I.
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang Masalah
Hampir
semua perempuan memimpikan tubuh langsing ideal. Tapi, jika anda ketakutan
berlebih menjadi gemuk sehingga menolak makan, sebaiknya mulai berhati-hati.
Ada kemungkinan menderita gangguan makan yang dikenal dengan anorexia nervosa.
Setiap orang saat ini terlihat
begitu memperhatikan berat badan dan karena kebanyakan orang pernah melakukan
diet setidaknya sekali, sangat susah untuk menyatakan diet yang normal dan mana
diet yang dapat membahayakan dan kebahagiaan.
Apalagi tahap awal dari suatu
gangguan makan bisa sangat susah untuk didiagnosa, kapan suatu diet menjadi
suatu masalah kesehatan dan emosi? Kapan kehilangan berat badan menjadi
patologi? Menjawab pertanyaan ini sangat susah, terutama apabila orang tersebut
belum kehilangan berat badan yang berarti untuk didiagnosa klinis.
Bagaimanapun, pertanyaan tersebut penting, semakin awal gangguan makan
ditangani, makin besar kemungkinan sembuh. Jika tanda dan gejala dari gangguan
makan ini dibiarkan sampai menjadi kebiasaan, orang harus berjuang
bertahun-tahun untuk sembuh.
Perempuan penderita anorexia tidak bisa melihat bahwa tubuh
mereka sudah kekurangan nutrisi karena memandang makanan adalah masalah utama.
Menurut data yang dikutip situs womenfitness.com, sekitar 30 persen
penderita anoreksia mengalami gangguan ini seumur hidup, dan hampir semuanya pernah
mengalami fase yang membahayakan nyawa mereka. Sembilan puluh persen dari penderita
anorexia adalah perempuan. Setiap dua
ratus perempuan dalam populasi umum, satu hingga enam orang akan diserang
anoreksia. lima hingga delapan belas persen dari penderita akan meninggal
akibat gangguan ini. Anorexia
merupakan penyebab kematian utama di antara orang-orang yang mencari bantuan
psikiater.
Banyak penderita yang meninggal di
usia dini, dan paling tidak lima hingga delapan belas persen yang dirawat
akibat anoreksia selanjutnya meninggal karena kelaparan atau bunuh diri.
Orang yang menderita anoreksia
nervosa memiliki ketakutan yang berlebihan apabila berat badannya bertambah.
Sebisa mungkin penderita akan mengurangi konsumsi makanannya agar memiliki
tubuh yang luar biasa kurus. Anoreksia nervosa berdampak pada tubuh dan
pikiran. Anoreksia biasanya terjadi karena depresi dan perasaan gemuk yang
berlebihan. Anoreksia nervosa biasanya menimpa para model dan penari balet
karena tubuhnya dituntut untuk kurus agar performanya tetap terlihat maksimal
akan tetapi, anoreksia nervosa juga dapat menimpa seseorang yang merasa bentuk
tubuhnya tidak sempurna dan terus-menerus khawatir akan bentuk tubuhnya.
Sekitar 9 dari 10 wanita menjadi penderita anoreksia nervosa di Amerika. Akan
tetapi, tidak menutup kemungkinan seorang lelaki menjadi penderita anoreksia
nervosa ini.
Korban masalah gangguan pola makan
atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai eating disorder sudah
banyak sekali, dari kelompok selebriti sampai orang biasa. Jika tidak segera
diobati secara serius, gangguan pola makan bisa mengakibatkan korban jiwa.
Remaja, terutama remaja putri, termasuk kelompok yang rentan terhadap gangguan
ini. Mungkin karena remaja berusaha untuk menjadi “gaul” dan cenderung menjadi
korban mode yang menuntut seseorang langsing cenderung kurus. Seseorang dapat
dikatakan mengalami gangguan pola makan apabila ia terobsesi dengan pengaturan
makanan dan berat badannya. Mereka melakukan hal-hal yang ekstrem untuk menjaga
berat badannya. Ada dua gangguan pola makan yaitu anorexia dan bulimia
nervosa. Salah satu teori menyebutkan bahwa penyebabnya adalah karena
seseorang merasa sangat tertekan dengan “kewajiban” untuk tampil langsing seperti
yang dimunculkan oleh televisi dan majalah. Teori ini menunjuk adanya gangguan
pada sebagian fungsi otak yang berkaitan dengan body image.
Pencitraan tubuh langsing semampai masih menjadi
idaman wanita. Fenomena ini dikhawatirkan melipat gandakan kasus anoreksia.
Sebab, para wanita ada kecenderungan menggunakan semua cara agar punya tubuh
ideal.
Berikut
contoh kasus anoreksia nervosa :
Media
massa turut mengekspos figur-figur langsing, mulai Marlyn Monroe, Victoria
Beckham, hingga Keira Knightley. Bahkan, mereka yang mengalami anoreksia (tidak
makan sama sekali atau menolak makan) bisa bergabung dalam sebuah wadah bernama
klub Ana. Mereka sangat terinspirasi model-model langsing. Ukuran pakaian yang
mereka dambakan adalah XXS atau di dalam dunia mode dikenal dengan ukuran zero.
Bagi mereka yang mempunyai tinggi badan 170 cm diwajibkan mempunyai berat badan
tidak boleh melampaui 45 kg. Pertama kali gerakan klub Ana dikenal di Amerika
dan dimulai sejak 2001. Peminatnya remaja, khususnya wanita, berusia 14-35
tahun. Bagi mereka, anoreksia bukanlah penyakit, melainkan gaya hidup (life
style). Akibat buruk gerakan klub
Ana itu, mereka lebih ikhlas memilih kematian daripada memiliki berat tubuh
normal. Parahnya, sebanyak 15 persen dari pengidap penyakit anoreksia berakhir
dengan kematian. Hal itu semakin memprihatinkan karena angka kematian mereka
jauh lebih tinggi daripada pengidap depresi. Lihat saja, sederet model cantik
menjadi korban dari anoreksia. Ana Caroline Reston, model asal Brasil,
meninggal dengan berat badan hanya 40 kg dengan tinggi badan 1,72 m. Dia
meninggal dunia karena infeksi usus yang disebabkan anoreksia. Pada 2006, model
berusia 22 asal Uruguay itu mengalami serangan jantung setelah menjalani diet
hanya makan daun selada dan minuman bersoda selama tiga bulan.
Penderita anoreksia beranggapan
bahwa kulit dan daging tubuhnya sebagai lemak yang harus dilenyapkan.
"Seseorang yang mengalami anoreksia akan menolak makanan, muntah, dan
menggunakan obat diet berlebihan.
Gangguan ini umumnya muncul di usia
17 dan sangat jarang dijumpai pada perempuan di atas 40. Masalah ini bisa
dipicu oleh peristiwa yang memicu depresi, seperti dikeluarkan dari kampus.
Anoreksia bisa saja hanya terjadi untuk jangka pendek. Tapi anorexia biasanya merupakan penyakit
kronis yang datang dan menghilang atau memburuk seiring waktu.
Gangguan anorexia nervosa biasanya berkembang di masa dewasa ataupun dewasa
akhir, gangguan ini umumnya mulai muncul pada masa remaja dan dewasa awal
ketika tuntutan untuk menjadi kurus sangat kuat (Beck, Casper & Andersen,
1996). Seiring dengan meningkatnya tekanan sosial semakin meningkat pula
tingkat gangguan makan. Kira – kira 0,5% (1:200) wanita di lingkungan kita
mengidap anorexia nervosa (APA,2000).
Penelitian terhadap mahasiswi menunjukkan bahwa mungkin 1 diantara 2 dari
mereka makan berlebih dan memuntahkannya setidaknya satu kali (Fairbun &
Wilson, 1993). Jumlah penderita anorexia
pada pria sekitar sepersepuluh jumlah wanitanya (APA, 2000).
B. Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah seminar klinis dan mengeksplorasi secara lebih dalam tentang
masalah eating disorder (gangguan
makan) dengan memfokuskan pada kasus anorexia
nervosa.
II.
Isi
A.
Definisi
Anoreksia (anorexia)
berasal dari bahasa Yunani an-, yang artinya “tanpa” dan orexis
artinya “hasrat untuk”. Anoreksia memiliki arti “tidak memiliki
hasrat untuk (makan)”, yang sesungguhnya keliru, karena kehilangan nafsu makan
diatara penderita anoreksia nervosa jarang terjadi.
Menurut Bruch (1973) “pengejaran
tanpa lelah kekurusan tubuh dengan menciptakan kelaparan diri sendiri bahkan
sampai pada kematian”
Anoreksia
nervosa dapat diartikan sebagai gangguan makan karena adanya keinginan yang
keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dan ditandai oleh penurunan berat
badan yang yang ekstrim dengan cara sengaja melaparkan diri.
Menurut Belloni, penderita gangguan
ini mempunyai faktor pendukung yang merintangi adaptasi cepat dan efisiensi
serta menghasilkan sikap bertahan terhadap sensasi tubuhnya.
Anoreksia adalah gangguan makan
yang ditandai dengan kelaparan secara sukarela dan stress dari melakukan
kegiatan. Anorexia nervosa merupakan sebuah penyakit kompleks yang melibatkan
komponen psikososial, sosiologikal,
dan fisiologikal.
Seseorang yang menderita anorexia disebut sebagai anoreksik atau (lebih
tidak umum) anorektik. Istilah ini sering kali namun tidak benar
disingkat menjadi anorexia,
yang berarti gejala medis kehilangan nafsu makan.
Anoreksia nervosa menunjukan rasa
tidak suka terhadap makanan yang mengandung energi tinggi (drewnoski et al.
1987; Sunday & Halmi, 1990) tidak ada priming efek terhadap makanan serta
rendahnya skor anhedonic pada self reprted scale. (Davis & Woodside, 2002;
Eiber et al. 2002).
Anoreksia adalah kelaparan diri
(dengan pembatasan ekstreem terhadap kalori makan dan dengan jumlah yang sangat
sedikit) biasanya menyebabkan kehilangan berat badan yang berlebihan. (Mehta,
2010).
Anoreksia nervosa adalah gangguan
makan yang sangat memperihatinkan. Dimana individu tersebut mempertahankan
bentuk tubuhnya atau menurunkan berat badan dengan cara sedikit makan. Mereka
merasa takut akan penilaian orang lain karena mempunyai bentuk tubuh yang
kurang bagus, mereka beranggapan seseorang akan menilai diri dari bentuk badan.
(Stark.2000)
B.
Sebab
– Sebab
Seperti gangguan psikologis
lainnya, anorexia melibatkan
interaksi yang kompleks dari berbagai faktor. Namun demikian, faktor yang
paling signifikan adalah tekanan sosial yang dirasakan oleh wanita muda yang
menyebabkan mereka mendasarkan self –
worth pada penampilan fisik, terutama berat badan.
1. Faktor
Biologis
Kelaparan menyebabkan banyak
perubahan biokimia, beberapa diantaranya juga ditemukan pada depresi. Para
ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam mekanisme otak yang
mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita anoreksia nervosa kemungkinan
terbesar berkaitan dengan serotonin kimiawi otak (Goode,2000).
Opiat endogen mungkin memberikan
konstribusi pada penyangkaan dan keadaan lapar pasien anoreksia nervosa.
Penelitian sebelumnya menunjukkan peningkatan berat badan yang berarti pada beberapa
pasien yang diberi opiat antagonis.
Kelaparan menghasilkan beberapa
perubahan biokimia, yang sebagian juga ada pada pasien depresi, seperti
hiperkortikolemia dan non supresi dari dexamethason. Fungsi tiroid juga
tertekan, kelainan ini hanya bisa dikoreksi dengan kaliminasi. Kelaparan juga
menyebabkan amenorrhea yang menunjukkan kadar hormon (luitenizing hormon, FSH,
gonadotropin, realising hormon). Meskipun begitu, beberapa pasien anoreksia
nervosa menderita amenorrhea sebelum kehilangan berat badan yang signifikan.
Pembatasan makan terlalu banyak
mengaktifkan saraf yang berhubungan dengan reward
(contoh dopamine dan sistem opioid endogen) khususnya saat syaraf tersebut
berasosiasi dengan latihan fisik yang meningkat. (Heubner, 1993 ; Bergh &
Sodersten, 1996; Sodersen et al. 2006) dapat menyebabkan simptom – simptom yang
berhubungan dengan Anoreksia nervosa (contoh, depresi, obsesi (keys et al.
1950; zandian et al, 2007) dan menghasilkan efek fisiologis yang merugikan
serta rasa permusuhan terhadap asupan makanan (Capaldi & Myers, 1982; Pinel
et al. 2000).
Farmakologi dan bukti genetik
memperlihatkan bahwa dopamin dan sistem opioid berkontribusi terhadap
pengurangan keinginan makan pada Anoreksia Nervosa (Yeomans & Gray, 2002;
Frank et al. 2005; Brown et al.2007).
Sedikit priming efek untuk ekspersi
wajah bawah sadar terhadap rasa jijik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa efek rasa takut itu lebih kuat dibandingkan dengan rasa jijik terhadap
penolakan makanan.
Hal tersebut dapat dihipotesiskan
bahwa efek takut mungkin merefleksikan keterlibatan struktur otak, seperti
amygdala yang berperan penting dalam mediasi otonom dan respon perilaku
terhadap ancaman stimulus (Ledoux, 1996; Ohman et al.2007).
Interpretasi tentatif yang berhubungan
dengan simptom Anoreksia nervosa terhadap ketakutan irasional pada asupan
makanan atau pertambahan berat badan, berasal dari hyperaktifasi amigdala yang
dapat mempengaruhi penilaian negatif terhadap makanan. Dapat dicatat bahwa
minuman berkalori telah menunjukkan penderita anoreksia nervosa untuk
memunculkan emosi takut terhadap kalori atau caloric fear dengan mengaktifnya limbik dan para limbik.
(Contoh : amygdala, insula, anterior cinglate gyrus) (Ellison et al, 1998).
Secara perilaku, wanita dengan
anoreksia nervosa menunjukkan rating positif yang lebih tinggi terhadap respon
stimulus underweight atau kurus.
Sementara pada wanita sehat lebih memilih terhadap stimulus dengan berat badan
normal. Pada penderita anoreksia nervosa mempunyai aktifasi yang lebih tinggi
terhadap ventral stiratal activity
saat memproses stimulus undreweight
dibandingkan dengan stimulus berat badan normal atau normal weight stimuly. Pada wanita dengan anoreksia nervosa,
aktifasi tersebut lebih tinggi selama memproses stimulus underweight dibandingkan dengan stimulus normal weight (Anna Katharina Fladung et al,
2010).
2. Faktor
Sosial.
Penderita menemukan dukungan untuk
tindakan mereka dalam masyarakat yang menekankan kekurusan dan latihan.. Tidak
ada gambaran keluarga yang spesifik untuk anoreksia nervosa. Walaupun begitu,
ditemukan bukti yang menunjukkan pasien-pasien anoreksia nervosa mempunyai masalah yang berhubungan dengan
keluarga dan penyakit mereka. Pasien anoreksia
nervosa mempunyai sejarah keluarga yang depresi, ketergantungan alkohol,
atau gangguan makan. Tetapi, faktor
sosial memegang peran penting dimana penderita ingin menjadi kurus karena
kegemukan, dianggap tidak menarik, tidak sehat, dan tidak diinginkan.
3. Faktor
Psikologis dan Psikodinamis.
Anoreksia nervosa merupakan suatu reaksi terhadap
kebutuhan pada remaja untuk menjadi lebih mandiri dan meningkatkan fungsi
sosial dan seksual. Biasanya mereka tidak mempunyai rasa otonomi dan
kemandirian, biasanya tumbuh di bawah kendali orang tua. Kelaparan yang
diciptakan sendiri (self starvation) mungkin merupakan usaha untuk
meraih pengakuan sebagai orang yang unik dan khusus. Hanya memalui tindakan
disiplin diri yang tidak lazim pasien anoreksia
dapat mengembangkan rasa otonomi dan kemandirian.
4. Faktor
Sosiokultural
Teoritikus sosiokultural menitik
beratkan pada tekanan sosial dan harapan dari masyarakat pada wanita muda
sebagai kontributor terhadap perkembangan gangguan makan (Bempoard, 1996;
Stice, 1994). Tekanan untuk mencapai stabdar kurus yang tidak realisitis, dikombinasikan
dengan pentingnya faktor penampilan sehubungan dengan peran wanita dalam
masyarakat, dapat menyebabkan wanita muda menjadi tidak puas dengan tubuh
mereka sendiri (Stice, 2001). Model sosiokultural didukung pula dengan bukti –
bukti yang menunjukkan bahwa gangguan makan lebih tidak umum, bahkan jarang
terjadi di negara – negara nonBarat (Stice, 1994; Wakeling, 1996). Bahkan pada
budaya barat, gangguan makan yang terkait dengan obsesi terhadap berat badan
lebih umum terjadi di Amerika daripada negara – negara barat lainnya, seperti
Yunani dan Spanyol atau pada negara Timur jauh yang teknologinya telah
berkembang seperti Jepang (Stice, 1994).
5. Faktor
Psikososial
Ketidakpuasan terhadap tubuh
sendiri adalah faktor penting dalam anorexia nervosa.(Heatherton dkk, 1997).
Ketidakpuasan terhadap tubuh dapat menghasilkan usaha – usaha yang maladaptif
dengan melaparkan diri dan memuntahkan untuk mencapai berat badan atau bentuk
tubuh yang diinginkan. Wanita pengidap anorexia cenderung menjadi sangat peduli
pada berat dan bentuk tubuh mereka (Fairbun dkk, 1997). Wanita muda dengan
anorexia sering kali memiliki sikap perfeksionis dan berjuang mencapai prestasi
yang tinggi (Halmi dkk, 2000). Mereka sering kali kecewa pada diri mereka
ketika gagal mencapai standar tinggi mereka yang tidak mungkin dicapai. Diet
yang ekstrem dapat memberikan perasaan bisa mengontrol dan kebebasan yang lebih
besar daripada yang didapat dari aspek kehidupan lainnya (Shafran &
Mansell, 2001).
6. Faktor
Keluarga
Gangguan makan, anoreksia nervosa
sering jali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga (Fairbun dkk, 1997;
Wonderlich dkk, 1997). Beberapa remaja menggunakan penolakan untuk makan
sebagai cara menghukum orang tua mereka karena perasaan kesepian dan
keterasingan yang mereka rasakan di rumah. Ibu dari remaja yang memiliki
gangguan makan lebih tidak bahagia terhadap fungsi keluarganya, juga memiliki
masalah makan dan diet dan percaya bahwa putrinya harus menurunkan berat badan
serta memandang putrinya sebagai orang yang tidak menarik.(Pike & Rodin,
1991). Keluarga dari wanita dengan anoreksia cenderung lebih sering mengalami
konflik, kurang memiliki kedekatan dan kurang saling memberi dukungan namun
lebih bersikap overprotective dan
kritis daripada kelompok pembanding.(Fairbun dkk, 1997). Orang tua terlihat
kurang mampu untuk membangkitkan kemandirian dalam diri anak perempuan mereka.
konflik dengan orang tua mengenai isu otonomi sering kali mengakibatkan
munculnya anoreksia nervosa (Ratti, Humphrey & Lyons, 1996).
7. Spiritual
Disebabkan karena individu tersebut
mengingkari nikmat yang telah diberikan padanya seperti tercantum dalam surat
Ibrahim ayat 7 “Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka
sesungguhnya azabku sangat pedih”. Serta mereka ragu terhadap dirinya
sendiri seperti dijelaskan dalam surat Al Mu’minuun ayat 47 “Dan mereka berkata “apakah (patut) kita
percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani
Israil) adalah orang – orang yang menghambakan diri kepada kita?”
C.
Pendekatan
Menurut Aliran – Aliran
1. Prespektif
Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menerangkan
bahwa anorexia nervosa adalah pernyataan terhenti atau mundurnya perkembangan
kepribadian seseorang pada fase oral. Keadaan ini dapat disertai oleh gejala –
gejala lain, hal ini ada sangkut pautnya dengan kegagalan integrasi sensasi
tubuh yang normal sebagai akibat trauma psikik pada masa anak.
Penderita anorexia tampaknya
memiliki kesulitan untuk berpisah dari keluarga mereka dan menyatukan identitas
terpisah dan terindividuasi (Bruch, 1973; Minuchin, Rosman & Baker, 1978).
Anoreksia mungkin mencerminkan usaha alam bawah sadar dari remaja putri untuk
mempertahankan masa prapubertasnya. Hal ini dilakukan dengan isu – isu orang
dewasa seperti peningkatan kemandirian dan perpisahan dengan keluarga,
kematangan sexual dan asumsi adanya tanggung jawab pribadi.
Psikoanalisis juga memandang bahwa
gangguan tersebut dikarenakan oleh id yang tumpul dengan padukan oleh superego
yang tinggi. Id yang tumpul ditandai dengan kurangnya rasa ingin memakan
sesuatu meskipun individu tersebut sudah merasa lapar (penolakan / denial terhadap
fungsi id). Superego beranggapan bahwa ia harus mempunyai berat badan yang
ideal, sehingga untuk mengkompensasi superego maka ego akan bertindak untuk
tidak makan atau sangat memperihatinkan kandungan gizi dalam makanan. Yang
terpenting baginya adalah dia akan mempunyai berat badan yang ideal menurut
dia.
2. Perspektif
Humanistik
Memandang anoreksia sebagai suatu
fobia berat badan. Ketakutan berlebihan dan tidak rasional terhadap pertambahan
berat badan dapat merefleksikan kecenderungan dalam budaya untuk mengidealkan
untuk bentuk badan wanita yang ramping. Mengeluarkan makanan merupakan sebuah
tipe ritual kompulsif yang diperkuat dengan berkurangnya ketakutan akan
pertambahan berat badan yang mengikuti episode makan berlebihan seperti mencuci
tangan yang kompulsif pada individu obsesif kompulsif yang diperkuat dengan
munculnya perasaan lega karena terlepas dari gangguan kecemasan yang ditimbulkan
oleh pikiran obsesif.
3. Perpektif Behavioristik
Teori behavioristik memandang bahwa
gangguan anoreksia nervosa disebabkan oleh proses belajar yang salah. Individu
tersebut beranggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang ideal tersebut dengan
berpenampilan tidak gemuk. Selain itu, anorexia nervosa berkembang dikarenakan
oleh persepsi reward jika makan sedikit dan tindakan melaparkan diri diperkuat
oleh rendahnya reinforcement atau
nilai hedonic pada makanan.
4. Psikologi
Islami
Pendekatan islami memandang
individu yang terkena gangguan anorexia nervosa karena individu tersebut tidak
mensyukuri keadaannya sekarang atau bisa karena individu tersebut mendholimi
dirinya sendiri.
5. Kognitif
Teori kognitif memandang gangguan
anorexia nervosa bahwa individu yang terkena gangguan anorexia nervosa
disebabkan oleh pola pikir yang salah bahwa dengan cara diet secara berlebihan
maka akan mendapatkan hasil tubuh yang ideal. Dan mereka pun mengalami distorsi
kognitif mengenai body image mereka. Sehingga mereka berpikir bahwa mereka
masih overweight meskipun badannya sudah sangat kurus.
D.
Gejala
1.
Indikasi awal dari kecenderungan terjadinya kelainan ini
adalah meningkatnya perhatian terhadap makanan dan berat badan bahkan pada
penderita yang sebelumnya sudah kurus.
2.
Perubahan gambaran
tubuh.
3.
Ketakutan yang luar
biasa akan kegemukan.
4.
Penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang normal.
5.
Hilangnya siklus
menstruasi ( pada wanita ).
6.
Denyut jantung lambat.
7.
Tekanan darah lambat.
8.
Suhu tubuh rendah.
9.
Pembengkakan jaringan karena
penimbunan cairan (ederma)
10. Rambut
yang tipis dan lembut atau rambut tubuh dan wajah yang berlebihan.
11. Mengurangi
berat badan dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.
12. Gejala
kekurangan gizi
13. Konstipasi
14. Gangguan
pencernaan dan perut kembung
15. Dehidrasi
16. Kram
otot
17. Gemetaran
18. Tumbuh
rambut halus di wajah, punggung atau lengan
19. Payudara
semakin datar
20. Rambut
kusam, menipis dan mudah patah
21. Kulit
kering dan pecah-pecah
22. Tangan
dan kaki dingin
23. Detak
jantung tidak beraturan
24. Depresi
dan kecemasan
Dalam pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa edisi ke III (PPDGJ– III). Pedoman diagnostik anoreksia
nervosa.
Ciri khas gangguan adalah
mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh
penderita.Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan hal-hal seperti dibawah
ini :
a.
Berat badan tetap
dipertahankan 15 % dibawah yang seharusnya (baik yang berkurang maupun yang
tidak pernah dicapai) atau Quatelet’s body – mass index : adalah 17,5 atau
kurang [Quatelet’s body – mass index = berat (Kg) / tinggi (M2)].Pada penderita
pria pubertas bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
b.
Berkurangnya berat
badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan makanan yang mengandung lemak dan
salah satu atau lebih dari hal-hal yang berikut ini :
1.
Merangsang muntah oleh
diri sendiri.
2.
Menggunakan pencahar.
3.
Olah raga berlebihan.
4.
Memakai obat penekan
nafsu makan dan atau diuretika.
c.
Terdapat distorsi “
body image” dalam bentuk psikopatologi yang spesifik dimana ketakutan gemuk
terus menerus menyerang penderita, penilaian yang berlebihan terhadap berat
badan yang rendah.
d.
Adanya gangguan endokrin
yang meluas, melibatkan hypothalmic-pituitary ayis, dengan manifestasi pada
wanita sebagai amenorrhea dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi
seksual. (Suatu perkecualian adalah perdarahan vagina yang menetap pada wanita
yang anoreksia yang menerima terapi hormon, umumnya dalam bentuk pil,
kontrasepsi), juga dapat terjadi kenaikan hormon pertumbuhan, naiknya kadar
kortisol, perubahan metabolisme periperal dan hormon tiroid dan sekresi insulin
abnormal.
e.
Jika onsetnya terjadi
pada masa prepubertas, perkembangan puber tertunda atau dapat juga tertahan
(pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah dadanya tidak berkembang dan
terdapat amenorrhea primer, pada anak laki-laki genitalianya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi menarche terlambat.
E.
Onset
Onset anoreksia nervosa biasanya
umur 10 tahun hingga 40 tahun. Pasien diluar range ini tidak tipikal, jadi diagnosa untuk pasien ini masih
dipertanyakan. Setelah umur 13 tahun, onsetnya meningkat sangat cepat. Maksimum
pada usia 17 tahun sampai 18 tahun sekitar 85 % dari pasien anoreksia nervosa,
onsetnya antara umur 13 tahun dan 20 tahun.
Gangguan anorexia nervosa biasanya berkembang di masa dewasa ataupun dewasa
akhir, gangguan ini umumnya mulai muncul pada masa remaja dan dewasa awal
ketika tuntutan untuk menjadi kurus sangat kuat (Beck, Casper & Andersen,
1996).
Gangguan ini umumnya muncul di usia
17 dan sangat jarang dijumpai pada perempuan di atas 40.
F.
Prevalensi
Perilaku makan yang terganggu dan
gangguan makan juga bervariasi di antara kelompok etnik Amerika, dimana angka
yang lebih tinggi terdapat pada remaja Eropa Amerika dibandingkan Afrika Amerika
dan remaja dari etnik minoritas lainnya.
Anoreksia lebih banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria karena pada wanita cenderung lebih memperhatikan
penampilan yang dikaitkan dengan isu kecantikan, para perempuan lebih gampang “diintimidasi”
termasuk gambaran tentang tubuh ideal atau super kurus agar bisa disebut
“cantik”.
G.
Terapi
1.
Psikoterapi
Mayoritas pasien anoreksia nervosa
membutuhkan intervensi yang berlanjut setelah keluar dari rumah sakit. Bahkan
dalam kasus yang kurang parah. Hospitalisasi bahkan tidak dibutuhkan karena
kebanyakan pasien mengalami gangguan pada masa remaja tetapi keluarga adalah
bagian dari rencana terapi. Meskipun psikodinamik terapi tidak dibutuhkan pada
tingkatan awal terapi, terutama jika pasien anoreksia nervosa dalam kelaparan.
Psikoterapi yang berorientasi pada insight
hanya berguna pada pasien anoreksia nervosa yang telah stabil.
Psikoterapi adalah pendekatan yang
terbaik untuk gangguan ini. Beberapa penelitian mendukung penggunaan dari family based interventions, adolesent
focused indivudual therapy dan developmentally
adaptedcognitive behavioral therapy (James lock et al, 2009).
Cakupan perawatan psikologis yang
fokus terhadap individual [ada gangguan makan diantaranya adalah psikoterapi
psikodinamika, psikoterapi interpersonal, developmentally
oriented individual therapy, CBT, dialectical
behavioral therapy, nutritional therapy dan psikoterapi baru yaitu cognitive remediation therapy (Crisp,
1980 : Lavenkron, 2001; mcintosh et al. 2005; Pike, Walsh, Vitousek, Wilson
& Bauner, 2004 ; Robin et al. 1999; Tchanturia, Whitney & Treasure,
2006)
2.
Terapi Kognitif Behavioral
(CBT)
Diakui sebagai treatment yang efektif untuk gangguan makan. Dari beberapa study
menunjukkan bahwa CBT paling baik digunkan sebagai single antidepresant drugs dan lebih efektif dari pada treatmen
lainnya (Wilfew & Cohen, 1997; wilson & Fairbun, 1998).
CBT didasarkan pada suatu model
kognitif tentang apa yang memelihara gangguan (Fairbun, 1997). Tekanan sosial
atas wanita untuk lebih kurus yang berhubungan dengan shape dan weigh dan untuk
melakukan pengekangan diet secara ketat (Polivy & Herman, 1993). Treatmen
diarahkan pada pengurangan dengan dengan dietary restraint menuju pada pola
makan yang kebih normal, pengembangan kognitif dan keterampilan untuk coping
terhadap situasi – situasi yang beresiko tinggi mencetuskan binge eating dan purging dan memodifikasi pikiran yang disfungsional dan perasaan –
perasaan personal yang berkaitan dengan berat dan bentuk tubuh.
3.
Family
– Based Treatment
Anoreksia diperlukan penanganan
dini, karena penanganan yang terlambat mempersulit pengobatan. Pengobatan
segera harus diberikan untuk memulihkan berat badannya dan jika kondisinya
sangat lemah harus dirawat di rumas sakit. Perawatan penderita anoreksia nervosa
harus disertai dengan bimbingan para spesialis (psikolog, ahli diet) karena dia
perlu berdialog dengan pada ahli tersebut agar bisa mengubah pandangannya. Lama
terapi bisa beberapa bulan bahkan sampai tahunan. Perawatannya pun sama yaitu
dengn mengubah persepsi diri mengenai tubuhnya.
Biasanya, keluarga pasien akan
diminta bantuan dalam perawatan seperti terapi psikologis, konseling gizi,
modifikasi perilaku dan self-help group.
Terapi dapat berlangsung setahun atau lebih. Dapat dilakukan sendiri di rumah
bersama keluarga atau untuk kasus yang parah dengan rawat inap di rumah sakit.
Tetapi meskipun perawatan di rumah sakit diperlukan akan lebih baik jika
perawatan dilakukan di rumah yakni tanpa opname di rumah sakit. Menurut hasil
penelitian dalam jurnal Family – Based
Treatment of Adolesencet Anorexia Nervosa The Maudsley Approach. Menurut
studi hasil penelitian di London menunjukkan 75 – 90% penderita anorexia
nervosa dapat sembuh dengan melakukan perawatan Family based dengan perawatan kurang lebih selama 12 bulan.
Target kunci terapi keluarga
(Christoper Dare, 1997) :
1. Mendorong
orang tua untuk ambil bagian atau ikut serta pada pola makan anak dan olah raga
untuk menaikkan berat badan anak mereka.
2. Mempromosikan
kompetensi pengasuhan dengan menantang asumsi orang tuanya bahwa mereka
menyebabkan anoreksia nervosa.
3. Menempatkan
orang tua dalam pengambilan keputusan mengenai cara menyelamatkan dari tindakan
melaparkan diri anak adan olah raga yang berlebihan.
4. Menyediakan
pendidikan bagi orang tua mengenai dampak anorexia nervosa terhadap pola pikir,
perilaku dan hubungan interpersonal.
5. Agar
tidak menyalahkan dan mengeksternalisasi masalah agar dihadapi secara
kekeluargaan dengan menjelaskan bahwa anorexia nervosa adalah penyakit jiwa.
Bentuk manual dari pendekatan terapi
tersebut di Family – Based Treatment for
Anorexia Nervosa (FBT – AN) (Lock, Le Grange, Agras & Dare, 2001). Pada
banyak kasus, treatment tersebut
berlangsung antara 6 sampai 12 bulan dan terdiri dari 10 dan 20 kali satu jam
sesi keluarga (lock, Agras, Bryson & Kraemer, 2005)
H.
Prevensi
1.
Makan secara normal,
diet yang seimbang sejak usia dini.
2.
Adakan diskusi keluarga
tentang anoreksia nervosa sebelum anak – anak menjadi remaja. Mereka yang tahu
tentang kondisi ini dan konsekuensinya tentu tidak begitu suka menderita akibat
kelainan tersebut.
3.
Bila ingin mengurangi
berat badan, mulailah program berat badan dengan bantuan seorang ahli gizi atau
dilakukan sendiri setelah membaca tentang cara yang baik untuk melakukan hal
tersebut.
4.
Berkonsultasi kepada
psikolog tentang perasaan yang dialami agar mengetahui bagaimana cara untuk
mencari jalan keluarnya.
I.
Kualitas Hidup
Penderita
anoreksia beranggapan bahwa kulit dan daging tubuhnya sebagai lemak yang harus
dilenyapkan. "Seseorang yang mengalami anoreksia akan menolak makanan,
muntah, dan menggunakan obat diet berlebihan. Penderita anoreksia membutuhkan perawatan.
Bukan hanya medis, juga psikologis," ungkap staff physician dari Albert
Einstein College of Medicine Bradley J Kaufman MD.
III.
Kesimpulan
Anoreksia nervosa adalah suatu bentuk
ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menolak untuk mempertahankan
berat badan pada atau diatas berat badan normal minimal menurut usia dan tinggi
badan, dan mengalami gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya
sendiri. Sehingga menimbulkan bermacam komplikasi yang serius bahkan dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu penderita anoreksia nervosa membutuhkan
pengobatan medis dan psikis yang menyeluruh, yaitu perawatan di rumah sakit
jika diperlukan, terapi individual serta keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar