
merupakan vektor alami atau vektor percobaan
Pemberian nama W. pacifica untuk filarial nonperiodik di daerah Pasifik Selatan
oleh Manson-Bahr menimbulkan keraguan apakah parasit ini spesies terpisah atau
suatu varietas W. bancrofti. Di
daerah Pasifik Selatan filariasis nonperiodik berbeda dengan yang periodik atas dasar pembagian geografis misalnya Fiji
dan Samoa terhadap Mikronesia dan Melanesia di daerah hutan dan daerah kota.
Vektor Aedes polynesiensis terhadap
Culex quinquefasciatus, Anopheles
farautii dan A. punctulatus, dan
dalam perbedaan-perbedaan kecil pada cacing dewasanya. Periodisitas tidak
berubah-ubah walaupun orang yang terkena infeksi dipindahkan ke daerah
nonperiodik. Juga terdapat bahwa suatu
strain C. quinquefasciatus dari Fiji
yang suseptibel terhadap mikrofilaria periodik, ternyata tahan terhadap
mikrofilaria nonperiodik.
C.
Morfologi
Cacing dewasa menyerupai benang,
berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing betina berukuran 90-100x0,25 mm ekor
lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya berpasangan (paired). Cacing
jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor melingkar dan dilengkapi dua spikula.
Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8 mikron. Mikrofilaria terdapat
di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi, tetapi pada
waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria. Cacing ini mempunyai
periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan
pada malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler
organ-organ visceral (jantung, ginjal, paru-paru dan sebagainya).
Di daerah pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas
subperiodik diurnal. Di Thailand terdapat mikrofilaria dengan periodisitas
subperiodik nokturna.
D.
Siklus hidup

Untuk melengkapi siklus hidupnya, W.
bancrofti membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk (hospes perantara).
Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria yang terisap bersama-sama dengan
darah. Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya dan
berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2), dan larva stadium 3
(L-3) dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki panjang 135-375
mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa
perkembangannya 0,5-5,5 hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki
panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L-1, ekor
pendek membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara 6,5-9,5 hari (di
toraks dan kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali,
kadang-kadang ditemukan di probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif
dan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.
Apabila
L-3 ini masuk ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke sistem limfatik
perifer dan bermigrasi ke saluran limfe distal dan akhirnya ke kelenjar limfe
dan tumbuh menjadi L-4 dan L-5 (cacing betina dewasa dan jantan dewasa). Cacing
betina yang sudah matang dan gravid mengeluarkan mikrofilaria dan dapat
dideteksi di darah perifer dalam waktu 8-12 bulan pascainfeksi.
E.
Diagnosis
Diagnosis filariasis hasilnya lebih
tepat bila didasarkan pada anamnesis yang berhubungan dengan vektor di daerah
emdemis dan di konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Bahan
pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam hari. Sediaan darah tetes
tebal yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan mikroskop untuk
melihat adanya mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk
menetapkan spesies filarial dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal
dan halus tipis yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright.
Untuk mengetahui infeksi ringan,
dilakukan dengan cara mengambil 1 ml darah tersangka yang dicampur dengan 10 cc
larutan formalin 2%. Endapan darah diambil dan diperiksa langsung atau
diwarnai. Disini bias diketahui densitas mikrofilaria dalam darah.
Dalam darah penderita dengan gejala
filariasis tidak selalu ditemukan mikrofilaria. Kira-kira setelah satu tahun
pascainfeksi, larva menjadi cacing dewasa dan mengeluarkan mikrofilaria. Pada
bulan pertama terjadi gejala filariasis yang disertai peradangan. Pada gejala
ini tidak ditemukan microfilaria dalam darah. Ada kemungkinan, pada stadium
lanjut setelah terjadi gejala elephantiasis, biasanya cacing dewasa dan
microfilaria sudah mati. Tes intradermal dengan menggunakan antigen
Dirofilaria, reaksi ikatan komplemen, hemaglutinasi, dan flokulasi juga baik
untuk diagnosis bila microfilaria sulit ditemukan dalam darah. Bila
mikrofilaria W. boncrofti dapat ditemukan dalam urin penderita kiluria,
mikrofilaria ini dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Mikrofilaria akan
banyak ditemukan bila urin penderita banyak mengandung cairan kiluria.
F.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan dan perubahan patologis
disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Cacing dewasa pada stadium
akut menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dan dalam waktu 10-15
tahun menjadi obstruktif. Microfilaria tidak mengakibatkan kelainan, namun
dalam kondisi tertentu menyebabkan occult
filariasis.
Patogenesis filariasis bancrofti
dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremi, stadium akut, dan
kronis. Ketiga stadium ini tidak menunjukkan batas-batas yang tegas karena
prosesnya menjadi tumpang tindih. Pada stadium akut terjadi peradangan
kelanjar, limfadenitis maupun limfangitis retrograd. Dalam waktu satu tahun,
peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus peradang yang umum dijumpai
adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya epididimitis,
funikulitis, dan orkitis. Saluran sperma mengalami peradangan hingga membengkak
dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri sekali. Pada stadium kronis
(menahun) gejala yang sering terjadi adalah terbentuknya hidrokel.
Kadang-kadang terjadi limfedema dan elephantiasis yang mengenai daerah tungkai
dan lengan, payudara, testes, dan vulva yang dapat diperbaiki dengan tindakan
operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi kiluria.
G.
Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Kelompok yang mudah terserang adalah
umur dewasa muda, terutama yang status social ekonominya rendah. Obat DEC
kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh karena itu pencegahan bisa dilakukan
dengan menghindari gigitan nyamuk.
Preparat antinom dan arsen dapat
membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan dilakukan dalam waktu yang
lama. Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil karbamasin sitrat (DEC).
2.
Brugia (Wuchereria) malayi

A.
Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo
: Spirurida
Super famili : Wuchereria
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi
Brugia timori
B. Epidemiologi,
distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Distribusi geografik yang luas
daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan,
Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan infeksi
filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah distribusinya
sepanjang pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama
yaitu nyamuk Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan
banyak kolam yang bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk
perindukan nyamuk tersebut di atas. Bila vektor penyakit adalah nyamuk
Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat di daerah luar kota, tetapi bila
vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat di daerah kota dan
sekitarnya.
C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik
seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya
terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4
buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor
lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina
membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar
dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat
sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula
yang panjangnya tidak sama.
Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria bersarung, panjangnya 177-230 mikron, letak tubuh kaku, panjang
ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai
1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. Periodisitas Brugia malayi ada yang nokturna,
subperiodik nokturna, dan nonperiodik.
D.
Siklus hidup

Brugia
malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirosrtis. Brugia Malayi yang hidup pada manusia
dan mamalia lainnya ditularkan oleh Mansonia
sp. Brugia timori, sedangkan yang
hanya hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles
barbirostris.
Kedua cacing ini mempunyai siklus
hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek bila dibandingkan dengan
ukuran tubuh Wuchereri bancrofti.
Masa pertumbuhan larva di dalam tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva
mengalami pergantian kulit dan berkembang menjadi L-1, L-2, dan L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa
mencapai 3 bulan. Pada tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai
pola hidup yang sama seperti Wuchereria
bancrofti.
E. Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dikonfirmasi dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah perifer. Pada stadium awal, belum ditemukan
mikrofilaria dalam darah perifer. Untuk mengetahui potongan cacing dewasa,
dapat dilakukan pemeriksaan dari bahan biopsi kelenjar limfe yang membengkak.
Untuk
keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih
dalam penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.
F. Patologi
dan gejala klinis
Gejala filariasis brugia sama dengan
filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai
bertahun-tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering tidak menunjukkan
gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan mikrofilaria.
Pada stadium akut akan terjadi demam
dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe inguinal. Keadaan ini berlangsung
2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Peradangan kelenjar
limfe dapat menimbullkan limfangitis
retrograde. Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar
ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini
, tungkai bawah penderita membengkak dan
mengalami limfedema. Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul
dan apabila pecah akan membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh
akan meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya
objektif filariasis limfatik.
Berbeda dengan filariasis bancrofti, filariasis brugia tidak pernah menyerang
sistem limfe alat genital. Limfedema
hilang sedak telah gejala peradangan tidak ada, tetapi bila terjadi serangan
berulang-ulang, lama-kelamaan pembengkakan pada tungkai tidak hilang walaupun
sudah terjadi peradangan. Hal ini dapat menimbulkan elefantiasis. Organ yang
sering terkena adalah kelenjar limfe tungkai, ketiak, dan lengan. Kelenjar
limfe inguinal jarang terkena. Elefantiasis mengenai tungkai bawah di bawah
lutut dan kadang-kadang lengan di bawah siku. Alat genital dan payudara tidak
pernah terkena. Penderita mengalami hidrokel, tetapi tidak pernah terjadi
kiluria.
Kadang-kadang terjadi gejala alergi,
berupa asma bronkial, hipereosinofilia dan adenopati.
G. Pencegahan,
pengobatan dan pengendalian
Dalam program pencegahan, harus
diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara pencegahan sama dengan
filariasis bancrofti.
Obat yang dapat dipilih adalah
dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya lebih berat jika dibandingkan
untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk pengobatan
filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
3.
Dracunculus medinensis

A.
Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Onchocercidae
Ordo : Camallanidea
Super famili :
Dracunculoidea
Genus :
Dracunculus
Species : Dracunculus medinensis
B.
Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit
terkini
Parasit
terdapat pada manusia di Afrika Utara, Barat dan Tengah, di daerah barat daya
Asia, timur laut Amerika Utara dan Tiongkok. Di India sebelah barat terdapat
presentase tinggi dari penduduk kebanyakan berumur di bawah 20 tahun, telah
terkena infeksi oleh air dari sumber air minum. Pada sumber ini tidak
disediakan tali atau ember, tetapi orang masuk hingga lutut atau pergelangan
kaki ke dalam air sambil mengisi tempat air mereka. Pada waktu itu cacing
dewasa mengeluarkan larva-larvanya Cyclops yang mengandung parasit terambil
dalam air.
C. Morfologi
Cacing
dewasa berbentuk seperti tali, silindris .Betina : 500-1200 x 0,9-17 mm, usia
sampai 12-18 bulan, Jantan : 12-29 x 0,4 mm ; ujung anterior membulat ,
posterior agak runcing & melengkung ke ventral.Larva : filiform; 750 µ.
D. Siklus hidup

Cacing dewasa hidup di dalam
jaringan subkutis dan kulit, dan menjadi dewasa dalam 10 minggu. Seekor cacing
betina dapat hidup sampai 12-18 bulan. Di dalam waktu kira-kira satu tahun cacing
betina yang pindah ke jaringan subkutis tungkai, lengan, pundak dan tubuh
bagian bawah yang banyak bersentuhan dengan air. Bila waktunya untuk
mengeluarkan larva, bagian kepala cacing membentuk benjolan kecil pada kulit
yang berindurasi, kemudian benjolan itu menjadi vesikel dan dapat menjadi
ulkus. Bila permukaan ulkus terkena air maka lekuk uterus, yang telah menjulur
keluar melalui bagian anterior cacingyang pecah, mengeluarkan larva yang dapat
bergerak ke dalam air.
Kontak berulang dengan air menyebabkan
pengeluaran larva yang berturut-turut.
Larva rabditiform yang langsing dengan ekor berbentuk benang bergerak di dalam air dan dimakan oleh suatu spesies Cyclops. Di dalam rongga badan hospes ini larva mengalmi metamorphosis menjadi bentuk infektif di dalam waktu 3 minggu. Banyak spesies Cyclops dapat menjadi hospes yagn baik. Larca yang infektif dapat bererak aktif selama bulan pertama di dalam rongga badan Cyclops lalu menjadi inaktif dan melingkar. Biasanya hanya terdapat 1-3 ekor larva, dan bila terdapat 5 ekor akan menyebabkan kematian crustacea tersebut. Lingkaran hidup menjadi lengkap bila Copepoda ini tertelan oleh hospes difinitif bersama dengan air minum. Hospes definitive mungkin manusia, binatang peliharaan atau binatang liar yang berbulu. Larva menembus dinding alat pencernaan manusia dan masuk ke dalam jaringan ikat yang lepas.
Larva rabditiform yang langsing dengan ekor berbentuk benang bergerak di dalam air dan dimakan oleh suatu spesies Cyclops. Di dalam rongga badan hospes ini larva mengalmi metamorphosis menjadi bentuk infektif di dalam waktu 3 minggu. Banyak spesies Cyclops dapat menjadi hospes yagn baik. Larca yang infektif dapat bererak aktif selama bulan pertama di dalam rongga badan Cyclops lalu menjadi inaktif dan melingkar. Biasanya hanya terdapat 1-3 ekor larva, dan bila terdapat 5 ekor akan menyebabkan kematian crustacea tersebut. Lingkaran hidup menjadi lengkap bila Copepoda ini tertelan oleh hospes difinitif bersama dengan air minum. Hospes definitive mungkin manusia, binatang peliharaan atau binatang liar yang berbulu. Larva menembus dinding alat pencernaan manusia dan masuk ke dalam jaringan ikat yang lepas.
E. Diagnosis
Diagnosis
dibuat berdasarkan bentuk luka setempat adanya cacing dan larva. Bentuk cacing
di bawah kulit dapat dilihat dengan penyinaran cahaya. Cacing yang telah
mengalami perkapuran dapat ditemukan tempatnya dengan pemeriksaan sinar
Rontgen. Pengeluaran larva dapat dirangsang dengan mendinginkan daerah ulkus.
Reaksi kulit, dengan memakai ekstrak cacing sebagai antigen, adalah positif
pada kebanyakan penderita.
F.
Patologi dan gejala klinis
Bila cacing tidak sampai pada kulit
maka akan mati dan mengalami desintegrasi,diserap atau mengalami perkapuran.
Adanya di dalam jaringan mesenterium dapat menerangkan gejala psedoperitoneal
dan manifestasi alergi.
Bila cacing sampai pada permukaan
tubuh dilepaskan zat toksin yang menimbulkan reaksi raang seempat sebagai
vesikel streil angbeisi eksudat serosa. Cacing terdapat di dalam terowongan
subkutis dengan bagian anterior di bawah lepuh yang mengandung cairan kuning
jernih. Kelainan ini dapat tampak dengan adanya indurasi dan endema. Vesikel
dapat timbul pada tiap tempat yang dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam
air, biasanya pada tungkai, pergelangan kaki dan di sela-sela jari kaki, dan
sangat jarang pada lengan atau tubuh. Kontaminasi lepuh yang dapat menimbulkan
abses, selulitis, ulkus yang besar dan nekrosis.
Gejala-gejala mulai tepat sebelum
cacing sobek. Urtikaria, eritem, sesak nafas, muntah, gatal, pusing, merupakan
gejala alergi. Gejala itu timbul biasanya
pada waktu cacing sobek, tetapi kadang-kadang timbul lagi selama
pengeluaran cacing. Dikarenakan zat-zat yang dikeluarkan cacing masuk ke dalam
jaringan.
G.
Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Pengobatan meliputi pengeluaran atau
penghancuran cacing ini. Cara kuno dengan menggulung cacing pada sebatang kayu
untuk mengelluarkannya beberapa sentimeter setiap hari masih dipakai di Asia
dan Afrika. Dapat terjadi radang yang hebat dan pengelupasan jaringan bila
cacing patah pada usaha tersebut. Lebih baik dilakukan operais dengan anestesi
prokain, membuat insisi yang luas bila tempat cacing telah diketahui dengan
sinar Rontgen dan suntikan kolargol.
Tiabendazol, sebanyak 50-100 mg/kg
bb setiap hari untuk 1 hari telah dikemukakan member hasil baik terhadap
Dracunculus. Niridazol (Ambilhar) 30 mg/kg, per ons setiap hari untk setiap
hari, dapat menghilangkan cacing secara spontan atau memudahkan mengeluarkan
secara manual. Gejala samping pengobatan ini tidak banyak atau tidak berat. Trimelarsan juga dapat
dipakai dengan hasil yang baik.
Karena faktor kurangnya pendidikan
maka sukar untuk memasukkan berbagai cara pencegahan di beberapa daerah.
Cara-cara kebiasaan penduduk untuk membersihkan diri, memudahkan kontaminasi
air dan mengakibatkan infeksi dengan Cylcops. Untuk melindungi sumber air
minum, sumur dan mata air harus dikelilingi dengan pinggiran semen, dan
dilarang mandi atau mencuci di dalam air tersebut. Air yang mencurigakan harus
di masak dan sebaiknya mengambil persediaan dari air yang mengalir, suatu
sumber yang relatif bebas Cyclops. Pemberantasan Cyclops dapat dilakukan dengan
membubuhkan klor atau kupri sulfat ke dalam persediaan air. Cacing yang belum
dewasa dapat dihancurkan dengan dietilkarbamazin, bila obat ini dipakai sebagai
obat pencegah.
4. Onchocerca voolvulus

A. Klasifikasi
Phylum :
Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Onchocercidae
Ordo : Spirurida
Super
famili : Filariodea
Genus :
Onchocerca
Species : Onchocerca voolvulus
B. Epidemologi,
Distribusi geografis dan Kondisi penyakit terkini
Tempat perindukan vector (simulium)
terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air sungai yang deras. Vektor ini
pun jarang berpindah tempat melampaui 2-3 mil dari perairan. Manusia merupakan
sumber infeksi tunggal. Lalat ini suka menggigit manusia di tempat
perindukannya. Pada hari yang cerah lalat betina hanya menggigit pada waktu
pagi dan sore hari, tetapi ditempat yang rindang atau bila langit berawan dia
menggigit sepanjang hari. Infeksi yang menahun sering kali diakhiri dengan
kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan sungai, makin
jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh karena itu penyakit ini dikenal
dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan lalat simulium
atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh tubuh.
Parasit ini banyakditemukan pada
penduduk Afrika, dari pantai Barat Sierra Leone menyebar ke Republik Kongo,
Anggola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di dataran
tinggi sepanjang sungai tempat perindukkan lalat Simulium. Di Ameraka Selatan terdapat di dataran tinggi Guatemala,
dan bagian timur Venezuella.
Kondisi penyakit terkini ialah
onkoserkosis, river blindness, blinding
filariasis.
C. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan
ikat; melingkat satu dengan yang lainnya seperti benang kusut dalam benjolan
(tumor).Cacing betina berukuran 33,5-50 cm x 270-400 mikron dan cacing jantan
19 x 42 mm x 130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih, opalesen
dan transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam
jaringan subkutan, kemudian microfilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari
jalan ke kulit.
D. Siklus
hidup
Hospes perantara utama ialah lalat
hitam genus simulium. Bila lalat
simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia maka microfilaria akan
terhisapoleh lalat, masuk kedalam otot toraks. Setelah 6-8 hari berganti kulit
dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif masuk ke dalam proboscis
lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva masuk lagi ke
dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan
microfilaria.
E. Diagnosis
Klinis : adanya nodul subkutan,
hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul ( leopard skin), atrofi
kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbitis, uveitis dan adanya
mikrofilaria dalam kornea.
Parasitologik
: menemukan microfilaria atau cacing dewasa dalam benjolan subkutan.
Diagnosis
dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam atau pisau
tajam kira-kira 2 – 5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah
kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing dewasa dapat
dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor), microfilaria dapat ditemukan
juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan untuk menunjang
diagnosis onkoserkosis.
Ultrasonografi
nodul : untuk menentukan beratnya infeksi (worm burden).
Pelacak DNA
: menggunakan teknik multiplikasi DNA (polymerase Chain Reaction/PCR) dengan
pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.
Mazotti
test : dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1-24 jam untuk
mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.
F. Patologi
dan gejala klinik
Ada 2 tipe onkosersiasis :
•
Tipe forest dimana
kelainan kulit lebih dominan
•
Tipe savanna dimana
kelainan mata yang dominant
Ada dua macam proses patologi yang
ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing dewasa yang hidup dalam
jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang mengelilingi cacing
dalam jaringan, kedua oleh microfilaria yang dikeluarkan oleh cacing betina dan
ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi
mengenai kulit dan mata. Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa merupakan
benjolan-benjolan yang dikenal sebagai onkoserkoma dalam jaringan subkutan.
Ukuran benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar lemon. Letak
benjolan biasanya diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga,
tengkorak, siku-siku, Krista iliaka lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan
kosmetik.
Kedua kelainan yang ditimbulkan oleh
microfilaria lebih hebat daripada cacing dewasa karena microfilaria dapat
menyerang mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optic dan retina mata.
Ada beberapa anggapan tentang patologi kelainan mata, yaitu : 1) reaksi mekanik
atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh microfilaria hidup, 2) toksin yang
dihasilkan oleh mikrofilaria mati, 3)toksin dari cacing dewasa dan 4) penderita
supersinsitif terhadap parasit. Pertama-tama gejala yang timbul ialah
fotopobia, lakrimasi, blefarospasmus dan sensasi dari benda asing. Reaksi
radang tidak begitu hebat bila microfilaria masih hidup daripada microfilaria
pada keadaan mati. Sering ditemukan limbitis dengan pigmentasi coklat. Pada
kasus menahun dapat terjadi keratitis berbintik, glaukoma, atrofi yang berakhir pada kebutaan. Pruritic
dermatitis disebabkan karena gerakan microfilaria dan toksin yang dulepaskan
dalam kulit. Timbul rash yang berupa lingkaran-lingkaran papel kecil-kecil.
Kemudian timbul endema kulit, kulit menebal dan terjadi likenifikasi. Kulit kehilangan
elastisitasnya dan menimbulkan keadaan yang disebut hanging groin.
G. Pencegahan,
pengobatan dan pengendalian
Pencegahan meliputi pengeluaran
benjolan, meniadakan sumber infeksi, pemberantasan fektor dan melindungi orang
yang suseptibel. Kombinasi pembedahan untuk mengeluarkan cacing dewasa dan
menghancurkan microfilaria dengan dietilkarbamazin mengurangi daya infeksi
pengandung. Selain itu dengan pemberantasan vector tergantung pada penghancuran
larva didalam air dengan larvasida. Orang melindungi dirinya dengan pakaian
penutup kepala dan “repellent”.
•
Invermectin merupakan obat pilihan dengan dosis 150 ug/kg
badan, diberikan satu atau dua kali pertahun pada pengobatan masal. Untuk
pengobatan individu, diberikan pada dosis 100-150 ug/kg berat badan dan
diulangi setiap dua minggu, bulan atau 3 bulan hingga mencapai dosis total 1,8
mg/kg berat badan.
•
Suramin merupkan satu-satunya obat yang membunuh cacing
dewasa O.volvulus teapi jarang
dipakai karena penggunaanya yang relative sulit dan toksisitasnya tinggi.
5.
Loa –loa

A.
Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass :
Onchocercidae
Ordo : Spirurida
Super famili :
Filariodea
Genus :
loa
Species : loa-loa
B.
Epidemologi, Distribusi geografis dan Kondisi penyakit
terkini
Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat
perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat ini menyerang
manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih sering ditemukan pada
pria dewasa.
Parasit ini tersebar di daerah
khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain
forest ) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropic bagian Barat dari
Sierra Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo sendiri,
Kamerun dan Nigeria bagian Selatan.
Penyakit yang ditimbulkan adalah
loaiasis atau Calabar swelling (fugitive swelling).
C.
Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan
subkutan, yang betina berukuran 50 - 70 x 0,5 mm dan yang jantan berukuran 30 –
34 x 0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan microfilaria yang beredar dalam darah
pada siang hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh
darah paru-paru.
D.
Siklus hidup

Mikrofilarian mempunyai sarung
berukuran 250-300 mikron x 6-8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin, dahak, dan
kadang-kadang ditemukan di dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini
ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilarian
yang beredar dalam darah dihisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di
dalam badan serangga, mikrofilarian tumbuh menjadi larva infektif dan siap
ditularkan ke hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam
waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina
mengeluarkan mikrofilarian.
E.
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan
microfilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan
cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subktan.
F.
Patologi dan gejala klinik
Cacing dewasa dapat ditemukan pada
seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan
pangkal hidung serta menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk
mata menjadi bengkak sehingga menggangu penglihatan. Pada saat-saat tertentu
penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh
cacing dewsa dan menimbulkan reaksi radang yang bersifat temporer. Pembengkakan
jaringan yang tidak sakit dan noppiting dapat menjadi sebesar telur ayam.
Sering tejadi di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbul secara spontan dan
menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi
supersensitive hospes terhadap parasit.
G.
Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Cara-cara untuk melindungi penduduk
meliputi pemberantasan Chrysops
dengan larvisida sedapat-dapatnya, menghilangkan pengandung parasit dengan
pengobatan dietilkarbamazin dan melindungi orang terhadap lalat dengan kelambu,
kasa kawat dan “repellent”.
Dietilkabarmasin merupakan obat
utama untuk pengobatan loaliasis selama
40 tahun ini. Dosisnya adalah 2 mg/kg berat badan/hari, diberikan 3 kali sehari
sesudah makan selama 14 hari. DEC membunuh microfilaria dan cacing dewasa. Pada
pemberian DEC harus diperhatikan efek sampingnya. Disamping sebagai terapi,
obat ini bersifat profilaksis terhadap infeksi parasit. Saat ini mulai dicoba
pengobatan dengan Ivermectin.
Cacing dewasa di dalam mata harus
dikeluarkan dengan pembedahan yang dilakukan dengan seorang yang ahli.
6.
Mansonella
ozzardi

A. Klasifikasi
Phylum :
Nemathelminthes
Class :
Nematoda
Subclass : Onchocercidae
Ordo
: Spirurida
Super famili : Filariodea
Genus :
Ozzardi
Species :
Mansonella ozzardi
B. Epidemologi, Distribusi geografis
dan Kondisi penyakit terkini
Di India Barat, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan infeksi M.Ozzardi
bersifat indegenus. Vektor utama filariasis ozzardi
adalah Culicoides sp.
Penyakit yang disebabkan oleh
parasit ini disebut Fillariasis ozzardi,
Mansonelliasis ozzardi.
Parasit ini terdapat di daerah
Amerika Tengah dan Selatan dan beberapa pulau di Hindia Barat.
C.
Morfologi
Cacing betina dewasa berukuran
6,5-8x0,2-0,25 mm,kulitnya mempunyai kutikulum halus dan pada bagian ekor
Tampak lipatan yang mengkilap. Cacing jantan berukuran 38x0,2 mm, bagian
anteriormelengkung ke arah ventral dan ujungnya membesar.
D.
Siklus hidup

Cacing dewasa hidup di dalam rongga
tubuh masenterium dan lemak alat-alat dalam. Mikrofilaria berujung
runcing,tanpa sarung dan bersifat nonperiodik. Manusia meupakan hospes
definitive tunggal yang diketahui. Culicoides
furens ialah vektornya yang pasti, tempat larva menjadi infektif pada hari
ke-6 dan pada hari ke-8 pindah ke dalam proboscis.
E.
Diagnosis
Diagnosis pasti diteggakan dengan
menemukan microfilaria dalam darah. Mikrofilaria bersifat nonperiodik dan harus
dibedakan dengan microfilaria spesies lainnya.
F.
Patologi dan gejala klinik
Cacing dewasa menyebabkan kerusakan
ringan pada jaringan ikat peritoneum. Kadang-kadang terjadi hidrokel atau
kelenjar limfe membesar. Tidak terdapat gejala tertentu yang dapat dihubungkan
dengan cacing itu.
G.
Pencegahan, Pengobatan dan pengendalian
Pencegahan
tergantung pada pemberantasan vektor dan perlindungan orang-orang terhadap
gigigtan vektor.
Kasus
tanpa gejala tidak perlu pengobatan. Obat DEC tidak efektif untuk pengobatan
filariasis ozzardi.
KESIMPULAN
Nematoda
yang hidup sebagai parasit di dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi 3
golongan : (1) Cacing filaria dan cacing dracunculus; (2) invansi larva migrans
di dalam kulit; jaringan di bawah kulit dan alat-alat dalam oleh larva nematoda
dan; (3) parasit yang jarang terdapat, di dalam jaringan hati, ginjal,
paru-paru, mata dan subkis.
Nematoda jaringan dan darah diklasifikasikan menjadi
Wuchereria branchofti (filarial worm), Brugia (Wuchereria) malayi, Dracunculus medinensis,
Onchocerca voolvulus, Loa –loa, Mansonella ozzardi.
Apabila parasit ini masuk
ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan penyakit yang serius misal Wuchereria
branchofti penyakit filariasis bancrofti yang berasal dari vekto nyamuk
culek, aedes, dan anopheles; Brugia
(Wuchereria) malayi penyakit filariasis malayi berasal dari
vektor nyamuk anopheles ; Dracunculus medinensis penyakit ular ganas
dari Israel berasal dari vektor (tetapi belu jelas diketahui hospes
perantaranya) ; Onchocerca voolvulus penyakit Onchocerciasis berasal
dari vektor lalat dari genus simulium ; Loa
–loa penyakit loaiasis, calabar swelling berasal dari
vektor lalat hitam;Mansonella
ozzardi penyakit filaria ozzarddi berasal dari vektor culicoides.
DAFTAR
PUSTAKA
Harold W. Brown, 1979.Dasar
Parasitologi Klinis Edisi ke 3.jakarta: PT.Gramedia
Noble, R Elmer. Noble, A Glenn.1989.
Parasitologi Biologi Parasit HewanEdisi
ke 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Onggowaluyo, Samidjo Jangkung. Parasitologi Medik 1. 2002. Jakarta: EGC.
http://www.resep.web.id/kesehatan/filariasis-limfatik-kaki-gajah-di-indonesia.html