Senin, 27 Mei 2013

sekilas Tuberkulosis

A.     Tuberkulosis
1.    Definisi Penyakit
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011).
2.    Penyebab Penyakit
Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis). M.tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.
Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri  M. tuberculosis  bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002).
3.    Gejala Klinis
Menurut Depkes RI (2011). Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
a.    Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
b.    Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c.    Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d.   Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
a.    Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b.    Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c.    Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d.   Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, tuberkulosis dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa. Kira-kira 30 50% anak yang kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
4.    Diagnosis
Menurut Depkes RI (2011) diagnosis penyakit Tuberkulosis Sebagai berikut :
Diagnosis TB paru
a.       Semua suspek tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b.      Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c.       Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Diagnosis TB ekstra paru
a.       Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b.      Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.
5.    Penularan
Menurut Depkes RI (2011) Peenularan penyakit Tuberkulosis adalah sebagai Berikut :
a.    Cara penularan
1.      Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2.      Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3.      Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4.      Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5.      Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b.         Risiko penularan
1.         Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB dengan BTA negatif.
2.         Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3.         Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4.         Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
6.    Pengobatan
Riwayat pengobatan TB telah dimulai sebelum Robert Koch menemukan basil Tuberkulosis pada tahun 1882 dengan didirikan sanatorium-sanatorium di berbagai tempat, masa ini dikenal sebagai battle against symptom. Sanatorium-sanatorium tersebut didirikan untuk tempat merawat pasien yang diduga menderita TB agar tidak menularkan kuman TB pada orang disekitarnya. Setelah itu berkembang pula upaya pembedahan yang dikenal dengan masa  battle against cavity. Pada tahun 1990-an barulah ditemukan Streptomisin, Isoniasid (INH), Pyrazinamid, Etambutol dan Rifampisin, yang dikenal dengan era battle against TB bacily (Aditama, 2002).
Dasar pengobatannya terdiri dari dua fase, yaitu fase awal (intensif) dan fase lanjutan. Pada fase intensif obat diminum setiap hari dengan pengawasan langsung, sedangkan fase lanjutan obat diminum seminggu tiga kali, kecuali untuk anak, OAT diminum setiap hari. Prinsip pengobatannya, yaitu dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama enam – delapan  bulan (Depkes RI, 2011).
Obat yang dipakai dalam program pemberantasan TB sesuai dengan rekomendasi WHO berupa paduan obat jangka pendek yang terdiri dari tiga kategori, setiap kategori terdiri dari dua fase pemberian yaitu fase awal (intensif) dan fase lanjutan. Obat yang biasa digunakan yaitu dosis Kombipak, yang tersedia untuk penderita dengan berat badan 33–50  kg. Untuk penderita dengan berat badan selain 33–50 kg, dosisnya supaya disesuaikan (Depkes RI, 2011). Paduan OAT dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 . Pengobatan TB yang dianjurkan WHO
Kategori
Rumus
Indikasi
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
I
2HRZE/ 4H3R3
·   Penderita baru BTA positif
·   Penderita baru TB Paru BTA negatif foto toraks positif”
·   Penderita TB Paru ekstra berat.
Waktu 2 bulan, frekuensi 1 kali menelan obat jumlah 56 kali menelan obat.
Waktu 4 bulan frekuensi 3 kali seminggu, jumlah 48 kali menelan obat
II
2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3
·   Penderita kambuh (relaps)
·   Penderita gagal
·   penderita dengan pengobatan setelah putus berobat
·   Selama 2 bulan pertama frekuensi 1 kali sehari, jumlah 56 kalimenelan obat.
·   Satu bulan berikutnya selama 1 bulan, 1 kali sehari, jumlah 28 kali menelan obat
Selama 5 bulan, 3kali seminggu, jumlah total 60 kali menelan obat.
III
2HRZ/ 4H3R3
·   Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan.
·   Penderita ekstra paru ringan yaitu: TB kelenjar limfe (limfadenitis), Pleuritis eksudatif unilateral,TB kulit,TB tulang, sendi dan kelenjar adrenal.
Waktu 2 bulan, frekuensi 1 kali menelan obat jumlah 56 kali menelan obat.
Waktu 4 bulan frekuensi 3 kali seminggu, jumlah 48 kali menelan obat
Sumber: Depkes RI, 2011
Panduan Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan atau sebanyak 28 obat/hari (Depkes RI, 2011).




7.    Pencegahan
Menurut Hiswani, (2006) tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat, dan petugas kesehatan.
a.    Pengawasan penderita, Kontak, dan Lingkungan
1.         Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak di sembarang tempat.
2.         Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan  pencegahan terhadap bayi dengan diberikan vaksinasi Bacillus Calmatto Guenin (BCG).
3.         Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4.         Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus tuberkulosis. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5.         Des-Infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, dan pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6.         Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7.         Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.
8.         Pengobatan khusus. Penderita dengan tuberkulosis aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obatan kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminumj dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan dokter.
b.    Tindakan Pencegahan
1.         Status sosial ekonomi rendah merupakan faktor seseorang bisa menjadi sakit, seperti keadaan kepadatan hunian.
2.         Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau sering dilaporkan pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
3.         Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4.         BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian. Pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5.         Memberantas tuberkulosis pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi
6.         Tindakan mencegah bahayan penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen, dan sebagainya.
7.         Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tuberkulosis.
8.         Pemeriksaan screening dengan tuberculin-test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit, petugas/guru sekolah, petugas foto rontgen.
9.         Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin-test.
Menurut Mandal, et all (2008). Pencegahan penyakit Tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Perlindungan terbaik melawan tuberkulosis adalah diagnosis dan pengobatan yang efisien untuk orang dengan infeksi aktif. Tuberkulosis dalam segala bentuk merupakan penyakit yang harus dilaporkan.
2.      Orang yang kontak erat dengan pasien penyakit Tuberkulosis harus mendapatkan status klinis dan status BCG-nya, menjalani tes kulit tuberculin (biasanya Heaf), dan memerlukan penilaian secara radiologis. Tujuan penelusuran kontak adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus dengan penyakit klinis, kasus lain yang teridentifikasi oleh pasien yang sama (dengan atau tanpa bukti penyakit), dan orang yang berkontak erat harus mendapatkan BCG.
3.      Tes kulit tuberculin indermal biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik Heaf dan Mantoux. Responnya dibagi dalam kelompok (misalnya derajat Heaf 0-4) berdasarkan derajat indurasi. Uji ini digunakan untuk menilai apakah seseorang telah mendapatkan M.tuberculosis setelah pajanan, dan berguna pada pasien yang tidak diimunisasi dengan BCG. Uji ini juga digunakan sebagai praimunisasi BCG untuk menilai apakah seseorang telah mengalami tuberkulosis primer subklinis sebelumnya. Interpretasi menjadi lebih sulit pada orang yang divaksinasi BCG karena memang diharapkan ada reaksi positif ringan.
4.      Kemoprofilaksis diberikan untuk mencegah infeksi yangberlanjut menjadi penyakit klinis. Kemoprofilaksis direkomendasikan untuk anak berusia <16 tahun dengan tes Heaf positif kuat, untuk anak berusia <2 tahun yang mengalami kontak erat dengan ppenyakit paru apusan positif, untuk pasien yang konversi tuberculin terbarunya telah dikonfirmasi, dan untuk bayi dari ibu dengan tuberkulosis paru. Terapi ini harus dipertimbangkan untuk orang terinfeksi HIV yang berkontak erat dengan pasien yang mempunyai epenyakit dengan apusan positif. Rifamisin dan isoniazid selama 3 bulan, atau isoniazid selama 6 bulan seluruhnya efektif.
5.      BCG digunakan pada beberapa negara sebagai tindakan perlindungan untuk infeksi mikobakterium. Vaksinasi ini memberikan kira-kira 80% perlindungan selama 10-15 tahun dan merupakan yang paling baik untuk mencegah penyakit diseminata pada anak. Karena BCG bernilai diagnostic potensial untuk melihat infeksi primer sebelumnya, maka beberapa negara tidak menggunakannya.

6.      Komplikasi yang kadang-kadang terjadi adalah abses BCG lokal, dan infeksi BCG diseminata pada pasien immunocom-promised.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar